Haris Wibowo – PT. Haris Mitra Lestari
Mengenal diri sendiri adalah cara terbaik mengetahui potensi yang dimiliki. Namun demi mengenal diri sendiri tidak semudah mengenal orang lain. Diperlukan kerja keras untuk mengenal diri sehingga seseorang akan mengetahui potensi yang ada dalam dirinya. Setelah mengetahui potensi, langkah selanjutnya adalah mengembangkan potensi untuk meraih prestasi secara gemilang. Falsafah hidup yang turut diyakini Haris Wibowo untuk mengembangkan potensi diri secara mandiri dalam berwirausaha.
Di tengah beragam kisah kesuksesan, tentu tak dipungkiri bawasannya ada letih dan keringat perjuangan. Pun yang dialami oleh sosok Haris Wibowo selama bertahun-tahun meniti karir dari nol, berjuang serta bekerja keras demi mengembangkan perusahaan yang kini berkibar di bawah bendera PT Haris Mitra Lestari.
Perusahaan yang berlokasi di jalan Jl. Tukad Pakerisan No.75B, Panjer, Denpasar ini sebagai supplier sekaligus agen distributor yang bergerak dalam hal pengadaan kayu. Meski di tengah situasi pandemi, perusahaan yang sudah mulai beroperasi sejak tahun 2006 silam ini masih tetap bertahan untuk tidak merumahkan satu pun pegawainya dan tetap kokoh berdiri tuk memenuhi kebutuhan konsumen serta mempertahankan kualitas komoditi yang dipersiapkan.
Mampu berada pada titik pencapaian itu, Pria yang lebih akrab di sapa Haris tidak menapik jika ada banyak rintangan yang harus dilewati demi memutar kemudi karirnya secara mandiri. Ia mengaku bahwa kunci kesuksesannya adalah mulai berubah dari dalam diri.
“Merubah segala sesuatu itu harus di mulai dari dalam diri. Saya sangat meyakini itu,” tutur Haris. Namun, menurutnya, untuk mencapai prestasi tidak semudah membalikan telapak tangan. Diperlukan pengorbanan berupa kesiapan diri untuk berubah.
Sebab, perubahan dibutuhkan jika seseorang ingin menjadi manusia yang lebih baik. Darinya pula, kemajuan dan keberhasilan tidak hanya selalu diukur dari seberapa besar materi yang sudah kita dapatkan, tetapi seberapa besar perasaan yang kita rasakan atas keberhasilan tersebut. Haris pun mengisahkan awal mula ketika dirinya menjalankan karir di bidang agen distributor kayu dan mampu menjalankannya secara mandiri hingga saat ini. Pria asal Jakarta tersebut terlahir sebagai anak yang memang mandiri sejak kecil.
Tinggal dalam lingkup keluarga yang kurang harmonis, suka tak suka mengharuskan Haris melewati masa kecilnya tanpa sentuhan kasih sayang kedua orang tuanya. Ayah dan Ibunya, Wibowo dan Lili sudah berpisah sejak Haris menginjak usia 4 tahun.
Dan di usianya saat itu, Haris tumbuh dalam bimbingan serta hangat cinta kasih dari sang Nenek. Seiring perkembangan usianya, Haris tampak terpengaruh pada pergaulan yang kurang baik. Melewati masa-masa muda di ibu kota tampak mempengaruhi perilakunya yang sulit diatur. Masa-masa kelam di tengah hingar-bingar gaya hidup kemajuan kota begitu mempengaruhi sikap dan karakter Haris.
Hingga pada akhirnya, di tahun 1992, ia pun mendapat tawaran untuk ikut merantau ke pulau Dewata, Bali. Saat itu, dirinya masih menginjak usia 12 tahun dan menempuh pendidikan SMP. Karena saat itu tidak ada yang sanggup merawat Haris dan sekolahnya kacau. Akhirnya, dengan terpaksa ia pun memutuskan untuk ikut ke Bali bersama paman, yang merupakan adik dari Bapaknya.
“Kenapa harus ke Bali, ya memang karena situasi juga ya. Bapak Ibu sudah pisah. Jadi mau tidak mau harus bisa mandiri. Selain itu, alasan lainnya, memang karena keadaan ekonomi waktu itu pas-pasan juga. Di sisi lain, mungkin saat dulu itu di tengah pergaulan saya dulu tidak ada yang bimbing, sehingga akhirnya saya pindah ke Bali dengan harapan bisa keluar dari situasi tersebut.
Sehingga memang sejak usia 12 tahun itu saya sudah mulai berkecimpung di dunia kerja,” kenang Haris. Pertama kali menginjakan kaki di Bali, Haris bersama pamannya tinggal di Gianyar. Pria kelahiran Jakarta 1980 itu pun menikmati aktivitas serta keseharian yang sangat berbeda. Sepulang sekolah dari Santo Yoseph Denpasar, Haris ikut bekerja membantu pamannya.
Haris mengatakan, bahwa perubahan kebiasaan yang sangat signifikan itu perlu membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Bagaimana tidak, dengan usianya yang begitu sangat muda serta kebiasaan baru di dunia kerja.
