Pembangunan ekonomi kerakyatan bisa dilakukan dalam beragam format terapan. Di Bali sendiri, pembangunan ekonomi pedesaan telah di galang dengan beragam konsep yang menyasar sektor pertanian, pariwisata dan juga usaha mikro. Upaya ini tentunya mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, apakah upaya pemberdayaan tersebut sudah berjalan mulus sesuai harapan?. Untuk menjawabnya, inisiatif serta upaya baik dari kerja-kerja sebagian masyarakat akan menjadi penentu. Termasuk dari kisah perjalanan hingga lahirnya Koperasi Tangkas Sari Sedana yang diproyeksikan menjadi salah satu konsep koperasi pemberdayaan berbasis kelokalan budaya dan tradisi Bali.
Merinci berbagai objek kebudayaan, Pulau Dewata menjadi salah satu pulau yang menyimpan ritus atau upacara adat yang begitu kental dan tentu beragam. Barang tentu, tradisi itu pun menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat Bali untuk bisa menjalankannya. Satu yang paling dikenal ialah upacara Ngaben, kemudian Melasti, Galungan, Kuningan dan lain sebagainya. Tak bisa dipungkiri, ritus-ritus besar seperti itu pun tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Atas dasar beragam kebutuhan itulah sejumlah pengurus di salah satu desa daerah Ungasan, tepatnya di Banjar Mekar Sari, Ungasan. Membentuk salah satu konsep keuangan pemberdayaan bagi warga kelompok masyarakat keagamaan di Pura Panti Tangkas Sari.
Baca Juga : Pemuda Berdikari Sukses Membangun Klinik Fisioterapi Dengan Niat Membantu Masyarakat Hidup Sehat
Salah satu nahkoda yang memiliki peran sekaligus menjadi aktor kepercayaan masyarakat untuk mengarungi panjang perjalanan koperasi tersebut adalah I Wayan Suwita, S.H. Menjabat sebagai ketua selama 2 (dua) periode, Wayan Suwita mampu membawa Koperasi Tangkas Sari Sedana tetap eksis dan berdiri mengibarkan bendera hingga berkembang sampai saat ini. Tidak ketinggalan, hadirnya koperasi ini memberikan manfaat yang dirasakan oleh banyak pihak. Tidak melulu terkait dengan urusan upacara adat dan keagaaman, namun juga mampu memenuhi kebutuhan usaha, ekonomi pemberdayaan dan juga pemenuhan modal sesuai kebutuhan para anggota.
Saat ditemui di rumah tempat tinggalnya, Wayan Suwita menceritakan banyak hal tentang awal mula berdirinya Koperasi Tangkas Sari Sedana. Ia mengakui, cikal bakal lahirnya koperasi tersebut dari inisiatif serta niat baik para pendiri untuk memelihara keharmonisan hidup dalam lingkup kelompok masyarakat adat di Pura Panti Tangkas Sari. “Ide awalnya di tahun 2015, kebetulan saya sebagai salah satu pengurus di Pura Panti Tangkas Sari dan kami memiliki anggota kurang lebih 200 KK, jika dikumpulkan minimal Rp. 1 jt per KK, maka memiliki Rp. 200 jt. Nah, gagasan kami sebagai pengurus waktu itu agar uang tersebut bisa dijadikan sebagai modal untuk membentuk koperasi tradisional. Sehingga dari sana, ide itu diteruskan menjadi sebagai koperasi resmi. Sesuai dengan amanat UU 25 thn 1992,” jelas pria paruh baya yang kesehariannya menjalankan peran sebagai kelihan banjar adat di Banjar Adat Kangin, Ungasan.