Menyambangi daerah destinasi wisata Ubud rasanya tak lengkap apabila belum menikmati suguhan kuliner di sana. Salah satu tempat yang paling direkomendasikan berada di sisian Sungai Wos yaitu Murni’s Warung. Restoran bergaya tradisional ini merupakan saksi bisu perkembangan pariwisata Ubud dari era 70-an dan diprakarsai oleh salah satu putri daerah mereka bernama Ni Wayan Murni. Tokoh perempuan pengusaha ini mentransformasikan sebuah warung kecil sederhana menjadi restoran berkelas internasional serta berhasil melebarkan sayap ke bisnis properti hingga bisnis spa.
Menikmati santapan dengan suasana alam dan udara sejuk dari pegunungan, merupakan poin plus restoran yang sudah berdiri sejak tahun 1974 ini. Desain bangunan yang unik yaitu bertingkat-tingkat karena dibangun di sisi tebing Sungai Wos serta mempertahankan konsep Tradisional Bali, membuat pengunjung di Murni’s Warung tergugah untuk kembali menikmati padu padan alam dan budaya nan serasi. Tak kalah menarik yaitu bagian interiornya yang dihiasi pernak-pernik antik seperti patung, aneka batik dan kerajinan tangan lainnya. Semua itu merupakan koleksi pribadi milik Ni Wayan Murni selaku pemilik restoran.
Jiwa Wirausaha
Di balik penampilannya yang sederhana, Ni Wayan Murni adalah seorang entrepreneur tulen yang memberikan nyawa pada beberapa lini usaha serta di sela-sela kesibukan yang padat masih menjalankan hobi menjelajahi berbagai tempat di belahan dunia. Pembawaannya yang ramah dan tutur kata yang halus sangat kontras dengan sisi kehidupannya sebagai pejuang nafkah bagi keluarganya. Tak heran bila ia sangat mudah bergaul dan sudah memiliki jaringan pertemanan melewati lintas benua dan samudera.
Ni Wayan Murni merupakan satu dari sekian banyak perempuan di Bali yang ditakdirkan bertumbuh sebagai seorang pekerja keras. Terlebih ia memang terlahir di tengah keluarga dengan kondisi ekonomi memprihatinkan. Sejak kecil ia harus tinggal dengan sanak keluarganya yang lain dan dengan kesadaran sendiri sudah pandai mencari rejeki untuk membiayai sekolahnya. Namun ia tidak bisa dikatakan beruntung karena setamat dari Sekolah Rakyat (setingkat SD pada masa sekarang) ia tidak diperbolehkan lagi melanjutkan ke jenjang berikutnya. Itulah salah satu ketidakberuntungan yang paling mengecewakan bagi Ni Wayan Murni bahkan ia terus menerus memimpikan dirinya sedang bersekolah dengan teman-teman lainnya.
Di usia yang sudah beranjak remaja, Ni Wayan Murni semakin mempertajam jiwa wirausahawannya. Di jaman itu, sekitar akhir tahun 1950, pariwisata Bali belum semaju sekarang. Ketika bandara belum tersedia, satu-satunya moda transportasi dari luar negeri menuju ke Bali adalah kapal laut yang bersandar di Pelabuhan Padang Bai dan Benoa. Entah dari mana datang keberaniannya, Ni Wayan Murni nekat seorang diri bersepeda dari Ubud ke Sanur dengan tujuan menjajakan barang dagangan kepada para turis di sana. Ia menawarkan barang-barang buatan seniman di desanya yaitu berupa kain, lukisan dan patung. Meskipun tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa asing, nyatanya Murni sukses besar menjual dagangannya. Ia mengaku dari menjual selembar kain ia bisa mendapat keuntungan seratus persen. Jejak kesuksesannya ini pun diikuti oleh teman-teman satu desanya, secara berombongan mereka mengayuh sepeda membuat Wayan Murni makin bersemangat mencari rejeki.
Baca Juga : Anak Desa yang Menuntaskan Dharma Kepada Ayahnya Tercinta Untuk Menjadi Seorang Dokter
Merintis Warung
Pada tahun 1963, bertepatan dengan erupsi Gunung Agung di Karangasem, Bali. Ubud disinggahi banyak ahli geologi dan gunung berapi. Momentum itu dimanfaatkan pula oleh Murni untuk menawarkan aneka pernak-pernik bernilai seni kepada para warga asing yang tinggal sementara di Ubud. Lambat laun turis yang bertujuan untuk berwisata makin berdatangan ke wilayah tersebut. Kala itu belum ada restoran atau warung makan khusus para wisatawan dan Wayan Murni melihatnya sebagai peluang usaha baru. Tahun 1974 ia merintis usaha yang merupakan cikal bakal dari Murni’s Warung. Bermodalkan sebuah meja terbuat dari bambu, ia menawarkan panganan sederhana yang biasa dikonsumsi warga lokal, di sisi jalan yang kerap dilewati wisatawan. Satu persatu turis yang datang mengakui kelezatan hasil masakannya, namun Wayan Murni bertekad ke depannya ingin menjajakan makanan yang cocok dengan lidah para turis ini.
