Setelah secara resmi beroperasi pada 1 Oktober 2007, Rumah Sakit (RS) Mata Bali Mandara kian berbenah dan layak dinobatkan sebagai salah satu fasilitas kesehatan publik kategori standar kualitas terbaik di Pulau Bali. Dari setiap proses serta tahapan pencapaian hingga dinobatkan sebagai RS khusus mata kelas A dengan pelayanan sub spesialistik, penanganan medis untuk masyarakat umum kian nampak menerapkan penanganan sesuai dengan tagline “Melayani Keluarga dengan Cinta”. “Cinta” yang berakronim Cermat, Ikhlas, Nurani, Tulus dan Aman.
RS Mata Bali Mandara merupakan rumah sakit yang berdiri dan dikelola dalam naungan operasional pemerintah Provinsi Bali, di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Berlokasi di Jl. Angsoka No. 8 Denpasar, RS tersebut telah menjalankan tugas pelayanan pokok selama 17 tahun terakhir. Secara khusus melayani pengobatan kesehatan mata dengan upaya penyembuhan, pemulihan, peningkatan, pencegahan dan pelayanan rujukan. Sebagai pelengkap, salah satu unit organisasi bersifat khusus yang memberikan layanan secara profesional ini turut menyediakan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat di bidang kesehatan mata.

Dengan fasilitas terlengkap berstandar nasional maupun internasional yang di desain berkat kualitas sumber daya manusia profesional, keberadaan RS Mata Bali Mandara ini pun mampu mendapuk ragam penghargaan serta pengakuan dari berbagai pihak. Berawal dari zona integritas sebagai predikat Wilayah Bebas dari Korupsi yang hingga kini menaiki level penghargaan sebagai Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. Penilaian-penilaian tersebut tentunya telah memenuhi standar penilaian yang telah memenuhi sebagian besar program. Diantaranya manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan akuntabilitas kinerja dan penguatan pengawasan.
dr. Ni Made Yuniti, MM selaku Direktur RS Mata Bali Mandara yang sempat diwawancarai ini menuturkan bahwa, setiap pencapaian dan prestasi itu tentu tidak terlepas dari peran dan kerja dari seluruh elemen. Baik dari pihak pemerintah provinsi, pejabat RS serta seluruh staf yang bertugas. “Ada output yang lebih besar yang sebenarnya kami kerjakan melalui peran dan tugas kami sebagai staf rumah sakit pemerintah yaitu ingin memberikan contoh sekaligus teladan kepada publik tentang pelayanan kesehatan maksimal. Sehingga, status kita sebagai rumah sakit yang termasuk dalam Wilayah Bebas dari Korupsi menjadi Wilayah Birokrasi yang Bersih dan Melayani. Artinya, bebas dari korupsi di tambah pelayanan publik yang maksimal. Itu sudah kami terima sejak 2 tahun lalu dan tentu sebuah penghargaan tertinggi bagi kami,” ujar Ni Made Yuniti.
Baca Juga : Sukses Memperkuat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi: Semua Berawal dari Mindset yang Positif

