Kegigihan Menempuh Perjalanan Jauh yang Terjal dan Berliku Berbekal Sepotong Doa Dapat Wujudkan Hidup yang Lebih Bermanfaat

Kegigihan Menempuh Perjalanan Jauh yang Terjal dan Berliku Berbekal Sepotong Doa Dapat Wujudkan Hidup yang Lebih Bermanfaat

Masa kecil menjadi momen yang tak akan mudah dilupakan, apakah itu pengalaman menyenangkan atau keterpurukan yang menyisakan memori di alam bawah sadar sampai kapan pun. Kali ini kisahnya datang dari Drs. I Nyoman Sudiatma, M.Pd, Founder atau Pendiri dari Yayasan Widiatmika. Kehidupan kanak – kanaknya bahkan hingga dewasa jauh dari kata sejahtera, sehingga pendidikan pun menjadi kebutuhan nomor sekian. Diakui olehnya ia pun sempat ingin menyerah karena beban ekonomi tersebut, ditambah perngaruh tren lingkungan anak – anak seusianya yang mulai terkikis untuk tetap mengayomi pendidikan, sebagai fondasi krusial hadapi tantangan masa depan.

I Nyoman Sudiatma yang lahir 9 Mei 1959, sangat merasakan ekonomi negara yang bergejolak. Belum stabil dengan ekonomi, pergolakan politik menjadi problem dan tekanan yang mendalam bagi masyarakat kecil seperti keluarganya.

Di Jimbaran, ia dan tujuh orang saudaranya dibesarkan oleh orangtua yang bekerja sebagai buruh. Usia enam tahun, ia terbangun secara mental untuk mulai mengenal pekerjaan demi menambah pemasukan keluarga, misalnya membantu warga sekitar dengan mengangkut ketela ke rumah-rumah warga, agar mendapat bayaran ketela untuk menambah asupan karbohidrat, karena tak mampu membeli beras.

Baca Juga : Afirmasi Hipnoterapis Mewujudkan Cita-Citanya Demi Mendomestikasi Penyembuhan Gangguan Pasca Trauma di Tengah Masyarakat Awam

Dalam koridor pendidikan, Sudiatma sebenarnya memiliki passion tinggi untuk bersekolah dengan cita-citanya yang ingin berprofesi dokter. Ia tak peduli dengan seragam yang sudah digunakan bertahun – tahun dan beberapa jahitan yang kontras terlihat. Apalagi melihat tenaga pengajar yang meski hanya ada satu saat itu, namun tetap bersemangat dalam melayani pendidikan. Hanya saja karena beban ekonomi, ia mundur saat kelas V SD dan bekerja sebagai pembuat garam.

Rata-rata orientasi pekerjaan yang dilakoni Sudiatma tidak sembarangan, membutuhkan tenaga dan waktu yang tidak gampang. Hingga ia mengalami maag akut, tanpa ia sadari. Seorang kakek petani garam, hanya mampu memberikannya air putih, sembari menggosok-gosokkan perutnya berharap bisa mengurangi sakit perutnya tersebut. Bersyukurnya kerja kerasnya tak sia – sia, ia bisa melanjutkan sekolahnya lagi ke jenjang SMP.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *