Dari obrolan santai, I Nengah Suartaman yang tengah mekemit (ritual berjaga) di Pura Dalem bersama empat orang rekannya. Kemudian menjurus ke perbincangan serius perihal ide pendirian organisasi yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan untuk masyarakat. Langsung saja, pria kelahiran Tabanan, 71 tahun yang lalu ini, ditugaskan membuat surat untuk mempertemukan masyarakat dalam satu wadah pada Januari 2001. Namun yang hadir saat itu, hanya 19 orang dari 40 orang yang diundang, termasuk dihadiri Kepala Dusun Padangsambian Kelod saat itu, I Wayan Tulus yang sekarang bertugas sebagai Pengawas KSU Padang Sari Arta.
I Nengah Suartaman, atau kita singkat dengan panggilan Suartaman, ia lahir dari orangtua yang bekerja sebagai petani yang cukup memiliki lahan. Ia merupakan anak kedua dari 11 bersaudara yang memiliki seruan dari hati untuk terus melanjutkan sekolah.
Baca Juga : Praktisi Kesehatan yang Bersinar Dengan Semangat Kepedulian, Kecintaan dan Kesetaraan Terhadap Hewan
Orangtua yang sempat bekerja di Banyuwangi, membuatnya harus ikut pindah dan melanjutkan tingkat pendidikan SMP hingga SMA di lingkungan yang berbeda, tak membuatnya hilang semangat. Setelah lulus, barulah ia kembali ke Bali melanjutkan kuliah di Universitas Udayana. Namun pengalaman tidak menyenangkan terjadi, ia menjadi korban dari kebrutalan aksi masyarakat pada Pemilu 1977. Yang paling disesalkan oleh Suartaman, saat akan memasuki S3, ia dipaksa untuk menandatangani surat untuk berhenti dari pendidikan. Mau tak mau, ia harus mengikuti dan memilih langsung bekerja. Pertama ia bekerja di Dinas Perkebunan, karena kurang cocok disana, ia kemudian pindah ke Dinas Pertanian hingga pensiun.
Singkat cerita, di lingkungan tempat tinggalnya di Desa Padangsambian Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Suartaman dan rekan-rekannya akan merencanakan mendirikan sebuah organisasi yang bertujuan untuk membantu pengelolaan keuangan masyarakat. Tiba saat eksekusi, syarat anggota minimal 20 orang pun terpenuhi. Pemungutan modal yang berasal dari simpanan pokok, kemudan dilanjutkan sebesar Rp. 20.000,00 dan terkumpul modal sebanyak Rp. 400.000,00. Karena saat itu belum terkoneksi dengan pemerintah, karena masih berbentuk “Sekaa Tabung”, Suartaman dan rekan – rekannya pun melakukan siasat selanjutnya untuk menambahkan modal dengan mewajibkan para anggota melakukan peminjaman dengan nominal Rp. 100.000,00. Pemutaran modal terus berlanjut, dengan ditambah iuran wajib Rp. 5.000,00/anggota. Seiring ikatan emosional antara pihak pengelola dan masyarakat yang berjalan secara konsisten di lapangan khususnya, pengakuan organisasi ini pun disambut positif dengan penambahan anggota-anggota baru di akhir tahun 2001 menjadi 75 anggota. Sehingga berangsur – angsur bertransformasi menjadi badan usaha koperasi yang berplang nama “KSU Padang Sari Arta”.
