Ni Nyoman Wendri – UD. Sumber Nadi
Tak sedikit wanita yang berusaha bangkit dari keterpurukan dengan cara menguatkan diri. Pergulatan batin yang terkadang tak tertahankan oleh rasa dan logika, kerap menghujam amarah. Namun semuanya itu bisa dikendalikan tuk menemukan jalan pulang dengan mulai berbenah. Dan sosok Ni Nyoman Wendri termasuk salah satu perempuan yang menghantar situasi rumit itu berubah menjadi pemantik semangat untuk terus berjuang dalam membina usaha yang dirintisnya. Berkat kerja keras dan keseriusan, Ni Nyoman Wendri mampu melebarkan sayap di berbagai bidang bisnis.
Terkadang, langkah terkecil yang mengarah pada tujuan yang benar menjadi langkah terbesar dalam hidup. Serupa kisah yang terbentur membentuk kepribadian Ni Nyoman Wendri dalam melakoni perjalanan hidup hingga bisa merasakan manisnya perjuangan di atas keringatnya sendiri. Saat ditemui, perempuan berusia 63 tahun ini cukup banyak menceritakan potret serta kisah sejak awal ia dilahirkan. Terlahir sebagai anak bungsu dari 7 bersaudara, Ni Nyoman Wendi tumbuh menjadi anak yang mandiri. Sebagai anak perempuan, kewajiban untuk membantu orang tua mengurusi pekerjaan rumah adalah sebuah kewajiban. Berbeda dengan kebanyakan anak-anak bungsu seusianya dulu, perlakuan serta cara didik orang tua Ni Nyoman Wendri tidak pandang bulu. Tidak ada yang diistimewakan.
Sejak kecil pula, ia merasakan pola asuh yang sarat dengan nilai budi pekerti. Salah satunya adalah tentang kedisiplinan. Made Gede Murti dan Ni Wayan Rapig mengambil peran penting sebagai orang tua yang sangat bijak membentuk karakter ketujuh anaknya. Terlebih khusus bagi Ni Nyoman Wendri. ”Jadi memang, didikan orang tua kami cukup keras untuk anak-anaknya ya. Jadi didikan di rumah sangat membentuk karakter saya untuk bisa menentukan nasib kedepan,” pungkas Ni Nyoman Wendri mengenang. Sejak mengenyam pendidikan SMP, ia sudah banyak belajar tentang dunia bisnis yang dirintis oleh sosok Bapak. Kedekatannya dengan beliau-lah yang semakin memperkuat kemampuannya menjalankan roda bisnis yang ia rintis hingga saat ini. Jiwa yang semangat serta pekerja keras begitu deras mengalir dalam darahnya.
Tidak meninggalkan kewajiban serta rutinitasnya yang selalu mengurusi rumah setiap pagi, Ni Nyoman Wendri yang lebih akrab di sapa Bu Agus ini juga kerap mengikuti Bapaknya ke tempat usaha jualan daging di Jalan Plawa, Denpasar. Bahkan hingga menamatkan SMA, rutinitas kerja bersama sosok ayahnya itu tetap ia lakoni. “Dulu saya sempat kuliah di Universitas Merdeka Malang selama 2 tahun. Seingat saya waktu itu tahun 1979. Tapi kenapa saya balik lagi, ya karena kadang selama seminggu itu Bapak selalu menelpon saya dan di suruh pulang. Soalnya bapak saya tidak nyaman kerja kalau ngak ada saya. Ya mungkin karena kedekatan saya dengan Bapak ya. Jadi pulang dari Malang waktu itu saya ikut bekerja bersama Bapak. Bahkan setelah nikah pun, aktivitas saya masih tetap ikut kerja bersama Bapak,” Kenangnya.
Berkat keseriusan dan banyak belajar dari sosok Bapaknya itu pula, Bu Agus mulai dipercayakan untuk mengurus bisnis tersebut. Ia pun menjaga kepercayaan itu dengan terus mengembangkan usaha rintisan Bapaknya hingga saat ini. Hasil yang tidak mengecewakan. Sebab, dari bisnis jualan daging hingga mengembangkan bisnis tersebut melalui jasa pemotongan, usaha tersebut mendapat pasarnya sendiri. Sejak tahun 1988, Bu agus mampu merebut pasar di tingkatan yang lebih besar. Melalui upaya itu, usaha yang kini di kenal sebagai UD. Sumber Nadi mampu menyuplai daging ke setiap outlet atau pasar modern yang ada di Bali.
Hal tersebut diakuinya berkat konsistensi dan tentu dengan menawarkan konsep yang sangat efektif, higienis, serta tetap menjaga kualitas daging untuk aman digunakan oleh setiap konsumen. Di mata Bu Agus, sosok Bapak sangatlah menginspirasi. Hal yang sampai saat ini menjadi penopang dalam mengelola usaha adalah bagaimana konsekuensi dari setiap tindakan. Baik buruknya perbuatan akan menentukan hasil yang akan diterima nantinya. Sehingga dengan sendirinya, ia bertumbuh menjad pribadi yang berhati-hati dalam mengambil keputusan, apalagi jika berkaitan dengan hasil yang mempengaruhi banyak pihak.
