Kesabaran, Tekun dan Bertanggungjawab Kian Memperkuat Marwah Kepemimpinan LPD Desa Adat Gitgit yang Visioner

Kesabaran, Tekun dan Bertanggungjawab Kian Memperkuat Marwah Kepemimpinan LPD Desa Adat Gitgit yang Visioner

Pada tipe kepemimpinan visioner atau visionary leadership, seorang pimpinan wajib mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menciptakan, merumuskan, mensosialisasikan, mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya dan mampu mengkomunikasikan dengan baik kepada para anggota. Upaya itu tentu bertujuan agar interaksi sosial dengan anggota yang lainnya akan terus tumbuh dan saling memberi dampak yang positif. Hasil yang baik, tentu akan memberi dampak yang baik pula. Sehingga, bisa diketahui bersama bahwa seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang visioner, tentu mampu menguatkan marwah kuatnya sebuah lembaga.

Menurut catatan Badan Kerja Sama (BKS) Lembaga Perkreditan Desa, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali telah mencapai 1.437 dari 1.485 desa pakraman. Sebagai sebuah lembaga keuangan mikro, yang sepenuhnya dikelola oleh krama dan untuk krama desa adat itu sendiri, LPD telah berhasil membuktikan diri sebagai lembaga keuangan yang terpercaya. Total asset seluruh LPD Bali per Desember 2022 mencatatkan aset sebanyak 25 triliun. Hal itu tentu membuktikan bahwa, keberadaannya memberi dampak yang positif bagi Masyarakat Bali. Pertumbuhan Lembaga keuangan desa adat ini pun tentu tidak terlepas dari kualitas kerja para pimpinan beserta jajarannya di wilayahnya masing-masing.

Diantara mereka yang ada dalam daftar kepemimpinan lembaga tersebut, ada salah satu perempuan hebat yang juga tak kalah menarik untuk dibahas. Terlebih berkaitan dengan usaha serta upayanya untuk bisa merawat keberlanjutan LPD di tengah kebutuhan masyarakat yang dinamis. Tidak berlebihan bila, karakter yang visioner ini pula yang bisa kita temukan selama masa kepemimpinannya hingga saat ini. Ia adalah Ni Nengah Warsini, yang saat ini menjabat sebagai pimpinan LPD Desa Adat Gitgit. Berkesempatan untuk bisa bertemu dan menceritakan banyak hal tentang perjalanan panjangnya saat meniti karir, turut memantik ribuan pertanyaaan lain tentang rahasia serta kiat dari Ni Nengah Warsini sehingga bisa dipercaya sebagai pemimpin dan membuktikan kinerja kerja yang profesional.

Baca Juga : Lewat Tangan Kreatif Putu Mahendra Sukses Dorong Geliat Industri Pariwisata yang Bermanfaat Bagi Lingkungan

Bagi perempuan yang akrab disapa Nengah Warsini ini, tidak ada hal yang istimewa yang mesti dipersiapkan ketika dipercaya untuk menahkodai LPD Desa Gitgit. Akan tetapi, sejauh dari apa yang telah dilaluinya, sepanjang cerita yang jadi pengalaman hidup serta berlimpah timba genangan ilmu hidup yang telah dialaminya, turut menjadi tempaan ilmu yang berarti. Dirinya pun memaknai, bahwasannya menjadi seorang pemimpin yang visioner berakar dari sebuah karakter yang penuh sabar, tekun serta bertanggungjawab. Dan ketiga hal itu ia sudah temukan dari hidupnya semasa kecil.

Terlahir sebagai anak desa di Singaraja, Nengah Warsini hidup sangat berkecukupan meski penghasilan kedua orang tua dari hasil pertanian. Ayahnya, Ketut Sarsa (alm) dan ibu, Nengah Suci adalah petani desa yang bergantung hidup dari lahan pertanian yang luasnya tak seberapa. Akan tetapi, keduanya memiliki karakter pekerja keras sehingga bisa menghidupi 4 orang anak. Tak hanya itu, perempuan kelahiran Singaraja, 15 April 1966 cukup beruntung karena bisa mengecap pendidikan. Tidak hanya Nengah Warsini, saudara-saudaranya pun ikut bersekolah dan bisa menyelesaikan pendidikan, meski sampai sekolah menengah atas. “Kami bisa disekolahkan hasil dari pertanian bapak dan ibu saya. Sempat pernah kuliah tapi tidak mampu untuk membiayai diri saya sendiri,” tuturnya mengenang. Di luar sekolah, di tengah kesehariannya sebagai seorang anak perempuan, Nengah Warsini diajarkan untuk bekerja membantu orang tua. Selain mengurus rumah, ia kerap diajak ikut menanam saat musim tanam.

