Mengasah Ilmu Komunikasi Dengan Bertemu Banyak Orang dari Berbagai Latar Belakang

Mengasah Ilmu Komunikasi Dengan Bertemu Banyak Orang dari Berbagai Latar Belakang

Di Desa Sukahet, Kecamatan Sidemen, Karangasem, I Gusti Ngurah Sukarsana dilahirkan pada 10 Juni 1960, dari anak buruh tani, sekaligus pedagang. Meski berlatar belakang keluarga sederhana, diantara 10 orang saudaranya, ia paling termotivasi untuk terus melanjutkan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Meski ayahnya sempat mengatakan padanya, bahwa hanya bisa membiayainya sampai SMA. Namun ia tak patah semangat, ia mulai bekerja, bertanggung jawab atas keinginannya tersebut dan berangkat ke Kuta, sebagai pedagang acung.

Sejak masih di bangku sekolah, I Gusti Ngurah Sukarsana sudah terbiasa menempuh jarak berkilo – kilo meter dengan berjalan kaki, agar sampai di sekolah. Semangatnya tersebut pun tak hanya bersifat sementara, atau sekedar adanya kesempatan bermain bersama teman – temannya, namun sampai ia berhasil lulus di SMEA tahun 1979.

Baca Juga : Menjaga Kredibilitas LPD Desa Adat Busungbiu Sebagai Aset Desa Dalam Mensejahterakan Krama

Setelah ayahnya mengatakan, bahwa hanya bisa menghantarkan pendidikan sampai SMEA. Tak membuat ia menyerah begitu saja, ia berupaya keras agar bisa melanjutkan ke universitas, dengan langsung berangkat ke Denpasar, tinggal bersama kakak dan bekerja sebagai pedagang acung.

Tahun 1980, dari Jalan Nangka Denpasar, I Gusti Ngurah Sukarsana menggowes sepeda menuju Kuta untuk ngacung. Dengan gaya bahasa Inggris apa adanya, ia melawan rasa takutnya demi mengejar titel sarjana. Ia masuk ke gang – gang, salah satunya gang yang terkenal di dunia, Gang Poppies. Penghasilan yang didapat tak hanya ditabung untuk masuk kuliah, tapi juga disisihkan untuk masuk ke toko buku. Buku yang menjadi favoritnya, lebih bersifat bacaan umum yang bisa menunjang kebutuhannya dalam berdagang, seperti seni berbicara di depan umum dan menambah relasi yang positif. Hobinya dalam membaca buku, menyumbangkan banyak koleksi buku yang ia miliki sampai saat ini.

Setelah memiliki modal yang cukup, I Gusti Ngurah Sukarsana mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di Jurusan Sosial Politik, Universitas Ngurah Rai angkatan tahun 1980. Pagi harinya ia tetap bekerja dan kuliah dilakukan di sore hore hari. Selain kuliah, ia juga membekali diri dengan kegiatan kursus – kursus, singkat cerita sampai akhirnya tamat, tentu tak mungkin untuk terus melanjutkan pekerjaannya. Ia ingin bekerja di sebuah perusahaan, yang dapat memberikannya sebuah pengalaman baru, melamarlah ia di salah satu bank swasta dan diterima pada posisi collector. Berkat buku-buku yang pernah ia baca, kemudian ia mempraktekan di lapangan untuk mendapatkan nasabah baru dari berbagai latar belakang, alhasil posisi tersebut bisa ia buktikan dan mampu memenuhi target sekaligus sebagai prestasinya selama lima tahun. Tak puas sampai di sana, I Gusti Ngurah Sukarsana tetap menambah keterampilannya, seperti mengikuti pendidikan di Bank Indonesia dan sertifikasi kelayakan direktur Bank Perkreditan Rakyat. Sertifikat – sertifikat yang ia miliki pun tak terhitung jumlahnya, karena kepribadiannya yang selalu haus akan ilmu pengetahuan, yang baginya pengalaman berharga untuk dihabiskan di masa muda. Yang tak kalah penting, mengasah kecakapan dalam berkomunikasi sangat dibutuhkan bagi siapa pun, untuk meraih kesuksesan.

Baca Juga : Menanamkan Kepercayaan dan Memberi Rasa Aman Kepada Krama Alas Pujung Dalam Pengelolaan Keuangan

Melihat pencapaian – pencapaian yang diraih I Gusti Ngurah Sukarsana, membuatnya diangkat untuk menjadi staff kantor. Berbeda dengan orang – orang kebanyakan yang akan lebih senang bekerja di dalam ruangan, ia justru menolak penawaran tersebut, karena minatnya bertemu orang dari berbagai kalangan akan menjadi terbatas. Atasannya yang sempat heran dengan pendapatnya tersebut, akhirnya mengikuti kemauannya tetap berada pada posisi collector, sampai menemukan inspirasi langkah apa yang akan ia putuskan selanjutnya pada nasib karirnya. Sampai suatu ketika atasannya tersebut mengumpulkan 386 pegawai untuk persiapan mendengarkan ia berbicara di depan rekan – rekannya tersebut, sebagai salah satu test apakah ia pantas memegang posisi Kepala Bagian di usia 25 tahun.

Singkat cerita, tahun 2008 I Gusti Ngurah Sukarsana kemudian mendirikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Perantauan Rahayu yang berlokasi di Jl. Intan Permai, Gg. 2 No.2, Pengubengan Kangin, Kerobokan Kelod, Kuta Utara, Badung. Nama tersebut dipilih, karena para anggotanya yang berjumlah 458 sebagian besar adalah penduduk pendatang. Dalam pengelolaannya, ia yang sudah 25 tahun mempelajari ALMA (Asset, Liability, Management), menerapkan konsep tersebut dalam laporan keuangan, yang dapat menggambarkan posisi keuangan koperasi, sekaligus mengukur kinerja koperasi selama 14 tahun, penetapan strategi pengelolaan aset dan kewajiban dengan tujuan mengeliminasi risiko – risiko yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Harapannya semoga koperasi ini dapat berkelanjutan dirasakan manfaatnya dan bisa diwarisi ke salah satu anaknya, yang juga memiliki minat di bidang berbankan.

Kini, fokus pria yang sudah berusia 62 tahun ini, juga ia seimbangkan dalam perjalanan spiritual. Bukan baru-baru ini, namun sudah sejak tahun 1989 sebagai panitia pendirian Pura Mandara Giri, di Lumajang, Jawa Timur. Kemudian berlanjut di masa pandemi, di tahun 2020, ia bersama rekan-rekan sevisi sejiwa, mendirikan “Bhakta Gunung Merapi Bali”. Etikat dalam pendirian organisasi ini, bertujuan mewujudkan tempat persembahyangan di Gunung Merapi, yang merupakan gunung aktif di Jawa sekaligus dianggap suci oleh umat Hindu, karena dahulunya para rsi seperti Rsi Markandeya, bersemayam di gunung tersebut dan menurunkan ilmu – ilmu beliau di sana. Astungkara setelah pandemi semakin bisa diatasi, ia dan rekan-rekan semakin bisa bergerak dan mengajegkan lagi agama Tirtha.

4 thoughts on “Mengasah Ilmu Komunikasi Dengan Bertemu Banyak Orang dari Berbagai Latar Belakang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *