Dari “SABUN MANDI” Menuju Mimpi Besar di Dunia Pendidikan

Dari “SABUN MANDI” Menuju Mimpi Besar di Dunia Pendidikan

Kendati sederhana atau bahkan mungkin dianggap sepele pada masa kini, apa yang menarik perhatian Dr. Drs. I Nyoman Gede Astina, M.Pd., CHT., CHA di masa mudanya tetap saja menjadi bagian sejarah hidupnya. Justru dari ketertarikan yang tampaknya remeh itulah, ia terdorong untuk melangkah ke dunia pariwisata, sebuah bidang yang kelak membentuk perjalanan karir dan kehidupanya. Dari titik awal tersebut, ia tidak hanya menapaki industri pariwisata, tetapi juga menjemput mimpi-mimpinya. Bahkan mengambil peran besar sebagai pendiri sekaligus pengelola sebuah institusi pendidikan yang berfokus pada bidang tersebut. Tindakan ini tidak hanya mencerminkan visi dan komitmennya terhadap sektor pariwisata, tetapi juga menunjukkan dedikasinya dalam mencetak generasi penerus yang kompeten di industri ini.

Mengawali kisah hidupnya dari lingkungan keluarga polisi dengan pangkat sederhana yakni letnan satu, Nyoman Gede Astina dan tujuh saudaranya dibesarkan dengan pengaruh kemandirian dan produktivitas. Itulah yang diajarkan oleh kakek nenek, terutama karena mereka hanya bisa bertemu orang tua seminggu sekali. Situasi ini membuat mereka harus pandai mengelola bekal yang terbatas. Setelah Nyoman Gede Astina dan saudara-saudaranya pindah dari asrama polisi ke rumah kakek dan nenek, mereka mulai belajar berbagai cara untuk mencukupi kebutuhan. Beragam usaha kecil mereka lakukan, dari memarut kelapa untuk dihasilkan minyak kemudian dijual hingga menjual dedaunan ke warung. Sang ibu juga turut membekali Nyoman Gede Astina dengan bahan makanan seperti kerupuk agar bisa dijual.

Meninggalkan masa anak-anak, Nyoman Gede Astina mulai menemukan hal-hal yang menarik perhatiannya, bukan hanya mencari bekal seperti sebelumnya. Tahun itu 1966, Hotel Bali Beach baru saja dibangun, menjadi simbol kemajuan pariwisata di Bali. Namun, yang menarik perhatiannya bukanlah bangunan hotel tersebut, melainkan orang-orang yang berkiprah di industri tersebut. Mereka tampak berbeda, terutama para karyawan hotel yang terlihat rapi dan berkelas. Satu hal lagi yang unik yang menjadi pemantik dirinya bertekad untuk bekerja di hotel suatu saat nanti ialah cara mereka menjaga kebersihan. Ia yang saat itu mandi di kali, memperhatikan bagaimana seorang pemuda mandi menggunakan sabun yang berbusa dan meninggalkan aroma wangi. Sesuatu yang sangat kontras dengan kebiasaannya saat itu, yang masih menggunakan pasir dan sabut kelapa untuk membersihkan diri. Rasa ingin tahunya pun langsung muncul. Tanpa ragu, ia bertanya kepada pemuda itu, di manakah ia bekerja. Dengan bangga, pemuda itu menjawab, “Saya bekerja di Bali Beach Hotel”.

Baca Juga : Kesuksesan Pengusaha Lokal dan Kelestarian Pariwisata Bali Lewat Budaya Ramah Tamah

Tamat tahun 1973, Nyoman Gede Astina melanjutkan kuliah D3 di Akademi Pariwisata dan Perhotelan Denpasar. Sambil kuliah ia memilih bekerja sebagai waiter di suatu restoran Hokong Garden di Denpasar untuk mendukung biaya perkuliahan. Seiring waktu, kampusnya memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menjalani program pelatihan di industri perhotelan. Tanpa disangka, Nyoman Gede Astina mendapat kesempatan untuk menjalani training di tempat yang selama ini hanya bisa ia impikan, Bali Beach Hotel. Momen itu menjadi titik awal pencapaian besar dalam hidupnya. Ia bisa merasakan langsung atmosfer dunia perhotelan yang dulu begitu menarik perhatiannya. Rasanya luar biasa, karena impian masa kecilnya benar-benar terwujud di depan mata.

