Kesuksesan dr. I Wayan Nuarsa, Sp.THT selain berprofesi sebagai dokter spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) juga sebagai wirausaha adalah berkat dukungan dari orangtua yang berlatar belakang dari pekerjaan mereka yang tak kalah mulia, yakni sebagai petani. Saat kecil, belum ada cita – cita dari pria kelahiran Badung 13 Maret 1967 ini, untuk menjadi dokter, seperti anak-anak kebanyakan. Ia menuturkan hanya ada naluri bekerja, demi membantu meringankan beban orangtua.
Orangtua dr. Nuarsa memang petani sederhana, namun keduanya bertekad untuk mengubah nasib anak – anaknya agar memiliki nasib yang lebih baik, khususnya dalam hal ekonomi. Diungkapkan dr. Nuarsa, meski ibunya memiliki riwayat penyakit asma, tak membuat beliau membatasi diri, dengan bekerja sebagai penandu maupun di lahan sendiri, pagi, siang dan malam untuk mencapai pembekalan pendidikan dr. Nuarsa dan dua orang saudaranya, agar tak hanya sampai bangku SD, seperti mereka.

Baca Juga : Mengedukasi Pentingnya Kesadaran Menjaga Kesehatan dan Lingkungan yang Aman Bagi Hewan Peliharaan
Tamat SMP, atas dukungan keluarga ia kemudian disarakan melanjutkan sekolah ke jenjang SMA sembari belajar menetaskan telor itik. Memasuki lingkungan baru, ia memperhatikan banyak teman – temannya tertarik untuk melanjutkan ke kedokteran. Ia pun terbawa suasana untuk ikut masuk dalam bidang tersebut, bahkan sempat bingung untuk memilih fakultas mana yang akan ia pilih. Hingga saat mengikuti testing dr. Nuarsa menjatuhkan pilihannya di Fakultas Kedokteran.
Dengan proses yang tidak semudah mereka yang lebih mapan dalam ekonomi, dr. Nuarsa meminimalisir kebutuhannya akan buku – buku, dengan cara difotocopy atau meminjam buku di perpustakaan. Tak hanya berkat orangtua yang bekerja keras dalam membiayainya, ia beruntung ada di tengah lingkaran pertemanan positif yang memberinya dukungan moril, sampai berhasil menamatkan kuliahnya.

Setelah gagal masuk Pegawai Negeri Sipil, dr. Nuarsa kemudian membuka praktek di kampung halamannya, peluangnya saat itu cukup baik, karena masih minim warga di desa yang menjadi dokter. Singkat cerita, cukup memiliki modal, ia melanjutkan ke spesialis THT dan lulus tahun 2005. Pria berusia 55 tahun ini, masih aktif bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Denpasar sedangkan untuk jam praktek sore dipidahkan ke tempat praktek di kampung halamannya.
Baca Juga : Berani Bertransformasi dan Beradaptasi BPR Sinar Kuta Terus Berorientasi Menggeliatkan UMKM
Tak sampai di sana, upaya ia kerahkan dengan membangun apotek bernama “Apotek Prana Sidhi” yang beralamat di Jl. Pratu Rai Madra, Kekeran, Kec. Mengwi, Kabupaten Badung. Dalam perintisan usaha tersebut, dr. Nuarsa pun tak lepas dari tantangan – tantangan terutama di awal pengembangan. Ia pun tak mengekspetasikan akan langsung mendapat pasien, terutama fasilitas ruang prakteknya di apotek. Ia sempat harus membayar gaji empat orang karyawannya, dengan uang pribadi. Seiring perkenalan yang dilakukan melalui pelayanan dan hubungan emosional yang diciptakan dalam menerima pasien umum, Apotek Prana Sidhi, pun diakui keberadaannya dalam memenuhi kebutuhan obat – obatan, alat kesehatan dan alat medis sekali pakai, seperti masker dan perban.

Selama setahun penuh, dr. Nuarsa hampir tak menerima pasien, ia maklumi kondisi tersebut, karena usaha sekaligus prakteknya yang termasuk di wilayah desa. Ia tak pantang menyerah, justru semakin berinovasi, dengan memberikan diskon jasa konsultasi sebesar 20 hingga 50 persen kepada semua warga Desa Kekeran. Hal ini sebagai wujud empati dan rasa terimakasih, kepada para orangtua di desa yang telah bekerja keras menghidupi keluarga. Agar bisa meningkatkan derajat kesehatan para penduduk desa, untuk mencapai lansia yang sehat, mandiri dan aktif, bahkan memungkinkan berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat.