Wujudkan Visi Misi Desa Kelusa, Harus Ada Sinergitas Antar Perangkat Desa, Masyarakat dan Pemerintah

Wujudkan Visi Misi Desa Kelusa, Harus Ada Sinergitas Antar Perangkat Desa, Masyarakat dan Pemerintah

Amanat sebagai Kepala Desa atau lumrahnya di Bali disebut Perbekel bukanlah sembarang orang bisa menjalaninya dan wajib tahan banting. Setelah disaksikan dengan mata kepala masyarakat sendiri, pengabdian I Wayan Ardika sebagai perangkat desa akhirnya dipercaya untuk mengemban kewajiban lebih besar dalam memimpin desa. Namun, mungkin sedikit yang tahu, bagaimana sejarah hidupnya, sampai ia memiliki karakter kuat untuk membawa perubahan yang positif bagi Desa Kelusa, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.

Dilahirkan pada tahun 1972, dari orangtua yang tak mengenal sekolah dan buta huruf. Keterbatasan demikian adanya, memaksa orangtuaya harus merantau kemana-mana, demi menyambung hidup. I Wayan Ardika pun dilahirkan di rantauan, tepatnya di Desa Mangguh, Kecamatan Kintamani. Di daerah pinggiran sungai, orangtua yang berpenghasilan sebagai buruh tani, mendirikan pondok, yang mana tembok berupa bambu dan atap dari jerami. Di sanalah ia tinggal dengan jumlah saudara yang cukup banyak, yakni delapan orang saudara, terdiri atas empat perempuan dan empat laki-laki.

Baca Juga : Anak Desa yang Menuntaskan Dharma Kepada Ayahnya Tercinta Untuk Menjadi Seorang Dokter

Baru menginjak kelas I SD – sekitar tahun 1980an, I Wayan Ardika harus berpisah dengan orangtua dan kembali ke kampung halaman di desa Kelusa, karena orantua tak mampu membiayai sekolahnya. Bersama kakak, ia diasuh oleh ibu tiri dan melanjutkan sekolahnya sembari bekerja membuat kerajinan tangan. Dari hasil penjualan tersebutlah, ia bisa menamatkan dirinya di bangku SD. Tahun 1983, orangtua pindah ke Tegallalalng dan tak tahu menahu kalau dirinya sudah tamat SMP, terlebih sumber biaya yang ia dapatkan untuk membiayai sekolahnya. Ia mengungkapkan, “Saya bertekad untuk terus sekolah, meski terseok-seok. Pernah, saat tiba akan bayar SPP, saya harus izin tiga hari untuk bekerja, demi memenuhi biaya tersebut,” tutur I Wayan Ardika.

Setelah terpisah dalam waktu yang cukup lama, I Wayan Ardika akhirnya berkumpul kembali dengan keluarga pada tahun 1991. Meski kondisinya tak utuh, karena sang ibu telah tutup usia, padahal ia akan segera melangsungkan pernikahannya. Hal ini yang sempat menjadi kesedihannya, di saat ia terbilang sudah memiliki posisi penting, meski masih di tingkat desa, sang ibu belum sempat menyaksikan pencapaiannya tersebut.

Di masa berumah tangga, meski terkesan terlambat melanjutkan SMA, I Wayan Ardika tak merasa malu apalagi gengsi untuk tetap mengikuti program kejar paket paket C. Mengingat ia mulai aktif dan dipercaya sebagai perangkat desa, minimal ia memiliki bekal pendidikan SMA dalam mendampingi keluh kesah masyarakat Desa Kelusa dan memberikan solusi strategis dalam penanganannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *