Ni Nyoman Mari Setiasih – Maris Mart
Keterbatasan ekonomi membuat seseorang terdorong berpikir dan melakukan sesuatu, untuk segera keluar dari kondisi yang membelenggu. Apapun pekerjaan diambil dan banyak belajar dari orang yang lebih senior, yang bisa didapat pengalamannya dari orang-orang terkasih. Seperti Ni Nyoman Mari Setiasih, demi bisa terus melanjutkan sekolah, ia harus sambil bekerja di usaha milik kerabat, sekaligus banyak belajar hal baru.
Nyoman Mari lahir dari keluarga sederhana ayah yang bekerja sebagai petani dan ibu, pedagang sembako. Sejak SD, ia sudah terbiasa membantu ibu bekerja, ia juga mulai belajar berdagang dengan membeli barang yang dititipkan di toko ibunya. Dari untung yang didapat, ia kembali membeli barang dan dijual, begitulah seterusnya, hingga transaksi jual beli sudah menjadi pekerjaan favoritnya sampai wanita kelahiran Buahan, 31 Mei 1973 ini berumah tangga.
Seiring bertambahnya biaya sekolah Nyoman Mari, orangtua mulai kesulitan membiayainya, terutama saat duduk di bangku SMK, yang waktu itu Nyoman Mari bersekolah di SMK 1 Tabanan dengan mengambil jurusan manajemen pemasaran. Dari orangtua yang tidak bisa membiayai kost di Tabanan, Nyoman Mari kemudian dititipkan di tempat saudaranya yang kebetulan memiliki sebuah toko, sembari tinggal disana Nyoman Mari membantu saudaranya untuk berjualan di luar jam sekolahnya.
Melakoni pekerjaan tersebut pun bisa dikatakan bukan pengalaman baru baginya, karena masa kecilnya sudah terbiasa bergelut di bidang tersebut. Setelah tamat SMK, Nyoman Mari tetap bekerja dengan kerabatnya yang memiliki usaha photo studio, ia belajar menjadi photographer, cuci cetak foto dan menggunakan mesin fotocopy. Ia juga sekaligus tinggal disana selama bekerja, selama tujuh tahun.
Baca Juga : Tulus Melayani Kebutuhan Dasar Masyarakat Akan Kesehatan
Nyoman Mari tak mampu menyembunyikan rasa berhutang budi kepada kerabatnya tersebut, sehingga sempat ada rasa tidak enak untuk berhenti dari pekerjaan. Apalagi ia diminta untuk terus bekerja disana, karena sudah terlanjur nyaman dan puas dengan hasil pekerjaannya. Namun bila ia terus bergantung dengan kerabatnya, ia tidak akan pernah berkembang ke depannya.
Lepas tujuh tahun, Nyoman Mari kemudian memutuskan untuk menikah dengan suami yang berasal dari desa yang sama yaitu Desa Tunjuk Utara. Di masa kehamilan tiba, ia mulai merasa terganggu dengan gelaja mual yang timbul dan memaksanya harus beristirahat dan berhenti dari pekerjaan tersebut. Ia dan suami yang memiliki latar belakang pekerjaan di bidang otomotif, pun akhirnya memilih hidup mandiri.
Bersama suami, Wayan Widarba (Alm) yang sebelumnya merupakan tamatan STM Negeri 1 Denpasar, Nyoman Mari berjuang membangun usaha, untuk memenuhi keberlangsungan finansial keluarga. Dengan ilmu dan pengalaman bertemu banyak orang yang dimiliki suami, bisa dikatakan lebih banyak dari yang dimiliki Nyoman Mari, sehingga mampu saling melengkapi usaha agar mampu berjalan lebih efisien.
Di atas tanah milik mertua dan tentunya mendapat dukungan untuk membangun usaha, Nyoman Mari mencoba usaha perdananya dengan bekal pengalaman dari kerabatnya terdahulu, yakni membuka usaha foto studio bernama “Maris Photo Studio” dengan modal seadanya.
Saat itu di daerah tempat mendirikan usahanya, Nyoman Mari tak mengalami persaingan yang signifikan, karena masih sepi masyarakatnya mengambil peluang usaha ini. Kebutuhan untuk mengunjungi Maris Photo Studio pun mulai diminati dan mampu meng-handle customer, meski saat itu ia hanya seorang diri mengelola usahanya, karena belum sanggup menggaji karyawan.
Baca Juga : Dari Berlayar, Kemudian Berlabuh Sebagai Wirausaha Toko Material Bangunan Dermawan
Menjadi Ibu Sekaligus Kepala Keluarga yang Mandiri
Seiring berjalannya waktu, dalam kondisi mengandung anak kedua, Nyoman Mari lagi – lagi harus kerepotan untuk mengembangkan ke usaha lainnya, yakni menjual snack yang ia dapatkan dari Pasar Marga. Dengan membelinya sedikit demi sedikit, ternyata cukup mendapat respon positif dari masyarakat.
Dalam menjalani usaha snack-nya, setelah diperhatikan ternyata lebih memberikan keuntungan dibandingkan usaha photo studio-nya. Sehingga ia pun semakin membeli produk dalam jumlah yang banyak, sedangkan usahanya photo studio-nya sudah tak sanggup ia handle, meski masih dibuka.
Selama enam bulan, Nyoman Mari menjual snack yang menjanjikan dalam meraup keuntungan. Dari modal lebih, kemudian semakin mengembangkan usaha dengan menambah item produk, sedangkan photo studio, akhirnya ia tutup, dan memilih fokus dengan usaha snack bersama ipar sebagai karyawan pertama.
Dari hanya berjualan snack, Nyoman Mari merambah menjual ATK dan barang – barang kebutuhan sehari-hari. Untuk ATK, ia tempatkan di lantai pertama, sedangkan lantai kedua untuk segala kebutuhan rumah tangga. Produk – produk tersebut ia jual, tak jauh terinspirasi dari apa yang diperdagangkan ibunya dahulu dan cukup sukses membawanya menempuh pendidikan.
Dengan brand nama “Maris Mart” yang beralamat di Jalan Tunjuk, Tunjuk, Kabupaten Tabanan, Nyoman Mari mampu mengangkat perekonomian keluarga, apalagi semenjak sepeninggal suami karena sakit, bersyukur ia sebagai ibu sekaligus kepala keluarga, sudah mampu berdiri sendiri, tanpa menggantungkan kebutuhan ekonominya kepada orang lain. Anak-anaknya pun saat ini sudah memiliki bekal untuk menempuh pendidikan hingga sarjana di Universitas Warmadewa.
Di kehidupan di dunia ini, manusia tak akan luput dari senang dan susah, terlebih kepergian orang tercinta tak akan membuat siapapun akan siap menghadapi kenyataan. Namun disisi lain, ia bersyukur karena suaminya telah membekalinya banyak pelajaran agar usahanya terus bertahan kedepannya, dari meminjam dana di bank, hingga ramai mendatangkan pengunjung. Ia pun mempelajari usahanya dari nol, terutama program kasir pada sistem komputer, agar tetap berjalan efektif, meski tidak dalam pengawasannya. Selebihnya dalam penerapannya, ia banyak belajar dari sosok disiplin ibu, pekerja keras dan pintar mengelola uang. Berharap kedepannya seiring dengan keyakinan pada doa, campur tangan Tuhan akan selalu menyertai segala urusan dan perjalanan usaha ini kedepannya.
2 thoughts on “Berbakti Untuk Keluarga dengan Menjadi Ibu Sekaligus Kepala Keluarga yang Mandiri”