Tanpa adanya rasa sungkan, Wayan Murni mulai bertanya kepada turis yang singgah makan ke tempatnya, jenis makanan yang biasa dinikmati orang-orang di luar negeri. Lantaran sikapnya yang ramah dan pandai bergaul, Wayan Murni selalu mendapat respon positif dari para tamunya. Mereka tak segan mengajari Wayan Murni bermacam-macam resep masakan yang tidak pernah dicicipi Wayan Murni sebelumnya. Resep yang dipelajari kemudian dipraktekan dan diuji coba ke warung makannya, bila sukses diminati, Wayan Murni akan memasukkannya ke dalam daftar menu serta menyematkan nama si pemberi resep. Tidak semua pula resep yang berhasil dan laris di warungnya bisa ia nikmati, salah satunya resep guacamole yang menurutnya sangat tidak cocok di lidahnya. Ia tetap mencintai masakan Bali dan nusantara maka dari itu ia masih mempertahankan di menu masakan pada warungnya.
Baca Juga : “Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia” Belajar Dari Sebuah Seni Untuk Menjalani Hidup Multidisiplin
Warung makan yang ia rintis bersama-sama sang suami yang merupakan warga Amerika ini kemudian terus mengalami transformasi ke arah kemajuan. Tak sedikit relasi yang terbentuk dari sekadar pengunjung warung makan lalu menjadi teman atau sahabat, menjadi nilai imateriil yang didapat oleh Wayan Murni. Kebanyakan orang menyebut tempat makannya sebagai Murni’s Warung sehingga Wayan Murni akhirnya menetapkan sebagai merk usahanya. Pada tahun 1992 Wayan Murni memiliki rejeki untuk merenovasi warungnya, namun ia bersikukuh mempertahankan gaya bangunan otentik khas Bali. Selain berhasil membesarkan restoran, Murni juga melirik bisnis penginapan dengan membangun beberapa properti di atas lahan-lahan yang ia beli hasil kerja keras selama beberapa tahun. Penginapan bergaya boutique hotel ini diberi nama Murni’s Houses. Ia juga mengembangkan layanan perawatan dan relaksasi tubuh yang dikenal sebagai Tamarind Spa yang menjadi satu lokasi dengan Murni’s Houses. Disamping membuka restaurant, akomodasi penginapan dan spa, ia juga mendedikasikan satu tempat khusus yang menawarkan pernak-pernik serta koleksi hasil seni masyarakat Ubud kepada para wisatwan, dengan nama Murni’s Warung Shop yang tepat berada disebelah Murni’s Warung.
Hal yang paling menarik, Wayan Murni yang hanya tamatan sekolah dasar ini berhasil membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, khususnya untuk kerabat dekat yang sejak dahulu sudah sering menolongnya saat berada di fase terbawah roda kehidupan. Wayan Murni dengan semangat cinta kasihnya membuka tangan selebar-lebarnya untuk semua kalangan tanpa memandang fisik dan status sosial. Baginya siapa pun yang memiliki niat tulus menafkahi keluarga berhak mendapat kesempatan kerja. Misalnya saja dengan menerima karyawan disabilitas, Murni melakukannya karena teringat dengan masa-masa perjuangannya dulu dengan segala keterbatasan yang ia miliki, banyak orang yang telah membantunya juga.
Di usianya yang terbilang tak lagi muda, Wayan Murni sudah merasa cukup dengan torehan hasil perjuangannya sedari dulu. Ditambah kisah pengalaman tak terlupakan yaitu tatkala ber-travelling dan mengunjungi berbagai tempat di ke seluruh dunia. Sering kali dari momen perjalanannya ke luar negeri, Wayan Murni mempelajari budaya asing yang kemudian membuka cakrawala wawasannya. Salah satu kesan yang ia dapat yaitu Pulau Bali tempat kelahirannya ternyata sangat istimewa, tidak hanya baginya tapi juga di mata dunia. Oleh karena itu, sebagai wanita bali Ni Wayan Murni bangga menjunjung budaya warisan leluhurnya. Terbukti di balik peran kesibukannya sebagai womenpreneur, Wayan Murni tetap menjalankan peran dan kewajiban untuk melaksanakan ritual adat dan keagamaan serta hidup bermasyarakat.