Satu mimpi telah terwujud, muncul mimpi selanjutnya pria dengan rasi bintang libra ini, untuk bekerja di luar negeri. Ia bersama teman-teman pun bersemangat untuk mengikuti interview di Jakarta. Ia berhasil lulus dan akan segera diberangkatkan. Namun, sang nenek yang begitu menyayangi cucunya, mendadak mogok makan, karena tak rela melepaskan keberangkatan Nyoman Gede Astina ke luar negeri. Melihat hal tersebut, ia mengurungkan niatnya dan memilih berkarir di Bali Beach Hotel.

Di ‘Hotel Pelat Merah’ tersebut, Gede Astina begitu menikmati pekerjaannya yang terfokus di Bar selama 11 tahun. Di sana ia mencampur berbagai minuman dan menyaksikan suasana penuh keceriaan dari para pengunjung yang datang. Meski lingkup pekerjaan yang jauh dari kata bosan, mimpi Nyoman Gede Astina untuk keluar negeri tak pernah sirna. Saat mendengar berita bahwa kampus BPLP (sekarang Politeknik Pariwisata (POLTEKPAR)) Bali menyekolahkan instruktur mereka ke luar negeri, ia pun tertarik. Berbekal ijazah Sarjana Muda Perhotelan, pada tahun 1983, ia langsung tancap gas untuk melamar dan ia berhasil diterima. Dua tahun berselang, mimpi yang sempat tertunda, akhirnya terwujud, ia dikirimkan ke Belanda, untuk menempuh pendidikan di Hogere Hotel School Den Haag.

Karena perubahan status BPLP menjadi Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Nusa Dua, setiap instruktur diwajibkan beralih menjadi dosen. Nyoman Gede Astina pun harus melanjutkan kuliah ke jenjang selanjutnya untuk menjadi dosen. Maka di tahun 1984, ia melanjutkan kuliah S1 Sastra Inggris di Universitas Warmadewa, Setelah S1, ia harus melanjutkan S2. Karena program pascasarjana di Bali saat itu belum tersedia, ia harus melanjutkan ke Malang, tepatnya di jurusan Teknologi Pembelajaran IKIP Malang pada tahun 1994-1997.

Baca Juga : Di Balik Kesuksesan, Ada Pengalaman Hidup dan Warisan Sang Istri

Kampus Pertama yang Mengawali Kepercayaan
Selama menempuh studi di Malang, pemilik Warung Ongan Asri ini, kerap memikirkan nasib para mahasiswa yang tidak diterima di STP Nusa Dua, akibat keterbatasan kuota. Padahal, kampus tersebut merupakan salah satu institusi pendidikan favorit, bahkan bagi calon mahasiswa dari luar Bali. Dari kegelisahan itu, tumbuh sebuah gagasan bijaksana dalam benaknya. Suatu hari nanti, ia ingin membangun sekolah di bidang yang sama, agar lebih banyak anak muda memiliki kesempatan belajar di dunia perhotelan dan pariwisata. Inspirasi ini semakin kuat, ketika ia melihat keberhasilan seniornya, Dr. Drs. I Ketut Putra Suarthana, M.M dalam mendirikan Akademi Komunitas Manajemen Perhotelan (AK. MAPINDO). Motivasi dari sang senior pun terpatri dalam ingatannya: “Anda sebagai anak muda, jangan hanya mau dipekerjakan orang lain untuk mencapai mimpi mereka. Andalah yang harus bekerja untuk diri sendiri demi mewujudkan mimpi Anda”.

Cukup lama penantian Nyoman Gede Astina untuk merealisasikan mimpinya kali ini. Karena ia bukan orang berasal dari orang berada. Sebelum sampai di tahap itu, ia bekerjasama dengan kepala sekolah SMKN 5 Denpasar, untuk memanfaatkan fasilitas sekolah tersebut di pagi hari dan turut mengembangkan institusinya. Akhirnya pada tahun 2000, ia mulai membangun Sekolah Perhotelan Bali (SPB) yang izinnya diperoleh dari dinas ketenagakerjaan. Di tahun pertamanya, SPB langsung menarik 183 mahasiswa. Untuk memperkuat institusi, Nyoman Gede Astina mengajak atasannya yang akan pensiun dari STP Nusa Dua untuk bergabung di SPB sebagai Direktur. Pencariannya berlanjut mencari rekan-rekan yang memiliki komitmen tinggi dalam pendidikan, tak berorientasi pada keuntungan semata. Terkumpulah enam orang bergabung di SPB yang berlokasi di Jalan Kecak, Denpasar. Namun, pendirian sekolah dari nol bukanlah hal yang mudah. Biaya pembangunan gedung pertama SPB diperoleh melalui pinjaman bank, yang penuh tantangan dalam hal mendapatkan kepercayaan. Saat dana yang dikumpulkan dari pembayaran mahasiswa mulai digunakan untuk investasi dan operasional, anggaran pun menipis. Di titik itulah, Nyoman Gede Astina merasakan beratnya perjuangan dalam mempertahankan sekolah yang telah ia bangun dengan penuh harapan.

