Imam Mun Im – UD. Kartika Jaya
Bagi Imam Mun Im, satu-satunya alasan ia mampu bangkit, melakukan perubahan dengan keadaan ekonominya ialah keterpaksaan. Keterpaksaan untuk mengambil langkah keluar dari zona nyaman, demi pemenuhan kebutuhan hidup. Kalau bukan paksaan dari kekurangan ekonomi, perjalanannya tidak akan sampai disini.
Diawali dengan bekerja sebagai tukang di proyek-proyek, Imam Mun Im mendapat informasi tentang adanya sistem pekerjaan borongan, sekaligus terinspirasi dari mantan bosnya yang ia saksikan melakukan sistem borongan tersebut. Tanpa perlu mengeluarkan modal, memiliki pengetahuan tentang harga material proyek dan mendapatkan kepercayaan orang, sudah memenuhi syarat untuk bekerja sebagai pekerja borongan. Imam Mun Im memtuskan mengambil pekerjaan tersebut, demi tuntutan kebutuhan sehari-hari. Dari pekerjaan sebagai tukang, kemudian mulai memperbaiki perekonomiannya dengan bekerja sebagai pemborong.
Sambil bekerja, Imam Mun Im juga melanjutkan kuliah di jurusan teknik sipil, Univeritas Saraswati, kebutuhan ini merupakan salah satu alasan, ia mulai mengambil langkah untuk memperbaiki ekonomi dengan mengambil peluang yang lebih menjanjikan.
Setelah lepas dari pekerjaan bosnya, Imam Mun Im pun mulai bertindak sebagai pemborong, dan mulai mencari peluang. Selama setahun, ia sempat tidak mendapatkan pekerjaan borongan sama sekali, namun karena status masih belum berumah tangga, ia tetap menjalaninya, selagi hanya perlu memenuhi kebutuhan perutnya sendiri.
Tawaran kemudian kembali datang, dari rekan Imam Mun Im untuk membuka sebuah toko material bangunan. Terlepas dari modal berupa materi, bekerja dengan dilandaskan kejujuran menjadi dasar mutlak dalam membuka usahanya yang berlabel “UD. Kartika Jaya”, berlokasi di Jalan Cargo Indah II, No. 8 Ubung.
Keberanian untuk menghadapi bukan zona nyamannya, Imam Mun Im membawa “UD. Kartika Jaya” mampu bertahan dan berjalan hingga saat ini, dengan jumlah 11 orang karyawan. Atas pencapaiannya tersebut, Imam Mun Im mampu membuktikan kesuksesannya, meski dibesarkan oleh orangtua sebagai petani, yang penghasilannya masih pas-pasan.
Di masa-masa menempuh pendidikan, dengan hanya mengandalkan mata pencaharian tersebut, bisa saja orangtuanya tidak bisa menyekolahkan Imam Mun Im, namun karena juga diimbangi dengan doa, niat dan semangat yang tinggi, Imam Mun Im tetap bisa bersekolah sebagaimana mestinya.
Saat Imam Mun Im menginginkan untuk melanjutkan kuliah di Malang, ia memilih untuk tidak memberatkan orangtua, dengan bekerja sambil kuliah di Bali. Seiring berjalannya waktu, dan mulai merasakan kenyamanan untuk bekerja dibandingkan kuliah, terlebih saat mulai mengerjakan proyek dari dosennya, Bapak Gede Sunarsa yang sekaligus pengusaha kontraktor bangunan, ia pun memilih untuk fokus bekerja dan meninggalkan kuliah.
Kalau bukan “keterpaksaan” , ungkap Imam Mun Im, ia tidak akan mengambil langkah sebagai wirausaha dan memilih bermain aman saja. Situasi keterpaksaan yang terus menuntut untuk melakukan perubahan pada langkah yang diambil, demi memenuhi kebutuhan ekonomi, akhirnya menjadi pilihan hidupnya.
Di sisi lain dari pilihan hidupnya tersebut, Imam Mun Im tak hanya sekedar menjalaninya saja, ia juga memperoleh pelajaran hidup, seperti untuk tidak mudah berputus asa dan jangan pernah takut kekurangan rezeki. Selama kita selalu berusaha, ada Tuhan yang akan selalu memberi kita jalan rezeki yang bisa datang dari mana saja.