Untuk mengembangkan potensi Kabupaten Bangli yang masih belum tergarap, I Kadek Budiartawan yang hangat disapa Dek Bontot, telah membangun dua usaha, yakni peternakan ayam petelur dan perusahaan air mineral. Keputusannya untuk memulai peternakan ayam petelur merupakan langkah untuk menghidupkan kembali kejayaan usaha serupa yang dahulu dijalankan oleh orang tuanya namun telah tutup. Dengan semangat baru, Dek Bontot berharap bisa menjadikan peternakan ini sebagai salah satu pilar ekonomi lokal di Bangli. Sementara itu, dalam upayanya membangun perusahaan air mineral, Dek Bontot menghadapi realitas bisnis yang tidak sesuai dengan ekspetasi awal. Tantangan besar dalam hal operasional, pemasaran dan persaingan membuatnya sempat berada di ambang keputusasaan. Ia memilih tak menyerah, demi mengembangkan potensi ekonomi di Bangli, juga memberikan inspirasi kepada generasi muda untuk memberdayakan sumber daya lokal secara kreatif dan inovatif.
Potensi Bangli sebagai daerah peternakan tidak bisa begitu saja dilupakan. Terlebih lagi, ayah Dek Bontot memiliki sejarah sebagai salah satu peternak ayam sukses pertama di Bangli pada era 1970-an. Memiliki ‘darah biru’ dalam bidang peternakan menjadi modal berharga yang mempermudah langkah Dek Bontot untuk melanjutkan jejak tersebut.
Pria lulusan STP (Sekolah Tinggi Perhotelan) Nusa Dua ini kemudian memutuskan untuk mencoba peruntungannya dengan berkarir di kapal pesiar yang sedang booming pada saat itu. Tiba pada delapan tahun berlayar, Dek Bontot memutuskan untuk pulang ke kampung Desa Tiga, Kecamatan Susut, Bangli. Kepulangan Dek Bontot ke kampung halamannya ternyata membawa cerita baru dalam hidupnya, dirinya kemudian dipercaya oleh masyarakat di desanya untuk maju mencalonkan diri sebagai Pebekel / Kepala Desa. Singkat cerita, Dek Bontot pun terpilih menjadi Perbekel di desanya melanjutkan sekaligus menjaga nama baik keluarganya dimana sebelumnya sang ayah dan kakeknya sempat juga menjabat sebagai perbekel di desanya.
Baca Juga : “UD. KAMASAN BALI” Hidupkan Warisan Uang Kepeng di Tengah Modernisasi
Disamping mengemban tugas sebagai perbekel saat itu, Dek Bontot juga mencoba membangun kembali peternakan ayam petelur peninggalan sang ayah untuk menjadi bekal anak cucunya kelak, namun karena kesibukannya dalam pemerintahan desa yang pada akhirnya membuat usahanya belum bisa berkembang secara signifikan. Setelah masa jabatannya usai, Dek Bontot mulai fokus dan totalitas untuk usaha peternakan ayam petelurnya dengan nama “Aditya Farm”. Dengan modal awal 120 ekor ayam, ia memulai usahanya dengan bekal pengetahuan yang diperolehnya dari membaca buku dan berdiskusi dengan teman-teman yang berpengalaman. Kendati telah memahami karakteristik bisnis ini, Dek Bontot tetap harus menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Salah satu tantangan utama yang ia hadapi adalah ketergantungan pada pasokan pakan ternak dari luar Bali, yang membuat biaya operasional menjadi lebih tinggi. Selain itu, dari segi pasar, ia juga dihadapkan pada dinamika unik di Bali. Dengan populasi ayam petelur di Bali yang berkisar antara 1 hingga 1,5 juta ekor, jika semua telur hasil produksi dilepas di pasar lokal, harga bisa anjlok karena tidak sebanding dengan permintaan masyarakat Bali. Untuk menjaga stabilitas harga dan kelangsungan bisnis, Dek Bontot mengarahkan distribusi hasil produknya ke pasar di luar Bali, seperti Lombok, Sumbawa, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Langkah ini tidak hanya menjadi solusi untuk mengatasi kelebihan pasokan di Bali, tetapi juga membuka peluang untuk memperluas jaringan pemasaran ke wilayah lain.
Dalam menghadapi tantangan ini, Dek Bontot menyadari pentingnya mengadopsi teknik budidaya yang lebih efisien untuk menekan biaya produksi. Sistem peternakan konvesional, meskipun masih banyak digunakan, memiliki banyak kendala, termasuk kebutuhan tenaga kerja yang tinggi, biaya operasional yang besar terutama untuk pakan, serta kerentanan terhadap fluktuasi pasar dan serangan penyakit. Untuk mengatasi hal ini banyak peternak termasuk Dek Bontot, mulai beralih ke modernisasi. Dengan sistem ini, berbagai proses seperti pemberian pakan, pengumpulan telur hingga pengelolaan limbah dapat dilakukan secara lebih efisien, sehingga biaya operasional dapat ditekan. Modernisasi kandang tidak hanya membantu mengurangi dampak negatif saat harga telur jatuh, tetapi juga memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap ancaman penyakit. Dalam jangka panjang, pendekatan ini menjadi strategi kunci untuk menjaga keberlanjutan usaha peternakan, bahkan di tengah tekanan pasar yang tidak menentu. Dek Bontot terus mendorong inovasi ini sebagai bagian dari upayanya untuk memperkuat daya saing peternakan ayam petelur di Bangli. Syukurnya dengan aksi nyata, sampai sekarang bisnisnya semakin eksis hingga mampu mendistribusikan ke beberapa hotel sejak tahun 2021.
Tak Semudah yang Dipikirkan
Usaha air mineral dalam kemasan (AMDK) yang digagas Dek Bontot berakar pada potensi alam Bali yang kaya akan sumber daya mata air, khususnya di Bangli. Daerah ini dikenal memiliki kualitas air yang sangat baik, menjadi salah satu kekayaan alam luar biasa yang jarang dimiliki oleh wilayah lain. Menariknya, banyak kabupaten lain di Bali seperti Gianyar, Tabanan, Badung, Klungkung hingga Singaraja mengandalkan sumber mata air yang berasal dari Bangli. Namun ironisnya, Bangli sendiri belum mampu menikmati hasil dari potensi besar tersebut secara optimal. Sebagian besar wilayah Bangli yang berstatus sebagai kawasan konservasi memiliki keterbatasan dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi. Hal ini membuat sumber daya alam seperti mata air yang melimpah di Bangli sering kali hanya dimanfaatkan oleh kabupaten lain, sementara manfaat langsung bagi masyarakat lokal masih minim.
Dek Bontot melihat potensi ini sebagai peluang besar yang sayang jika tidak dimanfaatkan. Dengan keyakinan bahwa sumber daya air ini bisa menjadi aset strategis bagi Bangli, ia memutuskan untuk merintis usaha air mineral bermerk “Sangsang Water” dijalankan dibawah naungan perusahaan “PT. Satyaloka Tirta Amerta” di tahun 2012. Baginya, pemanfaatan yang tepat bukan hanya dapat mengangkat perekonomian lokal, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan dan memberikan dampak yang lebih luas bagi masyarakat Bangli.
Realitas bisnis nyatanya tidak seindah dan semudah yang dibayangkan oleh Dek Bontot. Awalnya, ia berpikir bahwa usaha air mineral hanya sebatas mengambil air, mengemasnya dan memasarkan produk. Dalam benaknya, keuntungan besar pun tampak seperti sesuatu yang pasti. Namun, perjalanan selama lima tahun mengelola Sangsang Water membawa tantangan jauh lebih berat dari perkiraannya. Dek Bontot sadar akan kebutuhan modal dari bisnis ini harus kuat ditambah strategi jangka panjang. Tantangan utamanya adalah bersaing dengan perusahaan air minum besar yang telah memiliki posisi kuat di hati masyarakat dan para kompetitor telah mencakup seluruh segmen pasar, mulai dari menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Setiap segmen telah dikuasai oleh pemain-pemain besar yang memiliki jaringan distribusi kuat. Keberadaan merek-merek nasional yang mendominasi pasar membuat penetrasi produk barunya menjadi tugas yang sangat sulit. Di tengah tekanan tersebut, ia sempat merasa hampir putus asa. Meski demikian, Dek Bontot tidak kehilangan keyakinan. Ia percaya bahwa kualitas air mineralnya tidak kalah dibandingkan dengan produk yang sudah lebih dulu terkenal di pasar nasional. Dengan tekad yang kuat, ia meyakini bahwa Sangsang Water memiliki potensi untuk bersaing, asalkan ia terus berinovasi dan membangun strategi pemasaran yang efektif.
Dek Bontot berupaya menjaga keberlangsungan pada strategi yang matang. Ia menerapkan siasat untuk memperkuat distribusi dan membangun tim yang handal dalam memelihara operasional. Tim ini tidak hanya fokus pada keberlajutan bisnis, tetapi juga memastikan setiap proses berjalan seefisien mungkin. Selain fokus pada operasional, Dek Bontot juga memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan, terutama terkait sampah plastik. Sebagai langkah nyata, ia mengurangi penggunaan kemasan plastik. Sebagai langkah nyata, ia memutuskan untuk mengurangi kemasan plastik dan beralih ke penggunaan galon dan botol kaca sebagai kemasan utama. Ia berharap dengan turut menjaga kesimbangan alam, menjadi wujud doa juga untuk Sangsang Water agar terus diberkati semesta. Bisa terus mampu mempekerjakan 80-100 karyawan dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai merek lokal unggulan yang tidak hanya berkualitas, juga tak kalah pada kepedulian pelestarian lingkungan, sembari terus menggali potensi perekonomian lainnya yang tersembunyi di Bangli.