I Wayan Muryartha & Ni Luh Kadek Santiasih – Bali Okane
Di sela – sela kesibukan sebagai wirausahawan, I Wayan Muryartha tak ingin mengabaikan pentingnya keluarga, sebagai support system dalam berkarya. Ia tak menampik, kadang ia kehilangan waktu untuk bersama orang – orang tercinta. Bersyukur, ia memiliki partner hidup, Ni Luh Kadek Santiasih yang merupakan pencetus awal dari Bali Okane, yang juga pandai me-manage waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Namun tak semudah yang dibayangkan, perjuangan istri sebelum membawa kesuksesan Bali Okane pada keluarga, benar-benar berat, terutama masa – masa saat jauh dari suami.
Pasangan suami istri ini, hampir setiap harinya kompak mengembangkan usahanya di bidang fashion, khususnya pakaian adat Bali dan casual, dengan melakukan perjalanan keluar kota menemui supplier-supplier. Proses ini diungkapkan Kadek Santiasih, begitu ia nikmati bukan hanya baru – baru ini, namun saat masih usaha begitu sederhana, di mana masih menggunakan gerobak untuk mengangkut pakaian ke pasar, hingga Bali Okane menjadi usaha yang tak hanya berkualitas di mata keluarga, tapi juga masyarakat.
Wayan Muryartha sendiri, yang merupakan tamatan D3 Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Nusa Dua, memiliki pengalaman bekerja di kapal pesiar selama 15 tahun, sejak sebelum berumah tangga, hingga bertemu dengan Kadek Santiasih dan memutuskan untuk menikah.
Setelah memiliki anak, Wayan Muryartha kembali bekerja ke kapal pesiar, sedangkan sang istri sempat menawarkan diri agar ia ikut bekerja, sembari merawat anak. Wayan Muryartha pun memberi dukunganya, asal kebutuhan anak pertama mereka tetap terpenuhi.
Baca Juga : Beradaptasi dengan Modernisasi Pertanian Demi Menjaga Ketahanan Pangan
Kadek Santiasih yang mengutarakan keinginannya untuk memiliki usaha kecil – kecilan di bidang fashion, kemudian membuka kios kecil di pasar Tabanan pada tahun 2005. Dengan penataan yang rapi dan menarik, meski jumlah pakaian yang dijual masih sedikit, kiosnya tersebut sudah mampu menarik perhatian orang – orang di lingkungan pasar.
Perhatian masyarakat dengan kios pertama wanita kelahiran Tabanan, 9 Juli 1979 ini, kemudian diikuti tawaran mereka untuk ikut menjual pakaian yang diambil dari kios. Kadek Santiasih yang masih merintis usahanya, tentu tidak menolak dan antusias menyambut pelanggannya. Namun dibalik situasi tersebut, usahanya pun sempat mengalami kerugian. Tak mau terlalu ambil pusing dengan kejadian tersebut, ia memilih untuk terus berjalan dan lebih berhati – hati kedepannya.
Kenakan dengan Percaya Diri dan Tawarkan
Diceritakan oleh sang suami, karakter dari istri yang aktif dan kreatif, ditambah vibe positif yang dimiliki, telah mampu menarik pengunjung yang datang. Tak peduli Kadek Santiasih hanya menggunakan kaos oblong sekalipun, ada saja pengunjung yang tertarik untuk membeli kaos, seperti yang dikenakannya.
Bagi Kadek Santiasih, keistimewaan tersebut muncul, karena ia sendiri nyaman dan percaya diri, menggunakan pakaian yang ia jual, meski dengan harga murah. “Bila kita sebagai pemakai pakaian sudah merasa pas di hati, orang – orang yang melihatnya pun akan merasakan hal yang sama” ucapnya.
Baca Juga : PEREMPUAN TANGGUH : Berdaya dan Bangkit dari Situasi Pengalaman Hidup
Berani tampil beda, juga menjadi kunci kepuasaan Kadek Santiasih dalam menawarkan produknya. Seperti, saat diluar aktifitas toko, ia mengenakan setelan seperti kebaya dan rok, ditambah accessories anting-anting dengan ukuran besar, sudah mampu menarik perhatian kaum hawa di luar lingkungan pasar, untuk datang ke toko.
Saat itu kios yang mulai bertransformasi menjadi sebuah toko tersebut, belum memiliki karyawan sama sekali, hanya putri sulung dari Gede Sukananda dan I Ketut Sukawati ini, yang terus berupaya untuk memberi pelayanan kepada pengunjung dengan sepenuh hati.
Beratnya Jauh dari Suami
Langkah awal menjadi tantangan tersulit bagi mereka yang akan memulai usaha. Terlebih menjadi ibu rumah tangga dengan kegiatan adat istiadat sebagai wanita hindu Bali. Namun tantangan tersebut tak menjadi alasan untuk Kadek Santiasih, tetap membangun usahanya. Bahkan ia sempat harus berjuang sendiri, di mana suami harus kembali bekerja setelah enam bulan mendirikan usaha.
Hanya memiliki waktu selama dua bulan bersama suami, saat pulang ke Bali, Kadek Santiasih benar-benar merasakan beratnya jauh dari suami saat itu. Setelah itu, suami harus kembali lagi bekerja, hingga pasangan sejoli ini memiliki empat orang anak, suami pun masih bekerja di kapal pesiar, selama 15 tahun.
Perjuangan luar biasa harus dilakukan Kadek Santiasih, dari mengendarai sepeda motor ke Denpasar untuk mencari barang, hingga mentalnya diuji dari omongan orang – orang yang kadang tak memberikan impact positif baginya. Dalam menghadapi kondisi ini, ia berusaha tetap berjalan pada kebenaran dan memanjatkan doa kepada Sang Pencipta, agar tetap selalu dalam perlindunganNYA.
Dengan “memonitori” via telepon tiga kali sehari, Wayan Muryartha selalu memastikan bahwa istri dan anaknya dalam keadaan baik-baik saja. Meski ia dan istri terkadang harus menitipkan anak pada orangtua, namun tetap saja ada perasaan tidak nyaman dan khawatir akan merepotkan.
Baca Juga : Membangun dan Menjaga Kepercayaan Pelanggan
Mengawali Hari dengan Doa dan Selalu Bersyukur
Perjalanan usaha Bali Okane yang ini telah berlokasi di Jalan Melati No. 46 dan dua toko di pasar Tabanan, diyakini oleh Wayan Muryatha dan Kadek Santiasih, merupakan perwujudan dari doa – doa yang selalu mereka awali sebelum melakukan aktifitas. Tak peduli permintaan sekecil apapun, bila dilakukan dengan tulus hati dan tujuan yang baik, akan didengar oleh Sang Pencipta.
Wayan Muryartha dan istri pun benar – benar mengalami hal ini. Dengan kesabaran dan ketekunan dalam bekerja, kemudian diimbangi dengan doa, setelah melewati waktu bertahun-tahun berada pada posisi yang penuh liku dan tidak mudah, Tuhan telah menghadiahi karma baik mereka, dengan hal yang baik pula, bahkan luar biasa.
Belajar dari pengalaman, Kadek Santiasih dan Wayan Muryartha memiliki pesan, bagi generasi muda yang ingin menjadi wirausaha, agar mulailah untuk ambil langkah sedikit demi sedikit. Kemudian kita bisa menambah kecepatan kita dan semakin lama, kita bisa berlari.
Apalagi menyikapi kondisi seperti sekarang ini, kita harus lebih positif dan inovatif, untuk mengerjakan bisnis di bidang apapun, tanpa memandang sebelah mata. Istimewanya lagi, bisa saja kita menemukan passion justru saat musim pandemi. Karena bekerja dengan passion, kita akan lebih ikhlas dan cinta dalam menjalani proses dan tantangan yang menanti kedepannya.