Hidup adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan kejutan, rintangan, serta momen – momen kebahagiaan. Dalam serangkaian peristiwa yang membentuk keberadaan kita, terkandung pengalaman, pelajaran dan pertumbuhan yang tak ternilai harganya. Setiap langkah yang diambil membawa kita ke arah yang belum tentu terduga, membuka pintu kepada kesempatan dan tantangan yang membentuk karakter serta memperdalam pemahaman tentang makna hidup. Banyak hal dan pencapaian yang telah didapatkan selama hidup dan bisa membuat siapa pun menjadi pribadi yang lebih baik.
Pengalaman yang berkesan adalah sebuah momen yang tak terlupakan dan tentu meninggalkan kesan mendalam dalam hidup seseorang. Saat seseorang mengalami pengalaman yang berkesan, maka kehidupannya menjadi lebih berarti dan memberikan pelajaran yang tak ternilai harganya. Termasuk ketika merasa terpuruk dan tak berdaya ketika menghadapi tantangan hidup. Namun, di balik setiap kesulitan yang dialami itu, terdapat pelajaran berharga yang dapat menjadi bekal untuk menghadapi masa depan. Hal serupa turut dilalui dan dirasakan oleh I Ketut Yastika Yasa sepanjang melakoni perannya di tengah lapang kehidupan. Mendengar banyak cerita darinya, kian memperkuat fakta bahwa apa yang telah diraihnya; pekerjaan, pengorbanan, serta pengabdian, betul-betul terlihat nyata.
Saat ini, I Ketut Yastika Yasa adalah pemimpin dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Mertha Jaya Membangun yang berlokasi di Banjar Antugan, Jehem, Tembuku, Bangli. Dipercaya menahkodai lembaga keuangan itu, tentu bukan menjadi sebuah pekerjaan yang mudah. Semuanya bisa ia kerjakan dengan profesional berkat pengalaman yang telah dilaluinya. Niat serta upaya untuk membangun desa pun ia buktikan dalam setiap usaha dan karya-karyanya selama mengabdi di lembaga koperasi tersebut. Semangat itu ia pupuk dari latar belakangnya sebagai seorang anak desa dan seorang petani. Pria yang akrab disapa Bapak Ketut Yasa ini memiliki hasrat dan semangat untuk membangun, terlebih khusus bagi kesejahteraan para petani melalui lembaga koperasi. Hal itu beriringan dengan semangat serta marwah koperasi itu sendiri, adanya sebuah kerinduan untuk melihat koperasi yang kembali ke hakikatnya dengan kekuatan “Dari Anggota Untuk Anggota”, dan itu akan terwujud dengan mempraktikkan nilai-nilai gotong royong.
Baca Juga : Lewat Tangan Kreatif Putu Mahendra Sukses Dorong Geliat Industri Pariwisata yang Bermanfaat Bagi Lingkungan
Baginya, koperasi sebagai perusahaan yang dimiliki oleh anggota dan dikelola secara demokratis yang membutuhkan profesionalisme dan modernisasi manajemen. Perubahan dan modernisasi organisasi, manajemen dan proses konsolidasi bisnis yang modern di koperasi harus dilakukan secara terencana, sistematis, berkesinambungan serta simultan / serentak, karena memang koperasi harus melakukan perubahan. Dengan kesempatannya sebagai pemimpin, Pak Ketut Yasa betul-betul bekerja dengan serius, tekun dan menjujung profesionalitas. “Ide awal saya dengan masyarakat adat untuk membangun koperasi dengan memohon dukungan dan musyawarah bersama, agar desa adat lebih sejahtera dan anak-anak yang sekolah di desa bisa magang di koperasi,” ceritanya bersemangat. Ia tidak menampik, bahwa setiap usaha tentu akan berhadapan degan situasi sulit. Gelombang persoalan, tentu akan menghantam bibir perjuangan. Namun, selalu ada cara lain yang dilakukan oleh Pak Ketut Yasa.