Selain itu, semangat serta kerja keras yang diperlihatkan oleh sosok Bapak kian memperkokoh kepribadiannya. “Jadi memang sosok Ayah sampai sekarang masih sangat saya ingat ya. Terlebih sosok kerja kerasnya. Sosok Bapak itu bagi saya seorang laki-laki yang tangguh dan pejuang ya. Sangat tepat menjadi sosok yang diteladani. Orangnya semangat dan berpegang teguh pada semboyannya jujur, hemat dan juga kerja keras. Secara tidak sadar, saya mengikuti dedikasinya itu,” aku Bu Agus sambil tersenyum.
Hal yang tampak sederhana, memang. Akan tetapi pengaruh dari kepribadian itu juga yang mampu membentuk Bu Agus menjadi seorang perempuan tangguh yang siap memberdayakan diri untuk bisa mandiri. Bahkan hingga menentukan nasib di tengah ketidaknyamanan batin karena situasi konflik yang menerpa kehidupan Bu Agus bersama suami.
Selain karena pada saat itu memiliki modal yang cukup untuk mengembangkan sayap usaha di bidang penyedia bahan bangunan, api semangat Bu Agus terbentuk karena tidak ingin berada dalam situasi yang terus memburuk. Situasi rumah tangga yang tidak harmonis. Ibu dua anak ini menceritakan situasi yang sangat membatin itu. Kehidupan yang bahagia setelah menikah Nampak tak berpihak. Pertikaian antar dirinya dan suami kerap menghantui. Akhirnya dengan besar hati serta tekad yang bulat, Bu Agus berani memilih keputusan untuk berpisah dan siap menentukan nasib hidup sendiri.
“Mantan suami saya dulu itu suka selingkuh dan royal menggunakan uang dari keringat saya untuk kepentingan yang lain. Juga perlakuan-perlakuan tidak baik yang mengganggu tekanan psikologis saya, sering saya rasakan. Dan lama kelamaan saya berpikir sambil membendam amarah itu. Apakah tetap bertahan atau harus meninggalkan? Kurang lebih 3 tahun pergolakan batin itu saya rasakan hingga memutuskan untuk benar-benar berpisah. Dari pada tersiksa seumur hidup saya, mending berpisah. Nah, anehnya ketika bercerai, perjalanan usaha saya kian mulus dan astungkara bisa berkembang,” jelasnya. Baginya, dengan menyibukan diri di bidang bisnis bisa mengurangi pikiran-pikiran yang tidak penting. Selain itu, cara lain untuk bisa membuktikan kepada banyak orang bahwa perempuan Bali bisa melakukan sesuatu dan mandiri.
“Apa yang bisa dilakukan oleh perempuan Bali sih selain hanya bermodal baju di badan? Intinya saya tidak mau menjadi perempuan yang hidup dalam sirkulasi yang sudah di takdirkan seperti hidup, menikah lalu meninggal. Jadi ya harus berani untuk berbuat sesuatu membuktikan bahwa perempuan Bali bisa melakukan sesuatu. Saya berpikir bahwa perselisihan, peristiwa, kejadian yang menjadi pengalaman hidup kian menjadi pemantik api semangat untuk berbenah dan mencoba hal lain sambil bisa fokus untuk bekerja dan mengurus dua orang anak saya,” imbuhnya bersemangat.
Sejak tahun 1995, Bu agus pun sudah mulai bisa membangun aset berupa toko bahan bangunan. Ia menargetkan bahwa apa yang akan ia bangun itu untuk diwariskan kepada anak laki-laki dan perempuannya. Mencontohi didikan sang Bapak, Bu Agus pun coba menerapkan cara mendidik seperti itu. Menerapkan sikap disiplin, kerja keras untuk kemandirian di masa depan adalah mimpi serta harapan besarnya untuk kedua anaknya tersebut. Jawaban dari setiap doanya pelan-pelan di jawab, karena beberapa pengembangan usaha sudah mulai dikendalikan oleh anak-anaknya.
“Yah semua karena kesabaran dan didikan saya, saya bersabar menunggu sejak tahun 1995. Saat itu anak laki-laki saya masih SMP. Hingga ia tamat sekolah baru saya memberikan dia kepercayaan untuk meneruskan bisnis ini. Jadi memang betul, didikan saya kepada anak-anak memang sangat saya fokuskan. Karena sebagai penerus dan agar tidak merasakan hidup seperti saya, saya betul-betul mendidik mereka agar bisa berjuang, bekerja keras dan mandiri,” ungkapnya dengan perasaan legah. Semangat yang membentuk kepribadian Bu Agus kini bisa dinikmati oleh banyak orang. Sebab, di tengah situasi pandemi, bidang usaha lain seperti koperasi yang ia bangun sejak tahun 1999, masih tetap bisa dijalankan dan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
“Intinya, di tengah pencapaian ini, saya tidak memungkiri bahwa ada campur tangan Tuhan. Juga berkat doa dari leluhur saya. Termasuk dari Alm. Bapak saya. Saya sangat meyakini itu. Bahkan pernah merasakan jika hanya doa yang menjadi sandaran ketika melewati masa-masa sulit. Sehingga harapan saya untuk anak-anak muda adalah jangan pernah menyia-nyiakan waktu. Mulai lah bekerja dengan sungguh-sunggung setiap waktu. Bangun skill yang bisa menjadi penopang hidup. Waktu luang itu memang boleh, tapi ketika bekerja harus benar-benar serius. Mengerjakan pekerjaan yang ringan dengan menciptakan hasil yang maksimal wajib dilakukan,” Tutup Bu Agus.
One thought on “PEREMPUAN TANGGUH : Berdaya dan Bangkit dari Situasi Pengalaman Hidup”