Baca Juga : “MEMBANGUN KOPERASI SRI BARUNA LESTARI” Perjalanan yang Penuh Warna

Selain SPB, Nyoman Gede Astina juga mengembangkan STPBI (Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional). STPBI didirikan sebagai solusi bagi mereka yang telah memiliki pengalaman kerja satu hingga dua tahun dan ingin melanjutkan pendidikan formal di bidang pariwisata. Berbeda dengan SPB yang berada di bawah Dinas Ketenagakerjaan dan mengeluarkan sertfifikat, STPBI berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Tinggi Jakarta dan memberikan ijazah resmi bagi lulusannya. Seiring perkembangannya, STPBI bertransformasi menjadi Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional (IPBI). Dengan lahan yang awalnya seluas 22 are berkembang menjadi 3 hekatare, dirancang sebagai one-stop solution untuk pendidikan pariwisata, mulai dari jenjang D1 hingga S3. Nyoman Gede Astina memastikan bahwa para mahasiwa mendapatkan fasilitas berstandar bintang lima, serta didukung oleh kombinasi tenaga pengajar dari kalangan akademisi seperti doktor dan professor, dan praktisi (general manager, direktur dan profesional lainnya). Tak berhenti di sana, Nyoman Gede Astina juga mendirikan fasilitas – fasilitas pendukung mahasiswa, diantaranya PT. Bali Duta Mandiri, sebuah perusahaan yang bertujuan membantu lulusan SPB dan STPBI mendapatkan peluang kerja di luar negeri, pembangunan BPR SPB untuk para mahasiswa yang terbentur kendala ekonomi untuk melanjutkan kuliah, berangkat ke luar negeri, maupun wirausaha, asrama 115 kamar “Griya SPB” bagi mahasiswa dari luar Bali, SPB Maritime Training Centre untuk mendapatkan basic safety training.

Tak hanya di pariwisata, Nyoman Gede Astina juga sukses mendirikan sekolah bertema pendidikan kesehatan yaitu STIKES Wira Medika pada tahun 2009 dan menjadi Ketua Yayasan Wira Medika Bali sejak 17 tahun lalu. Dan juga kampus internasional, Universitas Bali Internasional yang tahun 2025 ini tengah mempersiapkan pembukaan Fakultas Kedokteran. Ia dipercaya sebagai Ketua Yayasan Anugrah Husada Bali Indonesia (Universitas Bali Internasional). Tak ketinggalan sebagai Ketua Yayasan Dharma Widya Ulangun (Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional).

Mimpi-mimpi Nyoman Gede Astina tak lagi sekedar lamunan atau bunga tidur, ia berhasil mewujudkannya dengan kerja keras dan ketekunan. Dari perhatian sederhana terhadap dunia perhotelan hingga menjadi pendidik dan pendiri berbegai institusi ternama, perjalanan hidupnya adalah bukti bahwa mimpi yang diperjuangkan dengan dedikasi akan menemuka jalannya. Tak hanya membangun karir untuk dirinya sendiri, Nyoman Gede Astina juga membuka peluang bagi banyak orang untuk meraih pendidikan dan masa depan yang lebih baik. Semangatnya dalam membangun sumber daya manusia di bidang pariwisata dan kesehatan menunjukkan bahwa keberhasilan sejati bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang bagaimana memberikan manfaat bagi sesama. Kini, di usianya yang matang, ia tetap berkontribusi, memastikan bahwa warisan pendidikannya terus berkembang. Nyoman Gede Astina telah membuktikan bahwa kesuksesan bukan hanya tentang mencapai puncak, tetapi juga tentang bagaimana membawa orang lain untuk ikut serta mendaki.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *