Kerja Keras Anak Kampung  Tuai “Garam” di Tengah Keluarga

Kerja Keras Anak Kampung Tuai “Garam” di Tengah Keluarga

Gusti Putu Rai – PT. Tirta Mitra Utama

Jalan hidup setiap orang sulit di tebak. Ibarat persoalan yang tak bisa diprediksi waktu dan bentuknya, hanya meninggalkan bekas gelombang dan arus tuk menguji seberapa kuat insan manusia menerjangnya. Semua itu ditentukan oleh diri, lewat kerja keras serta usaha yang besar untuk menantang. Layaknya kisah hidup yang dilalui oleh Gusti Putu Rai, sosok anak kampung yang mampu merubah stigma atau anggapan tentang skill serta potensi diri yang dimiliki untuk merubah arah hidup. Bermodal kerja keras, ia tuai ‘garam’ kemakmuran di tengah keluarga dan banyak orang.

Kemakmuran yang mampu dibuktikan oleh Gusti Putu Rai berupa kesuksesannya dalam menahkodai sebuah perusahaan jasa transportasi yang ia dirikan sejak tahun 2015 silam. Menyadari akan tingginya kebutuhan jasa logistik, ia pun berinisiatif mengambil peluang tersebut dengan mendirikan company PT. Tirta Mitra Utama yang beralamat di Jl. Muding Mundeh No.88X, Kerobokan Kaja, Kec. Kuta Utara, Kabupaten Badung, untuk dapat mensupport kegiatan pengiriman barang customer dari hulu sampai ke hilir. Di bawah naungannya, perusahaan yang berpegang teguh dengan komitmen ini, berdedikasi tinggi dan memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada customers dengan selalu berusaha untuk meningkatkan pelayanan, safety, kompetisi dan perkembangan teknologi di dunia Logistik.

Kepuasan pelanggan merupakan tolak ukur keberhasilan nya sebagai bentuk komitmen terhadap customers. Hal itu dapat di capai melalui pemahaman kebutuhan, keinginan dan prespektif setiap customers, guna memberikan pelayanan yang berkualitas dan tepat waktu. Point tersebut dapat diwujudkan dengan menerapkan pendekatan personil dalam membantu customers untuk mengetahui kebutuhan dan memberikan solusi logistik yang terbaik untuk customers. Hingga saat ini, pria yang ramah ini telah membangun dan memelihara hubungan yang sangat baik dengan vendor – vendor dari berbagai perusahaan pelayaran dan didukung dengan staff yang berpengalaman. Bahkan di tengah situasi pandemi, PT Tirta Mitra Utama tetap menampung sejumlah karyawan untuk tetap bekerja dan konsisten menawarkan proses pengiriman yang aman, efisien serta delivery report yang rapih serta update.

Akan tetapi, semakin tinggi pohon semakin kencang pula angin berhembus. Pepatah itu barangkali bisa sedikit menggambarkan ujian hidup yang harus dilaluinya. Tak bisa di pungkiri, masih ada sebagian orang yang melihat kesuksesannya dari kaca mata keberhasilan namun tidak menyelam lebih jauh seperti apa perjuangan, letih serta usaha yang ia rajut hingga saat ini. Terlahir di sebuah desa ujung timur pulau Bali, tepat berada di bawah kaki gunung Lempuyang di bagian Selatan yaitu Dusun Kebon Bukit, Desa Bukit, Karangasem, Gusti Putu Rai tumbuh sebagai seorang anak yang cukup berbeda dengan kebanyakan teman seusianya. Anak ke-5 dari sembilan bersaudara ini melewati kesehariannya untuk bekerja membantu kedua orang tuanya yang sibuk sebagai petani. Ada kalanya, pria yang semasa kecilnya ini akrab disapa Putu mengambil peran demi membantu ibunya untuk mengurusi rumah. Mulai dari membersihkan rumah, memasak, menjadi peternak babi, hingga ikut berjualan di pasar dari sedikit hasil panen di kebun. Selain itu, Putu sendiri sepertinya beranggapan bahwa setiap waktu adalah kesempatan. Demi membantu roda perekonomian keluarga, ia berdagang es batu dengan berjalan kaki dari kampung ke kampung. Saat itu Putu lakukan saat menempuh pendidikan sekolah dasar kelas 4 SD hingga SMP. Rutinitas ini ia lakoni setiap pagi sebelum bergegas berangkat sekolah.

“Bagi saya olahraga itu ya dengan aktivitas kerja saya sehari-hari. Memang dari kecil sudah hobi bekerja saja. Mungkin saja ya, hobi saya itu timbul dari keterbatasan kemampuan keluarga. Jadi kesehariannya hanya bekerja dan bekerja. Dulu itu saya jarang ikut bermain dengan teman-teman. Tapi itu tadi, karena hobi kerja ya keseharian saya bekerja. Seperti cari kayu bakar, dan lain-lain. Sepertinya melihat ibu sedikit tersenyum saja saya sudah rasa senang,” tutur Putu dengan sedikit tersenyum.

Setelah menamatkan SMP, pria kelahiran 17 September 1970 ini melanjutkan pendidikan di STM dengan jurusan Bangunan. Terkait alasan mengapa dirinya memilih sekolah dengan jurusan bangunan, Putu mengaku bahwa saat itu dirinya ingin mengembangkan skill dan potensi yang ia dapat sejak mengikuti ayah-nya sebagai kuli bangunan. Kisah lain yang membekas selama hidupnya adalah ketika Putu ikut membantu biaya sekolahnya dengan menggarap lahan sawah orang lain seluas satu hektar. Pekerjaan ini ia emban hingga menamatkan sekolahnya di tahun 1989.

“Waktu itu pemikiran saya begini, apa pun tugas yang diberikan orang tua untuk saya, terpenting saya bisa tamat SMA agar nanti bisa bekerja. Astungkara, Saya ingat waktu tahun 89, saat ujian akhir, saat itu saya masih di sawah. Tapi dengan begitu, hasilnya saya mendapat rengking ke 15 dari 48 siswa. Itu sudah saya rasa istimewa. Karena jujur saya tidak banyak belajar. Karena keseharian saya bekerja,” tungkasnya.

Ia juga tidak memungkiri, bahwa karakter mandiri serta kerja keras yang ada dalam dirinya itu kian bertembuh sejak usia mudanya itu. Berbagai pengalaman hidupnya menjadi guru yang bijak. Pun tentang nilai kedisiplinan serta selalu mensyukuri setiap pencapaian ia pelajari dari kedua orang tua, khususnya sosok Ibu. Ia mengatakan, meski kondisi ekonomi keluarga saat itu jauh dari kata sejahtera, dirinya tetap merasa bangga karena Ibunya telah mengajarkan banyak hal tentang nilai kehidupan. Beliau mendidik dengan teladan dan memanusiakan manusia hingga membentuk karakternya saat ini.

“Sosok ibu itu pahlawan yang sangat besar buat saya. Karena dengan kondisi ekonomi saat itu dan perjuangan beliau yang begitu gigih untuk menghidupi kami. Saya masih ingat waktu itu beliau berjalan kaki kurang lebih 10 kilo sambil membawa bakul untuk barter dengan bahan makanan. Jadi dulu beras memang sangat sulit untuk kami rasakan. Jadi kami lebih banyak memakan nasi jagung atau jagung saja. Paling berkesan itu ketika sudah dekat dengan hari raya, kami sudah sangat senang. Karena kami akan bisa menikmati makan nasi. Saya tidak ingin menyebut itu semua adalah penderitaan. Tapi sebuah proses hidup saya dan proses perjuangan hidup saya,” kenang Putu.

Setelah menamatkan STM, karena kekurangan biaya, Putu pun memilih untuk bekerja. Di dua tahun awal, ia bekerja sesuai basic ilmu bangunan serta bermodal pengalamannya bersama sosok Ayah sebagai kuli bangunanan, dan mengerjakan sejumlah proyek borongan, seperti sekolah, rumah dan lain-lain. Tidak lama berselang, ia mendapat kesempatan untuk bekerja di sebuah perusahaan di denpasar. Memulai pekerjaan dari nol, sebagai tukang sapu sambil mempelajari mengemas barang-barang di gudang, dari tahun ke tahun perusahannya tempat bekerja memberikan tugas dan tanggungjawab yang lebih besar sehingga di tahun 7 mendapat kepercayaan sebagai Kepala Cabang, jabatan serta kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan perusahaan kala itu kian memberi peluang serta kesempatan baginya untuk belajar.

“Modalnya tekun, kedua, menghormati orang-orang yang bekerja sebelumnya. Ketiga, saya tidak muluk-muluk dalam bekerja. Menjadi marketing, berbicara dengan klien atau tamu adalah menjadi hayalan pertama sebelum sampai duduk di kepala cabang. Belajar bahasa inggris pun saya belajar dari percakapan saja. Selain itu, dalam lingkungan pekerjaan, saya berusaha untuk membuat situasi pertemanan dengan baik. Selalu saya katakan “Yes” dengan siapa saja. Menjalin hubungan baik dengan siapa saja,” imbuhnya.

Putu juga tidak menapik jika kepercayaan yang diberikan pimpinan perusahaan kepadanya menambah wawasan baru sebagai modal dalam bekerja. Terlebih ketika di percaya sebagai kepala cabang perusahaan hingga mendapat kesempatan untuk menjalankan tugas hingga ke luar negeri, seperti Singapura, Malaysia dan lain-lain.Bahkan tak hanya itu, sejumlah fasilitas perusahaan bisa digunakannya.

“Beliau (pimpinan perusahaan saat itu, red) sangat-sangat baik. Saya di percaya bahkan bisa hingga pergi ke luar negeri. Seperti singapura, Malaysia, dll. Itu tidak pernah ada dalam benak saya ya. Itu pengalaman yang tidak pernah saya lupakan,” pungkas Putu.

Hingga diusia 40 tahun, Putu pun memilih jalan hidupnya sendiri. Tentu keputusan yang berani karena berani keluar dari zona nyamannya. Berada pada posisi yang mentereng nyatanya tak cukup membuat Putu nyaman. Ia menyadari bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan lebih untuk menjalankan mimpi serta cita-cita dari kepala pimpinan di tempat ia bekerja dulu. Itu sebabnya, dengan alasan tidak ingin mengecewakan kepercayaan, Putu memilih hengkang dari perusahaan tempatnya bekerja.

Dirinya mengaku sempat bingung, usaha atau kerja apa yang harus ia lakukan demi menghidupi istri dan 4 anaknya. Namun, naluri dari jiwa kerja keras serta mandirinya itu kian menuntun setiap pilihan. Berawal dari keinginan untuk menjual sayur yang kemudiaan seiring berjalannya waktu ada banyak dukungan besar dari keluarga Saat itu, dan di bantu oleh Pamannya dari Lombok, Sehingga Putu menyetujui permintaan semua keluarga untuk membuka usaha cargo.

Awalnya hanya dengan 1 buah mobil pickup pemberian pamannya itu, kemudian biaya tambahan lainnya dibantu dengan menjual barang-barang berharga milik dari istri tercinta demi menjalankan operasioal perusahaan.Hingga di tahun 2015, barulah usaha yang ia bangun dengan bendera PT. Tirta Mitra Utama itu bisa berjalan normal hingga sekarang ini.

“Yang mendorong saya agar usaha ini tetap saya jalankan karena pertama saya tidak ingin mengecewakan paman saya yang sudah membantu. Kedua, karena dukungan istri dan anak-anak yang sangat mengerti kondisi orang tuanya saat itu yang membuat Putu lebih ringan menghadapi perjuangan dalam memulai suatu usaha. Jadi syukurnya anak-anak saya sudah didik mandiri sejak kecil. Sehingga apa yang saya dapat dari hasil kerja, tidak asal-asalan mereka gunakan,” aku Putu. Selain itu, semangatnya dalam menjalankan usaha ini karena dirinya ingin merasakan keberhasilan dari keringat kerja kerasnya sendiri untuk membahagia kan keluarga kecil maupun keluarga besar.

“Kenapa saya memutuskan keluar dari zona nyaman saya, ya juga karena ingin bangkit dari usaha dan keringat kerja keras sendiri. Tentu seperti yang saya katakan, karena saya suka bekerja saya mencoba cara lain untuk berjuang sendiri. Jujur, saya ingin berubah dari kehidupan masa lalu yang tinggal di rumah beratapkan dan berdinding daun kelapa , tiang dari pohon santen, dan lantai dari tanah. Bahkan tidurnya beralaskan tikar. Sehingga, begitu kerja saya pelan-pelan memulai pembuatan rumah sendiri,” imbuh Ayah empat anak ini.

Baginya, pencapaian yang dilakukannya hari ini pun tidak terlepas dari campur tangan Sang Hyang Widhi. Mampu mempertahankan semua staff yang ada di perusahaan di tengah pandemic, masih tetap menghidupi keluarga dan bertanggung jawab untuk hidup dalam lingkup kesejahteraan adalah anugerah yang ia terima. “Tentunya tanpa Tuhan saya tidak bisa menjadi apa-apa. Karena saya hanya bermodal rajin. Ada campur tangan tuhan disini. Tidak sedikit orang yang tidak sekolah bisa menjadi orang hebat. Jadi saya sangat percaya bahwa saya bisa hidup saat ini karena campur tangan Tuhan,” ungkap Putu.

Lalu apa yang mau di tularkan kepada anak-anak muda dari perjalanan hidupnya? Dengan tegas ia menjawab agar setiap orang muda tetap memelihara semangat untuk tetap belajar , rajin bekerja, berusaha serta disiplin yang tinggi. “Intinya, siap dan betul-betul bekerja keras. Tekun, jujur tanpa mengenal lelah. Sederhananya, terutama dalam sikap hidup ya, yang perlu diingat yaitu bersikaplah serta menjalani hidup sesuai kemampuan sehingga kita selalu bersyukur atas apa yang bisa kita capai,” tutup Putu.

One thought on “Kerja Keras Anak Kampung Tuai “Garam” di Tengah Keluarga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *