Setelah bergelut di LPD Desa Adat Pakuseba selama tujuh tahun, terhitung mundur sejak tahun 2016, I Wayan Sudinasution akhirnya terpilih sebagai Ketua. Padahal sebenarnya lebih banyak yang senior dibandingkan dirinya. Perasaan campur aduk pun sempat menyesati dirinya, sebelum ia menerima tawaran tersebut, mengingat memegang tanggung jawab tertinggi lembaga ini sangatlah tidak mudah, terlebih rawan akan diterpa isu – isu miring dan terkait perarem yang berlaku di desa adat.
Kendati lahir di Banjar Pakuseba, Desa Taro, I Wayan Sudinasution sejak tamat SD sudah tinggal di Ubud, tepatnya di Puri Kaleran. Bila ia tetap di desa, ia khawatir tak akan bisa menamatkan SMA dari penghasilan orangtua yang hanya sebatas petani saja. Semangat dan alasannya untuk terus bersekolah demi memiliki landasan pendidikan disamping skill yang dimiliki dan lebih fleksibel untuk mengambil kesempatan kerja nantinya.
Baca Juga : “Sebuah Dedikasi Untuk Desa Bongan” Maju Beriring Dengan Nilai-Nilai Luhur, Tradisi dan Budaya
Dari dibiayai pendidikan, mendapatkan tempat tinggal hingga bekerja menerima tamu penginapan, menjadi pengalaman pria yang akrab di sapa Sudina ini bersentuhan dengan pariwisata di Puri Kaleran.
Beralih ke tahun 2002, Sudina memutuskan resign karena tragedi Bom Bali. Ia pulang ke desa dan bergabung di LPD Desa Adat Pakuseba yang tengah membutuhkan tenaga karyawan saat itu. Posisi pertama yang ditempatinya sebagai Collector Credit dan berlangsung selama tujuh tahun. Beberapa tahun kemudian LPD Desa Adat Pakuseba dihadapkan dengan kekosongan bangku pimpinan dikarenakan ketua sebelumnya tutup usia, pencalonan pun harus segera dilakukan. Tak menyangka ia pun terpilih, padahal masih banya senior yang memiliki pengalaman diatasnya.