I Ketut Ardana & Ni Made Sri Wahyuni – UD. Asri
Sebelumnya I Ketut Ardana, aktif sebagai pemuda sarjana penggerak pembangunan pedesaan (PSP3) yang ditempatkan di daerah Kintamani sejak tahun 1989-1991. Setelah program berakhir, ia menaruh harapan akan diangkat sebagai staff tetap, justru ia yang saat itu telah berkeluarga malah luntang lantung mencari pekerjaan.
Tak mau berlarut-larut dalam kondisi ketidakjelasan, Ketut Ardana dan istri, Ni Made Sri Wahyuni mulai mencoba membuka toko, yang menjual berbagai kebutuhan sehari-sehari. Hingga sampai pada di tahun 1992, ada bantuan dari pemerintah untuk pejuang veteran sebesar 100 ribu yang diperuntukkan untuk ayahnya. Ayahnya mengatakan agar uang tersebut dibelanjakan saja. Namun bagi Ketut Ardana sangat disayangkan, uang sebanyak itu dihabiskan begitu saja. Ia pun bertemu dengan rekannya, Bapak Saputra pemilik toko di Klungkung, guna menanyakan dan memohon nasehat, usaha apa yang bisa ia buka dengan modal bantuan dari pemerintah tersebut.
Pria kelahiran Desa Penasan, Klungkung 29 September 1965 ini, kemudian mengikuti anjuran Bapak Saputra untuk mendirikan usaha bahan bangunan. Dari uang 100 ribu, ia gunakan untuk membeli semen yang harganya masih 5000 rupiah dan terkadang dipermudah oleh Bapak Suputra dalam peminjaman produk untuk dipajang di usaha Ketut Ardana. Kemudian ia juga menambah modal 2 juta dari pinjaman di BPD, dan terwujudlah pendirian usaha bahan bangunan pada tahun 1992 yang luasnya saat itu masih berupa warung kecil atau setengah dari luas bangunan “UD. Asri” saat ini.
Tantangan – tantangan selama mengelola modal usaha, di mana Ketut Ardana dan istri yang tidak memiliki basic sama sekali dalam pengalaman tersebut, benar-benar sempat kelabakan dalam menanganinya. Pria lulusan sarjana peternakan ini, bahkan sempat nyambi sebagai pengurus LPD, agar mampu menambah modal.
Sempat Terlalu Ambisius
Ambisi dalam menjalankan usaha dan pekerjaan yang sama-sama berjalan beriringan, dinikmati oleh Ketut Ardana. Sejak pk. 03.00 pagi mengirim sembako atau hasil-hasil bumi terlebih dahulu ke pasar dan pada pk. 08.00, ia harus sudah berangkat ke kantor LPD. Warung dan pekerjaan kantoran yang semakin berkembang dan memberikan penghasilan yang lumayan saat itu.
Namun tidak dengan waktu untuk bersosialisasi atau dikenal dengan istilah ngayah di Bali, yang terbentur dengan waktu. Menyebabkan ketidakharmonisan yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat. Bahkan sampai pada kejadian pencurian yang terjadi di warungnya yang masih sangat sederhana, membuat Ketut Ardana dan istri hampir hilang semangat saat itu. Padahal jauh sebelumnya, ia telah berjanji pada dirinya sendiri, akan meninggalkan pekerjaan di LPD, bila warungnya telah cukup stabil untuk dijadikan mata pencaharian satu-satunya.
Pengalaman tersebut membuat Ketut Ardana menerima pelajaran penting dalam hidupnya, bahwa ia sifat ambisiusnya terdahulu, tak bisa ia jadikan sebagai landasan dalam membangun usahanya. Justru malah mendatangkan kerugian bagi diri sendiri, bahkan keluarga.
UD. Asri pun resmi menjadi usaha yang menjadi fokus utama Ketut Ardana dan mampu berjalan hingga saat ini, meski berada di tengah kondisi pandemi. Beroperasi di Jalan Tihingan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, seiring berjalannya waktu dan dikenal oleh masyarakat, dari berupa warung, kini UD. Asri berhasil dihantarkan oleh Ketut Ardana dan istri, bertransformasi menjadi sebuah toko yang dibuka setiap hari, sejak pukul 07.30 s/d 16.30. Berupaya terus menjaga perfoma dan menjual berbagai bahan bangunan seperti batako, genteng, kayu, sanggah dan lain-lain, tentunya dengan kualitas yang terjamin.
Pencapaian Ketut Ardana saat ini, tentu tak lepas dari didikan di masa kecil dan pengaruh dalam keluarga. Lahir dari orang tua petani penggarap sawah, yang hanya lulusan Sekolah Rakyat. Anak bungsu dari enam saudara ini meski sempat merasakan peliknya hidup di masa itu, namun kasih sayang dari orang tua, khususnya dari ibu tak pernah ia lupakan sampai saat ini. Terlebih ayah yang sibuk mencari nafkah, sehingga sosok ibu menjadi satu-satunya tempat mencurahkan hati saat itu.
Sebagai anak bungsu dari enam bersaudara, bukan berarti Ketut Ardana menjadi sosok yang manja, ia sama sekali mendapat perlakuan khusus dari orang tua. Bahkan ia ingin dipandang menjadi sosok yang kuat seperti kakak-kakaknya, terutama saat bekerja. Lima kakak kandungnya yang memilih untuk merantau dalam mengambil pekerjaan, sempat ingin diikuti olehnya. Namun sepertinya, jalan ia untuk merantau tidak direstui oleh Sang Pencipta, dan ia harus cukup puas dengan mencari nafkah di desa kelahirannya.
Kehidupan sosial di masa Ketut Ardana yang jelas berbeda dengan anak-anak zaman sekarang, apalagi berbicara media sosial. Bila ia dulu bermain bersama teman-teman dengan peralatan seadanya, sudah menjadi kebahagiaan, kini teknologi media sosial yang mempermudah kita untuk memperoleh informasi dan tampil di dunia maya, bagi Ketut Ardana, fenomena ini bagai pisau bermata dua. Satu sisi memberikan dampak positif, sisi lain dapat memberikan sesuatu yang negatif, bila tidak bijak dalam menggunakannya. Jangan sampai menggunakan media sosial untuk bullying atau menghakimi seseorang, karena selain tergolong tindakan yang pengecut, juga dapat menimbulkan efek psikis bagi korbannya.
Mungkin hal ini yang bisa disampaikan Ketut Ardana kepada generasi muda, agar tak hanya menjaga etika saat bersosialisasi secara langsung, tapi juga melalui sosial media. Meski raga tak saling bertemu, namun jari-jari kita saat berhadapan dengan media sosial, bisa melebihi bagaimana bibir kita berucap.
Penanaman dari karakter dan agama yang kuat sejak dini, bisa menjadi solusi orangtua dalam menghadapi fenomena teknologi yang semakin maju ini. Tidak hanya memberi pengawasan, batasi anak-anak kita untuk menggunakan media sosial, terlebih yang masih dibawah umur, berikan pemahaman sebaik mungkin, disesuaikan dengan usia mereka.
Pemahaman tentang agama pun sudah menjadi kewajiban pendidikan orangtua yang tidak bisa dinomorduakan. Bila sudah memiliki ketahanan berlandaskan agama yang kuat dalam menjalani kehiduan sehari-hari. Keyakinan akan campur tangan Tuhan pun akan selalu menyertai setiap langkah dan doa kita. Kolaborasi ini, absolutely akan berperan besar dalam setiap perjuangan individu, sama halnya dengan pencapaian Ketut Ardana dan istri saat ini, yang tengah menikmati hasilnya di masa tua.