Dalam perjalanan sejarah Bali, Anda tidak bisa mengesampingkan sosok yang begitu fenomenal, tak lain adalah Patih Kebo Iwa. Sosok yang satu ini terkenal dengan tubuhnya yang tinggi bak raksasa dan dikenal sebagai pelindung Kerajaan Bali di masa lalu.
Alkisah Kebo Iwa berasal dari desa Bedahulu (sekarang Bedulu), wilayah Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali hiduplah sepasang suami istri yang kaya raya. Namun, semua itu belum memberi kebahagiaan secara sempurna sebab mereka tak kunjung dikaruniai putra. Suatu hari mereka pergi ke pura desa dengan niat memohon kepada Sang Hyang Widhi agar diberikan keturunan. Secara rutin sepasang suami istri tersebut datang ke pura setiap harinya dengan niat yang sama. Hingga akhirnya sang istri mengandung. Mereka sangat bahagia. Beberapa bulan kemudian lahirlah bayi laki-laki.
Kebo Iwa merupakan sosok patih dari Kerajaan Bali Aga yang memerintah Pulau Bali dalam rentang begitu lama. Menurut catatan sejarah, kerajaan Hindu ini menguasai Bali sejak abad ke 8 Masehi hingga abad ke 14. Patih Kebo Iwa merupakan sosok panglima perang paling terkenal yang dimiliki oleh Kerajaan Bali Aga. Saat itu, beliau menjadi orang kepercayaan dari raja Sri Ratna Bumi Banten.
Patih Kebo Iwa Memiliki Kekuatan Setara Gajah Mada
Kerajaan Bali Aga telah berdiri ketika Kerajaan Majapahit dari tanah Jawa mencapai puncak kejayaannya. Meski begitu, Kerajaan Majapahit mengalami kesulitan dalam menaklukkan Kerajaan Bali Aga. Bahkan, dengan kekuatan besar yang ada pada sosok Patih Gajah Mada sekalipun.
Alasan dari kesulitan Kerajaan Majapahit dalam mengalahkan Kerajaan Bali Aga tak lain adalah Patih Kebo Iwa. Kebo Iwa dalam pandangan Maha Patih Gajah Mada, merupakan sosok panglima perang yang begitu pintar. Tidak hanya punya kemampuan bertarung tinggi, tetapi juga pintar dalam mengatur strategi perang.
Dalam kondisi seperti itu, tidak heran kalau Patih Gajah Mada enggan melakukan pertarungan satu lawan satu dengan Patih Kebo Iwa. Sebagai gantinya, Gajah Mada menggunakan kecerdasannya untuk bisa mengalahkan Kebo Iwa. Dia pun berusaha untuk mengundang Kebo Iwa untuk datang ke Jawa. Tujuannya, tak lain adalah menjalin persahabatan antara Majapahit dengan Bali Aga.
Tak disangka, undangan tersebut merupakan awal mula kehancuran Kerajaan Bali Aga. Sesampainya di Majapahit, Gajah Mada meminta Kebo Iwa untuk membuat sumur. Kalau sumur itu sudah jadi, Gajah Mada berjanji akan mengawinkan Patih Kebo Iwa dengan putri Majapahit. Namun, tidak disangka bahwa permintaan Gajah Mada tersebut adalah upaya untuk bisa menghabisi Kebo Iwa.
Ketika proses pembuatan sumur, Gajah Mada menyuruh pasukannya untuk mengubur Kebo Iwa hidup-hidup. Menariknya, upaya ini ternyata gagal dan Kebo Iwa berhasil keluar dari sumur. Selanjutnya, dia pun melakukan pertarungan dengan Gajah Mada. Pertarungan keduanya berlangsung sengit dan begitu seimbang.
Namun, dalam pandangan Kebo Iwa, dia melihat kalau kekalahannya bakal menjadi langkah pemersatuan Nusantara. Oleh karena itu, dia pun memilih kalah dan terbunuh dalam pertarungan melawan Gajah Mada. Berkat kemenangan ini, Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada, berhasil menyatukan Nusantara dan mewujudkan sumpahnya yang terkenal, Sumpah Palapa.
Kerajaan Bali Aga Begitu Tentram di Bawah Lindungan Patih Kebo Iwa
Sosok Patih Kebo Iwa bersama dengan Sri Ratna Bumi Banten tak hanya terkenal sebagai pelindung Kerajaan Bali Aga. Beliau juga berhasil memberikan kemakmuran bagi masyarakat Bali. Meski Bali Aga bukanlah kerajaan besar, kemakmuran yang dimiliki oleh kerajaan ini membuat iri kerajaan-kerajaan lain di Nusantara.
Sosok Pati Kebo Iwa juga merupakan pahlawan pelindung yang dicintai oleh masyarakat Bali. Bahkan, cerita kepahlawanan beliau masih terus diceritakan oleh masyarakat Bali modern. Sebagai buktinya, Anda akan menjumpai keberadaan Patung Kebo Iwa yang menjadi wujud kebanggaan masyarakat Bali terhadap sosok pelindung tersebut.
Masyarakat Bali juga begitu menghormati keberadaan tokoh penting yang satu ini. Hal ini menjadi bukti bahwa orang Bali begitu menghargai jasa pahlawan terdahulu.
Memiliki Sifat yang Baik Hati
Kebo Iwa mempunyai hati yang bersih dan lurus walaupun badannya besar. Pada suatu hari sepulang Ia dari Danau Beratan, Ia memergoki segerombolan orang dewasa yang perilakunya buruk, menggoda dan mengganggu seorang gadis cantik. Ia Pun bergegas menolong gadis itu dengan mencengkeram salah satu tangan dari gerombolan tersebut. Akhirnya segerombolan orang jahat itu lari tunggang langgang. Begitulah cara Kebo Iwa membalas jasa warga desa. Ia melindungi warga desa dari segala kejahatan. Sungguh, Kebo Iwa memanfaatkan dengan baik karunia tubuh besar dari Sang Hyang Widhi.
Diketahui di dinding Gunung Kawi, Tampaksiring, terdapat sebuah karya pahat yang sangat megah dan indah. Karya tersebut dibuat pada abad 11 Masehi oleh Kebo Iwa hanya dengan menggunakan kuku dan jari tangannya saja. Pahatan tersebut dipersembahkan untuk penghormatan kepada Raja Udayana, Raja Anak Wungsu, Permaisuri, dan Perdana Menteri Raja yang disemayamkan di sana.
Kebo Iwa mempunyai banyak keistimewaan, salah satunya adalah Ia mampu membuat sumur mata air. Hanya dengan menusukkan jari tangannya ke tanah dengan segenap kekuatannya, sumur mata air tercipta. Oleh sebab kekuatannya yang kian tersohor membuat seorang raja tertarik kepadanya. Ialah Sri Astasura Bumi Banten, keturunan terakhir dari dinasti Warma Dewa. Sri Astasura yang dikenal dengan Raja Bedahulu tersebut menginginkan Kebo Iwa menjadi salah satu patihnya di wilayah Blahbatuh. Ketika Kebo Iwah diangkat menjadi patih, ia mengucapkan janji bahwa Bali tidak akan dikuasai selama Ia masih bernafas.