“Jadi memang saat di Bali sangat terasa berbeda ya. Waktu itu memang sulit, masih berbenturan dengan usia muda yang masih terpengaruh dengan lingkungan kerja. Sehingga kerja masih setengah-setengah dan tidak betah,” jelas Haris.
Saat itu, Haris pun bahkan meninggalkan sekolahnya dan berhenti di kelas 2 SMA. Namun kondisi itu tidak lama ia jalani. Ada sebuah ungkapan lazim yang menyatakan bahwa hidup adalah perjuangan tanpa henti sepanjang masa. Satu persinggahan menuju ke persinggahan berikutnya, satu takdir menuju ke takdir lainnya, terus berjalan hingga berakhirnya kehidupan itu, turut menempa kepribadiaannya. Terbesit kesadaran dan Haris mulai memikirkan agar kehidupannya tidak terus terkubur dalam kubangan tersebut. Dengan pengalaman hidup yang kerap ia lalui sebelumnya, Haris pun berusaha menjaga sikap mental positif.
Motivasi bangkit dari keterpurukan yang terbersit dalam perjalan hidupnya saat menghadapi banyak persoalan. Haris banyak belajar dari setiap persoalan hidup di tengah lingkungan pergaulan dan dengan bijak tuk memutuskan untuk bisa mengendalikannya. Hal terpenting bagi Haris adalah kesuksesan atau kegagalan dalam menghadapi setiap persoalan tergantung pada sikap mentalnya. Meski seringkali harapan dan kenyataan tidak selalu sama. Namun haris belajar dari keterpurukan itu.
“Waktu itu saya pun berniat untuk kembali bekerja keras. Sifat saya dulu waktu itu memang masih sangat muda ya. Tapi setelah di pikir-pikir, nanti hidup ini mau dibawa kemana?. Tapi Akhirnya tahun 2000 saya punya niat untuk bekerja sendiri,” kenang Haris. Haris mulai membenah diri. Ia pun kembali bekerja dan betul-betul belajar dari setiap tanggung jawab pekerjaan yang di ambil. Mulai dari salesman hingga pekerjaan apa saja dijalankannya. Jiwa kemandirian pun terbentuk sejak saat itu.
Hingga di tahun 2006, Haris sudah mulai menemukan jalan yang tepat. Keberaniannya untuk membuka usaha lewat peluang jasa penjualan dan distributor kayu, mulai ia bangun dari nol. Konsistensi serta bermodal kejujuran jadi resep utamanya tuk bisa membangun perusahaan yang dikenal dengan nama PT. Haris Mitra Lestari.
Haris membutuhkan orang yang bisa ia percaya, maka ia mengajak kakak kandungnya Melina Wibowo, yang dulu pernah bekerja di toko cat untuk bersama – sama membangun dan melebarkan sayap perusahaan.
Hingga kini, perusahaan yang ia kemudikan ini menjadi supplier utama ke setiap outlet-outlet, retail, pengerjaan proyek, dan lain sebagainya di pulau Bali. “Yang menyadarkan saya untuk bangkit itu sebenarnya berangkat dari anggapan atau hinaan orang-orang. Kamu mau jadi apa kalau pekerjaan seperti ini?. Malas-malasan dan lain-lain.
Dengan begitu saya tunjukan dan buktikan lewat kerja. Saya pasti bisa. Jualan kayu pelan-pelan akhirnya besar sampai saat ini. Pastinya saya meyakini bahwa ada campur tangan Tuhan. Karena dimasa-masa sulit, seperti utang kiri-kanan, tidak punya uang, dan lain sebagainya pasti selalu ada jalan untuk dilalui. Saya meyakini itu ya. Juga kedua, didukung dari istri serta keluarga juga, sehingga kerja keras saya bisa sampai seperti ini,” tutupnya.
Sementara itu, Della Anastasia Jahja, sang istri yang begitu setia menemani Haris sejak awal mendukung perusahaan PT. Haris Mitra Lestari, memiliki pandangan lain tentang sosok suami. Ibu tiga anak ini menilai jika semangat, kerja keras dan kemandirian dari Haris sudah terlihat saat awal mengenalnya.
“Saya kenal Suami di Bali tahun 2006. Saat itu Haris sudah mulai buka usaha sendiri. Jadi memang dia memang dewasa ya. Jadi benar-benar mandiri. Intinya dia memiliki jiwa yang besar dari diri sendiri, dari pengalamannya sendiri. Di tahun 2006 setetalah saya kembali dari Australia, saya melihat dia itu berbeda dengan anak-anak muda lainnya.
Saya menemukan karakter yang berbeda dengan laki-laki lain. Tapi dia tidak marah-marah juga. Sekalipun kalau ada persoalan dalam bisnis. Dia itu orangnya kuat dan sabar,” jelasnya. Bagi perempuan yang akrab disapa Della ini, dirinya merasa sangat beruntung bisa merasakan pelajaran yang berarti dari sang Suami.
Sehingga, pemahaman dalam menjalankan usaha bisa ia pelajari dari pengalaman Haris. “Sehingga dengan sejuta pengalaman itu, Haris mampu menepis beragam stigma buruk tentang masa lalunya dulu dan mampu ia buktikan dengan kemandiriannya saat ini,” pungkasnya.