“Cara yang saya lakukan adalah dengan melakukan pendekatan psikologis kepada masyarakat, permasalahan utama dari simpan-pinjam adalah kredit. Nah bagaimana caranya agar pendekatan ini dilakukan dengan tidak hanya menagih tapi mencari jalan keluar dengan apa yang harus dilakukan, baik dengan sharing perihal usaha, bisnis, ternak dan lain-lain. Banyak terjadi gara-gara kredit terjadi permusuhan, maka sesama anggota harus menujukkan kepedulian bersama,” tutur pria yang kini menetap di Banjar Antugan. Menghadapi soal dengan anggota yang agak susah, baik secara emosionalnya turut menjadi makanan sehari-hari. Namun karena besarnya mimpi yang ia gantung dalam lembaga keuangan tersebut, Pak Ketut Yasa selalu berupaya membangun kedekatan yang baik dengan masyarakat sekitar maupun anggota koperasi. “Pastinya, modal ini bukan milik saya, tapi milik masyarakat bersama yang saya harus dipertanggungjawabkan. Banyak anggota yang menjelek-jelekkan, tapi kita jalani pelan-pelan dengan kita dekati. Itu juga berasal karena kurangnya pengetahuan tentang koperasi. Motivasi ini menjadi dasar perjuangan kami untuk terus semangat melayani,” imbuhnya. Bagi Pak Ketut Yasa, pendekatan kekeluargaan sangat diperlukan, karena pihaknya harus mendalami psikologis calon anggota kredit, juga kemampuan anggota kredit untuk membayar cicilan dikemudian hari.
Pengalaman lain yang juga menjadi sumber penempaannya untuk banyak belajar tentang menjalani kehidupan, khususnya di dunia kerja, adalah dari lingkup keluarga dan tempat tinggalnya semasa kecil. Pak Ketut Yasa adalah seorang anak laki-laki tunggal dari lima bersaudara yang dididik oleh tangan lembut kedua orang tua petani. Ayah yaitu I Nyoman Gati dan ibu Ni Nyoman Rence betul-betul memberikan kasih sayang yang hangat, namun dengan sikap yang tegas. Kerja keras dan tanggung jawab adalah sebuah kewajiban yang mesti dilakukan sejak kecil. Kedekatan emosional dengan sosok ibu yang sampai hari ini masih hidup dengan capaian usia 80 tahun, kian membuatnya terus sadar atas setiap tindakannya. Tidak lain adalah tentang semangat kerja dan pelayanan kepada sesama. “Saya lebih dekat dengan ibu. Beliau tahu apa yang saya mau dan apa yang saya lakukan selalu didukung. Beliau tahu betul anaknya lahir dan batin,” ucapnya dengan rasa haru.
Pak Ketut Yasa mengaku bahwa selalu ada campur tangan Tuhan dalam perjalanan hidupnya melalui kedua orang tua. Situasi risau dan memprihatinkan pernah ia rasakan ketika sosok ibu jatuh sakit. Tetapi ketika situasi itu dipasrahkan dalam doa, akan muncul satu per satu keajaiban untuk menopang segala ketakukan dan keraguan. Dari sini saya lebih yakin lagi tentang campur tangan Tuhan, bahwa keajaiban itu nyata,” aku ayah empat anak ini. Terbukanya jalan atas setiap rejeki yang menaungi langkah Pak Ketut Yasa itu akhirnya mengarahkannya untuk bertemu dengan ragam pengalaman baru. Beranjak dewasa, keinginannya untuk bisa mengecap pendidikan tinggi bisa ia rasakan berkat bantuan serta dukungan keluarga yang tinggal di Sulawesi. Sebagai pembuktiannya, Pak Ketut Yasa mampu menyelesaikan studi D-1 Pariwisata.
