Jika setiap masa jabatan pemimpin desa tampil memberikan progress nyata ke pembangunan infrastruktur maupun jeli melihat potensi masyarakatnya, latar belakang pendidikan tidak lagi jadi soal. Seperti kisah Perbekel Desa Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, usia 13 tahun sudah bekerja sebagai mandor, kemudian merantau ke beberapa wilayah di Indonesia hingga siap membangun desa tercinta dan potensi masyarakatnya.
I Wayan Rusih, S.H lahir di Desa Baha, dari keluarga petani sekaligus peternak yang ‘apa adanya’. Selain dekat dengan orangtua, kakek adalah sosok yang tak kalah menjadi panutannya. Beliau membimbingnya untuk giat bekerja dan belajar. Namun riwayat pendidikannya, hanya sampai tamat sekolah dasar tahun 1975 di SDN 2 Baha, setelah itu tak bisa melanjutkan sekolah karena kesulitan ekonomi. Anak ketiga dari sembilan bersaudara ini, akhirnya memilih giat bekerja menjadi asisten rumah tangga di suatu keluarga puri di Mengwi, demi bisa menempuh pendidikan.

Baca Juga : Anak Desa yang Menuntaskan Dharma Kepada Ayahnya Tercinta Untuk Menjadi Seorang Dokter
Tokoh Bendesa Adat Mengwi yang merupakan salah satu keturunan keluarga tersebut, setelah dua tahun mempekerjakannya juga menunjukkan sisi kepedulian kepada Wayan Rusih dengan mulai mengarahkannya untuk belajar ke pertukangan, karena keluarga beliau banyak yang bekerja sebagai pemborong bangunan yaitu salah satu penyedia jasa yang bisa digunakan untuk sebuah proyek konstruksi bangunan ataupun sekedar renovasi rumah. Ditambah faktor kondisi saat itu sulit memperoleh pekerjaan, karena situasi gempa Seirit tahun 1976. Wayan Rusih setuju dengan penawaran tersebut dan mulai belajar soal bangunan dari nol, dari ngaduk luluh dan lain-lain. Dua tahun belajar, ia siap menjadi mandor di usia 13 tahun.
Pasca gempa Seririt, Wayan Rusih merantau ke Flores dan bekerja PT. Indonesia Makmur selama 2,5 tahun selaku mandor, dari gaji Rp. 250 sampai Rp. 900 ia dapatkan. Tahun 1981 ia pulang ke Bali, setelah menikah ia kembali merantau, kali ini arah tujuan ialah ke Jakarta. Bolak balik Jakarta-Bali untuk membiayai upacara potong gigi keluarga, ia sempat juga berangkat ke Dompu dan merantau ke daerah lainnya di Indonesia. Dengan dana yang sudah mencukupi, ia melanjutkan pendidikan yang sempat tertunda dengan kejar paket B yang setara dengan ijazah SMP.
