Dan ternyata, ada tantangan yang lebih rumit daripada hanya keputusan I Wayan Budiarsa untuk menerima tawaran kerjasama dalam membangun koperasi di desanya yakni menghadapi skeptisisme dan keraguan dari warganya sendiri. Sejak lama, berbagai lembaga atau organisasi yang pernah dibentuk di des aitu gagal bertahan lama, membuat masyarkat cenderung kehilangan kepercayaan pada inisiatif-inisiatif serupa. Budiarsa sadar akan masalah ini bukan sekedar soal membangun koperasi secara fisik atau menyusun rencana bisnis, tetapi juga soal mengatasi ketidakpercayaan kolektif yang sudah mengakar. Ia harus mampu menembus dinding keraguan warga dengan menawarkan visi yang jelas, sistem transparan, dan jaminan keberlanjutan. Tantangan utamanya adalah bagaimana mengajak masyarakat untuk kembali percaya bahwa koperasi ini akan berbeda dari sebelumnya, lebih kokoh, berdaya guna, dan mampu memberikan manfaat nyata bagi ekonomi desa dalam jangka panjang. Lebih dari itu, ia harus meyakinkan warga bahwa keterlibatan mereka adalah kunci kesuksesan koperasi ini.
I Wayan Budiarsa hanyalah seorang tamatan SMA, tetapi pengalamannya tidak bisa dianggap remeh. Setelah lulus, ia bekerja di industri perhotelan dan kemudian di organisasi KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Pengalaman paling berharga yang ia dapatkan adalah ketika bekerja sebagai akunting selama delapan tahun di sektor pariwisata. Di sini, ia tidak hanya menangani soal uang, tetapi juga belajar tentang hubungan baik antara pemilik usaha dan manajemen. Hubungan yang harmonis inilah yang membentuk pemahamannya tentang kolaborasi dan kesuksesan dalam bisnis. Meskipun kariernya stabil, pada satu titik Budiarsa merasa terpanggil untuk kembali ke kampung halaman. Ia merindukan keluarganya dan ingin berada lebih dekat dengan mereka. Namun, ada kekhawatiran dibenaknya, karena ia belum tahu pekerjaan apa yang akan digeluti setibanya di desa. Dalam kebingungan itu, seorang teman datang membawa kabar tak terduga sekaligus tawaran kerja sama dengannya, yaitu membangun sebuah koperasi di desa. Tawaran ini membuat Budiarsa berpikir keras. Meskipun ia memiliki pengalaman di bidang akuntansi, ia belum yakin apakah keterampilannya cukup untuk mengelola koperasi. Ada keraguan apakah ia mampu menghadapi tantangan baru ini. Setelah merenungkan penawaran tersebut, ia memutuskan untuk mengikuti instingnya. Baginya, kesempatan seperti ini tidak hanya datang dua kali, dan ia tidak ingin menyia-nyiakan peluang besar ini. Selain itu, ia berprinsip bahwa lebih baik memulai sesuatu tanpa terlalu memikirkan hasil akhir terlebih dahulu, karena kesuksesan seringkali datang dari proses dan perjalanan yang tidak terduga. Dengan tekad kuat, ia pun menerima tawaran tersebut, membuka babak baru dalam hidupnya di desa.
Baca Juga : “I Gede Agus Sugiarta” Perjalanan Inspiratif Seorang Pengusaha, Guru dan Pemangku
Tantangan yang lebih rumit daripada sekedar keputusan Budiarsa untuk menerima tawaran membangun koperasi di desanya adalah mendapatkan penerimaan dari warganya. Desa itu memiliki sejarah di mana lembaga-lembaga atau organisasi tidak pernah bertahan lama, sehingga ketika kabar mengenai pendirian koperasi tersebar, banyak muncul komentar pesimis. Warga merasa skeptis karena sudah sering kali dikecewakan oleh kegagalan inisiatif sebelumnya. Budiarsa tidak menyalahkan reaksi tersebut. Ia memahami bahwa kepercayaan warga telah terkikis oleh pengalaman masa lalu. Namun, alih-alih terpengaruh oleh pandangan negatif, Budiarsa dan rekannya memilih untuk tetap fokus pada tujuan mereka, mendirikan koperasi yang akan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Mereka bertekad membuktikan bahwa pandangan pesimis warga hanyalah asumsi yang keliru, bukan kenyataan. “Saya bukan tipe orang yang suka disanjung, jadi saat diberi kritik, saya juga tidak keberatan. Justru itu memacu saya untuk menjadi lebih baik lagi,” ucapnya dengan penuh ketegasan. Sikap lapang dada dan tekad kuat tersebut menjadi modal penting dalam usahanya membangun koperasi. Dengan pendekatan yang inklusif dan visi yang jelas, Budiarsa berhasil merekrut 70 anggota pada tahap awal, dengan setiap anggota menyetorlan modal sebesar Rp 1 juta. Hasilnya di luar dugaan, tabungan yang terkumpul dari anggota setiap harinya mencapai Rp 2 juta. Pencapaian ini tidak hanya mengejutkan warga desa, tetapi juga dirinya sendiri, yang awalnya tidak menyangka koperasi bisa berkembang secara signifikan.
Berdiri pada tahun 2015, KSP Bunga Mekar yang terletak di Desa Buahan, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, telah tumbuh pesat dengan jumlah anggota mencapai 327 orang dan aset sebesar Rp 11 miliar. Keberhasilan koperasi ini didukung oleh pengelolaan dana dan pinjaman yang teratur, dengan arus kas yang stabil sepanjang tahun 2016 hingga 2018. Setiap kali koperasi membutuhkan dana masuk, selalu ada sumber yang siap, mendukung pertumbuhan koperasi secara konsisten. Tantangan mulai muncul pada tahun 2019 ketika tanda-tanda perlambatan ekonomi mulai terasa, meskipun dampak pandemi belum sepenuhnya dirasakan di Bali. KSP Bunga Mekar mulai merasakan penurunan aktivitas, tetapi situasi tersebut masih bisa dikelola. Ketika pandemic COVID-19 resmi melanda Indonesia, dan Bali mencatat kasus pertamanya pada Maret 2020, ekonomi daerah mulai terdampak parah. Pandemi yang berlangsung selama tiga tahun membawa ujian besar bagi Budiarsa dalam mempertahankan keberlangsungan KSP Bunga Mekar. Menghadapi situasi yang sulit ini, Budiarsa mengambil pendekatan yang sangat hati-hati dalam setiap keputusan. Fokus utamanya adalah memastikan bahwa koperasi tetap bertahan tanpa harus merumahkan karyawan, serta menjaga kesejahteraan seluruh anggota. Bagi Budiarsa, tantangan utama bukan hanya soal menjaga kestabilan keuangan koperasi, tetapi juga mempertahankan kepercayaan anggota dalam situasi krisis. Ia merencanakan setiap langkah dengan cermat, menyeimbangkan kebutuhan untuk terus beroperasi dengan upaya melindungi karyawan dan anggota dari dampak pandemi yang lebih besar. Budiarsa juga mengadopsi strategi inovatif dalam menjaga likuiditas koperasi, memastikan bahwa anggaran pinjaman dan simpanan dapat dikelola dengan baik meskipun dalam kondisi sekonomi yang tidak menentu. Melalui kepemimpinan yang bijaksana dan keputusan yang didasarkan pada evaluasi yang matang, ia berhasil menjaga stabilitas KSP Bunga Mekar selama masa sulit tersebut, memberikan harapan bagi koperasi untuk tetap bertahan dan tumbuh di masa depan.
Baca Juga : “Perjalanan Inspiratif Nyoman Cikung” Dari Kuli Bangunan Hingga Berdikari Bangun Bisnis Sendiri
Sosok Ketua di Mata Karyawan
Salah satu saksi dari perjalanan KSP Bunga Mekar yang mampu bertahan sejak awal berdiri hingga tahun 2024 adalah Ni Kadek Sri Darmawati, Sekretaris KSP Bunga Mekar. Sri bergabung dengan koperasi tersebut masih menunggu wisuda. Bersama Ketua KSP Bunga Mekar, Budiarsa, dan satu rekan lainnya, ia aktif mengetuk pintu dari satu rumah ke rumah warga, mengajak mereka untuk bergabung dengan koperasi. Setelah resmi lulus sebagai sarjana, Sri tidak menjadi tinggi hati meski pendidikannya lebih tinggi dibandingkan banyak reka kerja lainnya. Baginya, kerja sama tim adalah hal yang utama, terutama di lingkungan koperasi. Menurut Sri, sebesar apa pun gelar pendidikan, jika seseorang tidak bisa bekerja sama dan lapang hati dalam menerima kritik, maka kontribusinya terasa kurang berarti.
Selama sembilan tahun bekerja sama, Sri melihat sosok Budiarsa sebagai seorang pemimpin yang bersahaja dan siap menerima kritik jika melakukan kesalahan. Kerendahan hati yang terpancar dari Budiarsa mengajarkan Sri dan timnya bahwa tidak semua orang mudah menjadi pemimpin yang bijaksana. Apalagi memimpin lembaga keuangan koperasi, yang sangat bergantung pada kepercayaan anggota dan harus siap menghadapi perubahan zaman, termasuk era digital. Pada awalnya, Sri merasa ragu apakah penerapan teknologi digital di KSP Bunga Mekar akan menambah beban tanggung jawab yang besar. Namun, setelah dijalani dengan dukungan dan kerja sama dari seluruh tim, perubahan menuju digitalisasi mulai diadaptasikan secara bertahap. Dengan kolaborasi dan komitmen yang kuat, KSP Bunga Mekar berhasil menghadapi tantangan era digital sambol tetap menjaga nilai-nilai kekeluargaan dan kepercayaan yang menjadi fondasi koperasi tersebut.
Budiarsa memiliki pandangan yang sejalan dengan Sri dalam hal pengelolaan sumber daya manusia di KSP Bunga Mekar. Baginya, sejak awal, rekrutmen karyawan bukan semata-mata soal mencari orang yang pintar secara akademis, tetapi lebih kepada menemukan individu yang memiliki kemauan kuat untuk belajar dan bekerja keras. Budiarsa meyakini bahwa kecerdasan akademi penting, tetapi sikap dan etos ker jauh lebih menentukan keberhasilan dalam menjalankan sebuah koperasi. Menurut Budiarsa, seseorang yang siap belajar dari bawah dan mau bekerja sama dengan tim akan lebih mudah beradaptasi dengan dinamika koperasi, yang sangat bergantung pada kepercayaan anggota dan pelayanan yang berkelanjutan. Ia pun terus mendorong para karyawannya untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan lanjutan, agar mereka tidak hanya berkembang secara individu, tetapi juga memperkuat koperasi secara keseluruhan.
Semuanya demi menjaga kepercayaan anggota yang dibangun dari pelayanan yang konsisten, keterbukaan, serta integritas yang ditunjukkan oleh pengurus dan karyawan. Dengan tim yang terlatih, solid, dan bersemangat untuk terus belajar, Budiarsa yakin KSP Bunga Mekar akan tetap menjadi tempat yang dapat diandalkan oleh anggotanya, tidak hanya sebagai lembaga keuangan, tetapi juga sebagai pilar dalam komunitas mereka.