Baca Juga : Bekerja dengan Hati Untuk Mencapai Tujuan dan Mensyukuri Kehidupan
Kendati koperasi yang beralamat di Gg. Padang Satria No.2, Padangsambian Klod, Kec. Denpasar Barat, pada saat itu masih beroperasi secara manual, Suartaman serta Pengurus lainnya meliputi Sekretaris oleh I Wayan Sudarita, I Wayan Merta pada Bendahara I, I Wayan Sudiarta sebagai Bendahara II dan I Wayan Tulus selaku Pengawas, memiliki semangat birokrasi yang tak kalah dengan koperasi lain yang sudah lebih maju. Tentunya tak jua puas sampai disana, demi membuktikan bahwa KSU Padang Sari Arta bisa diandalkan dalam memberikan pelayanan kepada nasabah atau para anggota, pada tahun 2006, KSU Padang Sari Arta telah resmi berbadan hukum dan mendapatkan pembinaan langsung dari Dinas Koperasi Provinsi Bali. Hal ini sebagai wujud apresiasi dan rasa tanggungjawab kepada para nasabah yang tak hanya berasal dari Denpasar saja, tapi juga menyebar di beberapa kapupaten di Provinsi Bali. Akhirnya dibuatlah putusan dari Dinas Koperasi Prov. Bali, agar Koperasi Padang Sari Arta, mengubah jenis koperasi menjadi Koperasi Serba Usaha (KSU) agar bisa merangkul berbagai usaha dalam segi ekonomi seperti bidang produksi, komsumsi, perkreditan, dan jasa. Namun ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi, yakni memiliki kantor yang lebih memadai untuk berkontribusi ke masyarakat.
Kejujuran dan transparansi menjadi prioritas pelayanan utama bagi Suartaman yang harus dilandaskan di KSU Padang Sari Arta. Apa yang menjadi hak daripada anggota seperti Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap akhir tahun harus dibagikan. Begitu juga laporan keuangan yang bersifat esensial yang wajib disampaikan dan diketahui oleh seluruh anggota. Bagaimanapun mereka telah sukarela dan mempercayakan dananya untuk dikelola oleh koperasi. Menjaga kepercayaan tersebut, sudah seharusnya koperasi beserta pengurus dan pengawas, mempertanggungjawabkan kinerja koperasi dan menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi pengelola, anggota koperasi dan pengguna lainnya dalam setiap pengambilan keputusan.
Pengelola Angkat Bicara.
Setelah melalui tahap pra koperasi selama jangka waktu empat tahunan dan belum memiliki perlengkapan kantor yang memadai, KSP Padang Sari Arta patut berbangga sudah sampai di pencapaian saat ini yang sudah beraset Rp. 19 miliar dengan jumlah anggota yang aktif sebanyak 500an orang. Bahkan kesabaran dalam memenuhi sumber daya manusia untuk pemenuhan beberapa karyawan mulai terjawab. Salah satunya Wayan Sudarita, yang sudah bergabung sejak tahun 2004, merupakan calon generasi penerus dari KSU Padang Sari Arta. “Saya berharap bisa meneruskan estafet perjalanan koperasi ini, dengan calon-calon pengurus baru lainnya, bahkan bisa mengembangkan ke sistem yang lebih modern, sesuai dengan tuntutan zaman atau tren – tren kemudahan lainnya yang akan membuat koperasi lebih efektif dan efisien dalam melayani nasabah” ucapnya.
Oleh Bendahara I, I Wayan Merta yang sudah kenal dekat dengan Suartaman dalam satu lingkungan tempat tinggal. Juga angkat bicara selama bergabung dengan KSU Padang Sari Arta. Ia mengisahkan sudah lama berunding soal keinginan untuk merintis sebuah badan usaha yang jujur dan berkomitmen mensejahterakan masyarakat dalam jangka panjang. Karena satu frekuensi dan juga bertemu dengan circle pertemanan yang sevisi misi, yakni I Wayan Sudarita dan I Wayan Tulus, koperasi tersebut akhirnya terwujud. Tak hanya membantu pengelolaan keuangan masyarakat, seperti yang sudah dijelaskan Suartaman, koperasi juga setiap tahunnya menjalankan program Tirta Yatra yang sudah hampir seluruh pura besar di Bali dikunjungi. “Kedepannya, kami bercita-cita juga melaksana program tersebut ke pura – pura di tanah Jawa, bila tidak ada halangan, Astungkara bisa terlaksana”. I Wayan Tulus pun menimpali, kegiatan ini sebagai bentuk ucapan syukur dan tetap rendah hati, karena atas seizin Sang Pencipta, KSU Padang Sari Arta eksis selama 21 tahun dan yang perlu ditandai, koperasi ini mampu diandalkan dan memberikan rasa aman dalam bertransaksi, terlebih terkait dengan pengelolaan keuangan yang sangat riskan.