LPD Desa Adat Tatag Bertransformasi Menjadi Lembaga Strategis yang Mampu Salurkan Dana Secara Efektif

LPD Desa Adat Tatag Bertransformasi Menjadi Lembaga Strategis yang Mampu Salurkan Dana Secara Efektif

Keseharian I Made Longsog sebelum menjabat sebagai Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Tatag ialah peternak dan tukang panjat kelapa. Jadi tak ada pengalaman perbankan sama sekali. Benar-benar murni diangkat dari masyarakat Desa Tatag, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar yang memahami bagaimana demografi krama-nya, yang diharapkan bisa secara strategis membantu mengarahkan alokasi keuangan, baik itu melalui tabungan maupun modal usaha, demi kesejahteraan ekonomi yang lebih nyata.

Menjadi pekerja sederhana saja, sekaligus Bendahara di Desa Adat Tatag sejak tahun 1999, I Made Longsog sudah memiliki waktu yang cukup padat. Kerelaan dirinya kemudian menerima untuk mengemban amanah sebagai Ketua LPD bukanlah jangkauan yang mudah. Belum lagi pengalaman dalam manajemen keuangan belum mumpuni yang cakupannya bukan lagi berorientasi sebagai kepala rumah tangga saja melainkan sudah dalam lingkup krama Desa Adat Tatag. Namun keikhlasan I Made Longsog dalam menerima kepercayaan tersebut, akhirnya terealisasi pada masa LPD ini dirintis yakni Oktober 2002.

Baca Juga : Berangkat dari Kesederhanaan, Keseriusan dan Ketekunan Hingga Dipercaya Sebagai Orang Nomer Satu di Desa Kenderan

Ditemani krama desa lain diantaranya I Wayan Kada selaku Sekretaris dan I Wayan Nita, S.Ag sebagai Bendahara yang dimana mereka pun ‘setali tiga uang’ tak ada sama sekali keahlian di ilmu ekonomi. Meski tak dibekali ilmu ekonomi yang mumpuni, tak menyurutkan langkah dan semangat mereka secara sukarela bergabung dengan LPD Desa Adat Tatag. Bahkan keduanya mengaku tidak digaji dalam tiga bulan penuh, sehingga harus rolling dengan karyawan lain untuk bekerja sampingan.

Aturan tentang LPD dari pemerintah dan perarem Desa Adat Tatag, keduanya terkadang memiliki perbedaan. Dari pihak desa menyesuaikan perarem dengan peraturan pemerintah agar tak terjadi bentrok, begitulah I Wayan Longsog melandasi dirinya membuka karirnya dalam manajemen LPD. Tiga bulan mengabdikan diri, baru di bulan keempat LPD Desa Adat Tatag mendapatkan laba, ia pun mulai mendapatkan gajinya bernominal Rp. 150 ribu. Sedangkan karyawan lain seperti Tata Usaha dan Kasir, mendapatkan gaji Rp. 100 ribu. Di perjalanan 21 tahun LPD ini pun, penentuan gaji karyawan masih ada di keputusan tangannya, bukan pihak Pengawas.

Dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan lembaga keuangan desa sekaligus pembenahan sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro (LKM), I Wayan Longsog melaporkan kegiatan, perkembangan keuangan dan kinerja LPD Desa Adat Tatag setiap bulannya kepada Bendesa, BKS dan LP-LPD (Lembaga Pengawas Lembaga Perkreditan Desa) . Laporan keuangan tesebut akan menyajikan informasi yang sangat penting bagi semua pihak, sehingga sangat penting memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan, salah satunya relevansi. Dapat dikatakan relevan, apabila laporan tersebut memiliki ketepatwaktuan atau yang didefinisikan tersajinya laporan bagi para pengambil keputusan pada saat dibutuhkan sebelum informasi tersebut kehilangan kekuatannya untuk mempengaruhi suatu keputusan. Laporan tersebut juga dapat membantu tim LPD, mengevaluasi serta mengoreksi kinerja yang telah berlalu, masa kini atau menyusun kinerja masa mendatang.