Baca Juga : “SIAP MENGEMBAN TANGGUNG JAWAB” Rumah Sakit Mata Bali Mandara Siap Memberikan Pelayanan Terbaik
“Saya ingin katakan terimaskasih kepada keluarga yang di Sulawesi, tanpa dukungan mereka saya tidak bisa sampai hari ini. Karena jujur saja, saya merasakan sekali bagaimana kondisi apabila tak bisa bersekolah. Sehingga, karena melihat situasi anak muda di desa hanya sebatas petani dan banyak yang putus sekolah, maka saya pun memiliki niat yang besar untuk selalu mendukung anak-anak melanjutkan sekolah yang dengan tentu bisa melalui jalan di lembaga koperasi ini,” ujarnya. Niat yang baik akhirnya diikuti hal-hal yang baik pula. Mendapat pengalaman kerja sudah ia rasakan sejak tahun 1999, ketika mendapat kesempatan untuk bekerja di bidang pariwisata sebagai pekerja kontrak di salah satu hotel di daerah Kuta, Badung. Guncangan hebat melanda perekonomian Bali ketika terjadi peristiwa bom Bali yang tentu sangat berdampak pada sektor pariwisata, turut berimbas ke bidang pekerjaan dan perjalanan karirnya di bidang tersebut. Ia pun diberhentikan dari pekerjaannya dan memilih arah balik untuk pulang ke kampung halaman. Tak ingin tinggal diam, ketika itu ia memilih bekerja serabutan.
“Pernah bekerja sebagai kuli bangunan dan mencari kerja keliling kemana-mana. Banyak hal yang saya lalui. Ya meski waktu itu, saya ingat betul kami menerima upah harian sebesar tiga puluh lima ribu rupiah,” kenangnya. Di tengah pencarian nasib itu, Pak Ketut Yasa pun bertemu dengan sosok pujaan hati yang siap mendukung penuh kerja kerasnya. Ia pun bertemu dengan sosok Istri, Ni Nyoman Narti, dan memilih menikah di tahun 2003. Kini mereka dikaruniai 4 orang anak dan seorang cucu. Semangat dan energi Pak Ketut Yasa tentu bertambah, untuk mulai bekerja mencari nafkah untuk menghidupi bahtera rumah tangga. “Pada periode tahun 2004, saya banyak belajar tentang dunia koperasi sampai tahun 2013. Posisi saya waktu itu sebagai seorang staf koperasi. Tahun 2004 saya ditawari bekerja di koperasi dengan gaji perbulan empat ratus sepuluh ribu rupiah. Tentu sangat jauh, antara menjadi kuli bangunan dan koperasi. Kuli bangunan saya setiap hari bekerja jika dikumpulkan selama sebulan bisa mendapat satu jutaan lebih, ketimbang bekerja di koperasi dengan gaji seadanya. Meski demikian, saya mencoba untuk bekerja dengan sebaik-baiknya,” ceritanya bersemangat.
Sehingga menurut Pak Ketut Yasa, rasa berserah diri kepada Tuhan dan diimbangi dengan semangat untuk bekerja, yang menguatkan langkah saya dalam melayani masyarakat melalui lembaga ini. Makna hidup dari setiap pengalaman itu yang akhirnya merefleksikan kembali dalam benak atau pikiran saya, yaitu kita memang harus bermakna dalam menjalani kehidupan dan kita harus bisa berbuat untuk orang lain. Dengan begitu, ada banyak cara dan jalan baik untuk diri sendiri. Pria kelahiran Antugan, 12 Desember 1980 itu pun berharap, KSP Mertha Jaya Membangun ini mampu memberikan dampak yang baik bagi masyarakat setempat. “Harapannya kedepan semakin bisa membantu mensejahterakan anggota koperasi, apalagi situasi dan kondisi di kampung seperti ini, yang hanya mengandalkan hasil bumi dan pekerjaan serabutan. Saat hasil bumi tidak begitu baik maka koperasi menjadi benteng terakhir pertahanan untuk melanjutkan hidup. Semoga lembaga ini bertumbuh dan berkembang sehingga berdampak kepada masyarakat lebih luas,” tutupnya.