Menurut perempuan lulusan Pascasarjana Kedokteran Universitas Udayana itu, keberhasilan dan majunya sebuah lembaga akan diukur dari beragam bentuk komponen. Salah satunya termasuk sikap profesionalitas dan keseriusan kerja sesuai kapasitas yang dimiliki. Tak hanya itu, membangun sistem kerja yang terbuka dengan semangat kekeluargaan menjadi salah satu faktor pendukung. Beberapa hal ini lah yang sekiranya saya terapkan untuk bisa memberikan contoh kepada staf yang lain. Menurutnya, sejak awal semua pihak berkomitmen untuk menerapkan aturan tersebut. Sambil disisi lain, pihaknya bersama staf berkomitmen untuk menciptakan ruang kerja kita seperti keluarga yang bisa untuk saling mengingatkan satu sama lain.
“Kita sebagai pemimpin tentunya harus bisa menjadi role model bagi staf untuk memberikan contoh serta kerja-kerja profesional, segala sesuatu pekerjaan bisa kita kerjakan sesuai kapasitas. Juga mampu membangun suasana kerja yang nyaman, baik dan berkualitas. Sehingga suatu kendala atau persoalan, terlebih penerapan wilayah bebas dari korupsi bisa kita tangani,” imbuhnya. Menelisik lebih jauh, perkembangan RS Mata Bali Mandara telah melangkah maksimal sesuai dengan visi – misi awal yaitu dengan mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat yang terjangkau, merata, adil dan berkualitas serta didukung dengan pengembangan sistem yang valid. Untuk terus konsisten melangkah dan berkembang berdasarkan nilai-nilai tersebut, tentu tidak terlepas pada setiap aktor penting yang menahkodainya. Sehingga bagi Ni Made Yuniti, poin yang tak kalah penting dalam menjalankan tugas serta peran itu adalah bentuk tanggung jawab.
Menjalankan profesi sebagai tenaga kesehatan, tentu bukan menjadi sebuah pekerjaan mudah. Jauh sebelum menjabat sebagai direktur pada tahun 2013 silam, Ni Made Yuniti telah memperlihatkan bentuk dari sikap tanggung jawab itu. Ibu dua anak kelahiran 10 Agustus 1961 ini menceritakan bahwa, merasa sangat bersyukur dengan kisah serta pengalaman hidup yang ikut membentuk kepribadiannya sampai saat ini. Kepingan cerita sejak kecil akhirnya membentuk rasa tanggung jawabnya dan mampu ia terapkan hingga menjabat profesi sebagai seorang dokter. Baginya, tanggung jawab merupakan sikap yang tumbuh dari jiwa, bagian dari diri seseorang. Salah satu hal yang tentu menjadi sebuah bagian penting dari pembentukan karakter seseorang.

“Cita-cita awal bukan ingin menjadi seorang dokter, tapi karena memang latar belakang pekerjaan orang tua saya sebagai tenaga pendidik, sehingga pola belajar dan perhatian terhadap saya lebih akrab dengan dunia pendidikan,” kenangnya. Seiring berjalannya waktu, Istri dari dr. I Gede Sosiawan ini berhadapan dengan sebuah peristiwa yang semakin membentuk niatnya untuk ingin menjadi seorang dokter. Di suatu kejadian kondisi sang ayah yang sakit dan membutuhkan penanganan kesehatan lebih intensif, akhirnya merubah pola pikirnya untuk bisa belajar tentang ilmu kedokteran. Dengan maksud untuk bisa membantu orang tua atau keluarga dan banyak orang yang barangkali tiba-tiba membutuhkan pengobatan. Pengalaman lain yang juga bisa ia rasakan adalah kedisiplinan saat di percaya menjalankan tugas oleh kedua orang tua. Tidak hanya waktu bermain, namun juga ketika Ni Made Yuniti harus bisa menyelesaikan kewajibannya sebagai seorang anak perempuan.
Baca Juga : Jejak Kesuksesan Perempuan Bali Mandiri, Transformasikan Warung Sederhana Menjadi Restoran Bertaraf Dunia
“Jadi saya sangat bersyukur, sebab sejak kecil saya dan tiga saudara saya lainnya dididik disiplin sehingga dengan sendirinya menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri saya. Bahkan, jam belajar, bermain dan kerja sudah di atur. Dari pekerjaan-pekerjaan kecil itu tentu ada rasa tanggung jawab. Di tambah perhatian serta kedekatan saya dengan sosok Ayah. Meski tegas, tapi Ayah memiliki sikap yang lembut kepada anak-anaknya,” imbuh Ni Made Yuniti.

Situasi semakin membentuk karakternya di usia belasan, ketika I Ketut Candra, sang Ayah, meninggal dunia. Meski sangat merasakan kesedihan, namun energi yang diperlihatkan oleh sosok seorang Ibu memberikan banyak kekuatan. Mereka pun didik oleh seorang Ibu, Ni Ketut Sami yang masih hidup dan kini telah menginjk usia 92 tahun. “Dan disitulah sentuhan kemandirian dan tanggung jawab betul-betul saya rasakan. Karena segala kebutuhan dan hingga saya menamatkan kuliah kedokteran, kami dapatkan dari perjuangan Ibu. Ya keadaan serta pengalaman hidup itu yang saya pikir berpengaruh pada saya sekarang ini,” tegas Ni Made Yuniti.
Karakter yang terbentuk itu pun rasa-rasanya kian menjadi modal bagi direktur yang kini di kenal ramah oleh jajaran staf di RS Mata Bali Mandara. Diawali dengan menjabat sebagai kepala Puskesma Negara II, Jembrana hingga meraih penghargaan sebagai dokter teladan di tingkat Provinsi Bali, semakin membuktikan kualitas dirinya. “Akhirnya prestasi itu lah yang membuka gerbang bagi saya untuk bisa bekerja dan di panggil untuk bekerja di Kantor Wilayah (KANWIL) Kesehatan Provinsi Bali. Seiring perubahan aturan, Kanwil bergabung ke Dinas Kesehatan dan saya mendapat posisi jabatan baik. Namun karena ragam kesibukan yang menyita banyak waktu untuk anak-anak dan keluarga, atas persetujuan suami juga, akhirnya saya meminta untuk pindah bekerja sebagai tenaga fungsional, tepatnya di RS Indra atau yang sekarang ini dikenal dengan nama RS Mata Bali Mandara. Saya pun mengawali pekerjaan sebagai dokter di poliklinik. Sambil membantu mengurus bagian manajemen keuangan di RS tersebut,” ceritanya dengan sedikit tersenyum.
Menjalankan tugas di RS Mata Bali Mandara, diakuinya cukup sulit. Sebab saat itu RS tersebut baru beroperasi. Sehingga, memilih pindah karena niat awal yang diinginkannya untuk bisa fokus pada bidang kerja fungsional, akhirnya harus tertunda karena ia kembali di percaya untuk bisa membantu mengurus bagian pekerjaan manajemen. Sebut saja di bidang perencanaan dan pengembangan. Saat itu, RS Indra baru berdiri dan memang ada banyak hal yang mesti kami benahi. Situasi kerja yang memang sebenarnya tidak saya inginkan ya, karena memang alasan saya pindah tugas agar bisa terhindar dari banyak pekerjaan tersebut. Tapi setelah saya merenung, barangkali pekerjaan ini adalah panggilan tugas saya, sehingga akhirnya terus berupaya bekerja maksimal, menuntaskan banyak tugas sambil berupaya membagi banyak waktu untuk keluarga di Rumah,” aku Ni Made Yuniti.

Bentuk tanggung jawab, keseriusan serta penerimaan diri itu lah yang akhirnya menghantarkan nama Ni Made Yuniti dipilih menjadi seorang direktur. Tugas yang akhirnya kian terasa berat namun dengan tulus dan penuh cinta ia kerjakan. “Seperti yang saya katakan tadi, bahwa sebenarnya saya tidak pernah punya mimpi untuk bisa melakoni peran sekarang ini. Tapi ketika saat menjalankan tugas dan kita berhadapan dengan situasi atau dinamika yang mesti mewajibkan kita untuk ikut membantu, ya mesti dikerjakan dan bertanggung jawab dengan hal itu,” pungkasnya.
Ketika ditanyakan terkait seperti apa perubahan-perubahan yang ia upayakan saat menjabat sebagai direktur, Ni Made Yuniti mengaku untuk lebih fokus pada standar rumah sakit yang tentu bisa hadir menjadi rumah sekaligus fasilitas penunjang bagi masyarakat yang sangat membutuhkan. Sambil membenahi mutu pelayanan kesehatan bagi pasien sekaligus mencoba merangkum semua kebutuhan lain. Mulai dari fasilitas, kapasitas serta kualitas sumber daya manusia yang ada. Dengan sikap terbuka menerima setiap masukan, menjalin sekaligus membangun hubungan baik dengan banyak relasi sebagai mitra dan menerapkan peran kerja yang profesional akhirnya RS Mata Bali Mandara mendapat banyak dukungan, baik dari Pemerintah Provinsi Bali hingga sejumlah lembaga asing untuk membantu ragam pengembangan.
“Dan beryukur, dari pengalaman tugas dan kerja saya, saya memiliki gambaran, konsep serta desain ruang sesuai standar kualitas operasional untuk memenuhi pelayanan maksimal. Jadi saya pun bisa ikut terlibat mengawasi sekaligus mengadopsi konsep pola kerja tersebut. Secara bertahap, kami menyiapkan segala sesuatu dengan teliti dan sesuai dengan kebutuhan. Pastinya ada banyak persoalan semasa hidup. Begitu juga dengan pekerjaan yang saya jalani, tentu ada beragam masalah. Akan tetapi saya selalu meyakini bahwa selalu ada jalan ketika kita mengerjakannya dengan tulus dan keyakinan. Tentu dengan harapan ke depan, kehadiran rumah sakit ini mampu membantu banyak masyarakat Bali,” tutup Ni Made Yuniti.