Kontribusi LPD Desa Adat Tatag tak hanya ke nasabah atau krama-nya saja, demi semakin menumbuhkan dan menjaga eksistensi LPD, I Wayan Longsog mengalokasikan dana promosi LPD Desa Adat Tatag untuk dibagikan ke krama yang belum menjadi nasabah. Secara tidak langsung diharapkan membawa citra positif bagi LPD ke krama yang belum mengenal lembaga ini, atau yang masih belum nyaman bertransaksi di LPD. Berjalannya waktu, pendekatan ini seharusnya meningkatkan kepercayaan mereka, mengingat I Wayan Longsog sudah mengabdi di desa sebagai Bendahara dan belum tergantikan sampai dirinya menyongsong posisi yang semakin besar di LPD Desa Adat Tatag.

Baca Juga : Anak Desa yang Menuntaskan Dharma Kepada Ayahnya Tercinta Untuk Menjadi Seorang Dokter

Melanjutkan Sekolah Tanpa Sepengetahuan Orangtua
Sosok sang ketua yang dikemukakan oleh timnya, merupakan sosok yang jujur, terampil membangun tim dalam kerjasama, berkoordinasi dan mengisi kekurangan satu sama lain. Bila salah satu karyawan berhalangan hadir, bisa digantikan posisinya oleh karyawan lain sementara waktu. Karakter yang terbangun sedemikian rupa, tak lepas dari jam terbang I Wayan Longsog dan tak terkecuali masa kecilnya.

Sejak kelas III SD, I Wayan Longsog sudah dituntut hidup mandiri, membiayai sekolahnya sendiri. Orangtuanya yang hanya bekerja sebagai petani dan buruh, penghasilannya sebatas untuk makan sehari-hari. Pria berusia 53 tahun ini pun bekerja sebagai pengrajin hingga mampu membawa dirinya tamat sampai SD.

Melanjutkan ke jenjang selanjutnya, dipaparkan I Wayan Longsog tanpa sepengetahuan orangtua. Ia sengaja mengenakan pakaian biasa saat akan berangkat, kemudian mengambil seragam yang ia titipkan pada teman yang rumahnya dekat dengan sekolah. Sampai akhirnya tamat SMP, rencana tersebut berjalan mulus, tanpa sepengetahuan orangtua. Itu pun artinya, ia membayar biaya pendidikannya atas kerja kerasnya sendiri dari menjual patung ke Pasar Sukawati. Bahkan ia pun ikut menanggung kebutuhan tiga orang adiknya.

Semangatnya untuk tetap bersekolah, hingga berangkat ke Denpasar untuk masuk SMA dilakoni I Wayan Longsog dikarenakan tak seorang pun anggota keluarganya yang memiliki bekal pendidikan. Tamat SMA, ia kemudian disarankan oleh pengajarnya untuk bekerja ke luar negeri dengan biaya Rp. 3 juta, namun apalah daya I Wayan Longsog tak mampu mengumpulkan uang sebanyak itu hingga ia memilih kembali ke desa.

Baca Juga : Tetap Membumi Dengan Impian Besar Untuk Masa Depan Keluarga dan Anak Bangsa

Berkat kenekatan I Wayan Longsog agar tetap berpendidikan, ia menjadi salah satu tokoh prajuru adat yang berpengaruh di Desa Tatag, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Belum ada yang bersedia atau sanggup menggantikan pengabdiannya di desa, karena krama pun masih mempercayainya dan prajuru adat lainnya meyakinkan dirinya untuk tetap bekerja, selama ia masih sanggup alias tak mengenal usia pensiun.

Nyatanya memang tak mudah menghadapi krama sendiri, antara sungkan, namun profesional harus tetap jalan kendati di unit kembaga terkecil sekalipun, agar lembaga dan desa terus mengalami perkembangan. Khususnya di LPD Desa Adat Tatag, I Wayan Longsog dan tim berharap mampu membawa LPD menjadi lembaga yang sehat, membantu masyarakat dalam memanajemen keuangan dan menyalurkan dana kepada usaha-usaha produktif di daerah pedesaan. Tentu upaya ini mampu turut berpartisipasi dalam kontribusi peningkatan pendapatan regional Provinsi Bali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *