Awal tahun 1990-an, pariwisata Bali memang tengah mencapai masa kejayaannya. Pulau Dewata menjadi primadona bagi wisatawan domestik maupun mancanegara yang terpikat oleh keindahan alam, seni budaya dan keramahannya. Namun, yang tak kalah menarik perhatian adalah interaksi unik yang terjalin antara wisatawan dan warga lokal. Baik mereka yang bekerja langsung di sektor pariwisata, seperti pemandu wisata, pelaku seni dan staf hotel, maupun mereka yang terlibat secara tidak langsung, seperti pedagang dan pengrajin, memiliki hubungan persahabatan yang erat dengan para pelancong. Hubungan ini tidak sekedar di lingkup pekerjaan, juga sering kali berkembang menjadi hubungan layaknya keluarga. Keakraban yang terjalin pun menciptakan rasa saling pengertian dan memberikan dukungan yang mendalam antara kedua pihak.
Seperti kisah I Gusti Ngurah Mahardika dalam bisnis kulinernya, bernama “Waroeng Billy’s D’Desa”. Perintisannya berawal dari keakrabannya dengan salah satu teman wisatawan, ketika ia masih menjadi freelance guide. Ia pribadi tak memiliki skill khusus dalam memasak, hanya masakan rumahan untuk orangtua, yang ia rasa belum cocok untuk dibawa ke hidangan kuliner berskala internasional. Sampai suatu saat salah satu teman mancanegaranya, membantunya memberikan masukan terkait menu yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi bagian dari bisnis kuliner perdananya.
Akrab dipanggil Ajik Billy, mengawali karirnya di pariwisata sebagai seorang freelance guide. Nama “Billy” yang kini melekat padanya justru berasal dari wisatawan mancanegara yang kerap berinteraksi dengannya. “Bule-bule itu kesulitan mengingat nama khas Bali, jadi mereka memberikan saya nama Billy, agar mudah diingat”, jelasnya sambil tersenyum. Baginya, pemberian nama tersebut adalah sesuatu yang istimewa serta simbol kehangatan persahabatan lintas budaya. Nama itu tidak hanya memudahkan wisatawan mengingatnya, tetapi juga menjadi awal dari hubungan yang lebih akrab, yang kelak berperan besar dalam perjalannya membangun bisnis kuliner. Siapa yang menyangka, keakraban dan keramahan ini menjadi salah satu modal utamanya dalam mengembangkan usahanya yang kini dikenal luas.
Baca Juga : Mengalirkan dan Menghidupkan Harapan, PT. Satyaloka Tirta Amerta dari Bangli untuk Bali
Masih di tahun yang sama, cikal bakal Ajik Billy beralih dari guide sebagai pebisnis, semenjak pemerintah memberlakukan aturan yang cukup ketat bagi profesi guide di Bali. Salah satu syarat utama adalah kewajiban memiliki lisensi resmi untuk memastikan bahwa informasi tentang budaya Bali yang tersampaikan kepada wisatawan benar dan akurat. Kebijakan ini membuat Ajik Billy, yang saat itu berprofesi sebagai freelance guide, merasa kurang nyaman karena belum memiliki lisensi tersebut. Ajik Billy yang sudah menjalin hubungan baik dengan wisatawan mancanegara, akhirnya memutuskan untuk mencoba peruntungan di bidang lain. Ia mulai merintis usaha kuliner kecil-kecilan sebagai alternatif. Keputusannya ini didasari oleh keinginannya untuk tetap memanfaatkan relasi baik yang telah terjalin, sambil mengeksplorasi peluang baru. Langkah ini menjadi awal perjalanan Ajik Billy dalam dunia wirausaha.
Berbekal ide tersebut, Ajik Billy mulai merancang konsep Waroeng Billys D’Desa pada tahun 1990. Ia memulainya dengan sederhana, hanya tiga meja kecil sebagai tempat awal melayani pelanggan. Untuk mendukung usahanya, Ajik Billy mengajak adik sepupunya, yang merupakan lulusan sekolah pariwisata, untuk menyempurnakan kemampuan bahasa inggrisnya dalam berkomunikasi. Dalam menentukan menu, teman wisatawannya memberikan saran untuk menghadirkan beberapa hidangan Barat, seperti sandwich, yang dianggap cocok dengan selera wisatawan mancanegara. Ajik Billy menerima masukan tersebut dengan antusias, dan ide itu ternyata mendapat respon positif dari pelanggan. Seiring berjalannya waktu, menu di Waroeng Billy’s D’Desa semakin beragam. Selain hidangan barat, ia juga menambahkan berbagai menu Indonesia hingga pilihan vegetarian. Dengan variasi harga, mulai dari single menu hingga paket yang lebih ekonomis, warung ini berhasil menarik lebih banyak pelanggan dan menjadi pilihan favorit wisatawan.
Tak hanya mengembangkan restoran, Ajik Billy juga berinovasi dengan menambahkan fasilitas bar di cabang Kuta. Bar ini menjadi daya tarik tambahan untuk wisatawan mancanegara maupun lokal yang dirancang untuk melayani pelanggan hingga pukul 1 malam, memberikan pengalaman santai bagi pengunjung. Dekorasi restoran juga menjadi salah satu nilai jual. Dengan konsep taman yang asri dan kolam kecil yang dilengkapi denga suara gemericik air, Ajik Billy menciptakan suasana yang menenangkan sekaligus menarik bagi para pengunjung, kombinasi elemen alami ini tidak hanya memberikan kenyamanan tetapi juga memperkuat daya tarik estetika tempat tersebut. Restoran ini menjadi tempat yang ideal untuk makan bersama keluarga, pertemuan santai dengan teman, atau sekedar menikmati minuman di bar. Dengan layanan ini, Ajik Billy berhasil menjadikan Waroeng Billy’s D’Desa sebagai lebih dari sekedar tempat makan. Restoran ini menjadi destinasi yang menawarkan pengalaman kuliner lengkap dengan nuansa khas Bali, yang dipadukan dengan suasana modern dan ramah wisatawan yang dalam hal ini memperkuat posisinya di dunia kuliner. Meskipun sempat menutup beberapa outlet, empat outlet yang masih beroperasi yaitu Billy’s Bar & Restaurant di Kuta; Billy’s By The Sea di Lovina, Waroeng Billy’s D’Desa, Perean, Tabanan dan Waroeng Billy’s 69 Resto di Jalan Bypass Ida Bagus Mantra, Saba, tetap diakui sebagai tempat kuliner yang selalu memberikan pengalaman memuaskan. Kepuasan tersebut membuat pelanggan yang datang untuk pertama kali sering kali kembali lagi dan bahkan merekomendasikan tempat ini kepada orang lain. Reputasi ini menjadi bukti bahwa kualitas layanan dan cita rasa yang konsisten mampu mempertahankan kepercayaan pelanggan meski menghadapi tantangan bisnis.
Baca Juga : “UD. KAMASAN BALI” Hidupkan Warisan Uang Kepeng di Tengah Modernisasi
Dibalik Tato
Di tengah perkembangan zaman yang semakin kompleks, pandangan terhadap tato telah mengalami perubahan signifikan. Tato bukan lagi dianggap semata-mata sebagai sesuatu yang negatif, melainkan bentuk ekspresi diri yang memiliki makna mendalam bagi pemiliknya. Ajik Billy adalah salah satu contoh nyata bagaimana tato dapat mencerminkan perjalanan hidup dan nilai-nilai pribadi seseorang.
Dibalik tatonya, Ajik Billy dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa sosial yang tinggi serta kedekatan spiritual dengan Sang Pencipta. Baginya, tato tidak hanya sekedar seni tubuh, tetapi juga simbol yang mewakili pengalaman hidup, keyakinan dan perjuangan yang telah dilaluinya sebagai perantau dari Tabanan sebagai buruh tani di Kuta. Dari ratapan sebagai anak petani, Ajik Billy bersikeras mentransformasikan kehidupan yang lebih baik melalui jalur pariwisata. Ia pun terbilang sukses sebagai guide freelance hingga berani ambil sikap dengan mulai berbisnis.
Ajik Billy telah berhasil membangun usaha kulinernya yang patut diperhitungkan berkat konsistensinya dalam sebuah pekerjaan di dunia kuliner dan pengembangan usaha dibidang hospitality lain yaitu villa yang berada di daerah strategis pariwisata di Pulau Dewata. Tak hanya itu, sikap ramah dan hangat yang selalu ia tunjukkan kepada wisatawan, juga menjadi salah satu kunci utama kesuksesannya yang selaras dengan nilai-nilai budaya Bali yang menjunjung tinggi konsep menyama braya (persaudaraan universal). Karena secara tak langsung dari interaksi yang tulus dengan para wisatawan, Ajik Billy telah membangun relasi yang kuat, sekaligus memberinya wawasan baru khususnya dalam pengembangan diri. Ia kemudian memanfaatkan setiap pengalaman yang ia dapatkan untuk mentransformasikan diri dari dulunya anak buruh tani kini sebagai pengusaha lokal yang sukses, dengan menjadikan budaya ramah tamah Bali, sebagai salah satu aset berharga yang mendukung keberhasilannya sekaligus kelestarian pariwisata Bali.