Ketekunan dan tanggung jawab dalam menjalani kehidupan ia temukan dari apa yang telah diajarkan oleh sosok ibu, Nengah Suci. Sang ibu menjadi sosok yang sampai saat ini masih hidup di usia ke-80 tahun, turut memberikan pemahaman hidup yang bijaksana. Ia tidak menapik jika ilmu hidup itu turut membentuk karakter serta kepribadiaannya sebagai seorang perempuan yang mandiri. “Saya dekat sekali dengan ibu saya. Karena jujur, ibu saya memberikan kasih sayang yang sangat luar biasa. Nilai hidup berupa kesabaran, tekun dan bertanggungjawab saya temukan dari tindakan-tindakan kecil yang telah menjadi kebiasaan sampai hari ini. Contoh kecil seperti keterampilan menjahit, membuat tenun tradisional, sembari mengerjakan aktivitas lain seperti ke kebun, memetik sayur, mengurus rumah hingga mencari kayu api, turut menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil yang nilainya begitu besar membentuk karakter kami sebagai perempuan,” jelas Nengah Warsini.

Baca Juga : “SIAP MENGEMBAN TANGGUNG JAWAB” Rumah Sakit Mata Bali Mandara Siap Memberikan Pelayanan Terbaik

Mengamati perjuangan sang ibu dikesehariannya pun, bagi Nengah Warsini, terasa Istimewa untuk disyukuri. Ia tidak menampik bahwa beliau juga rela berhutang demi menyekolahkan anak-anaknya. Bahkan, utang itu dikembalikan utuh dari hasil pertanian. Nilai tanggung jawab itulah yang selalu menjadi pemantik sekaligus pengingat bagi Nengah Warsini untuk selalu bertanggungjawab di setiap pekerjaan. “Yang saya ingat nasehat dari ibu saya adalah menjadi perempuan itu harus mandiri, belajar mengurus rumah tangga dan usahakan punya penghasilan sendiri. Sebagai pembuktian, sejak kecil kami bisa merasakan hidup yang berkecukupan. Ibulah yang bersusah payah menyekolahkan saya dan mendidik saya sampai bisa seperti hari ini, bahkan sampai banyak rela berhutang sana-sini demi anak-anaknya untuk sekolah. Dan dengan kerja keras, utang itu terbayar semua dengan hasil kebun kami,” tuturnya bersemangat.

Dukungan dan doa dari orang tua akhirnya membuka pintu rezeki bagi Nengah Warsini. Meski tak sempat mengecap perguruan tinggi, Ibu dua anak ini langsung diterima untuk bekerja sebagai pagawai di LPD Desa Adat Gitgit. Bukan tanpa alasan, Nengah Warsini terpilih karena menjadi salah satu siswi yang berprestasi. “Saya tamat SMEA tahun 1989 di Singaraja jurusan Koperasi. Kemudian saya ditunjuk oleh LPD Desa Adat Gitgit melalui lomba desa adat dan bersyukur saya meraih juara satu dengan hadiah tabungan LPD 2 juta rupiah. Waktu itu pada tahun 1987,” ingat Nengah Warsini. Cukup lama mengabdi di Lembaga tersebut, dengan menjaga kualitas kerja serta keuletan mengelola keuangan, perempuan yang kini menginjak usia 58 tahun tersebut akhirnya dipercaya dan terpilih untuk menjadi pemimpin.

Nengah Warsini mengatakan, bahwa posisi menjadi pemimpin tentu bukan pekerjaan yang mudah. Terlebih mesti beradaptasi dengan pola kerja dan sistem yang bisa mengontrol banyak hal yang berkaitan dengan anggota serta keuangannya. “Memulai membangun LPD ini tentunya mesti sabar dan telaten ya. Sebab kita mesti mencari pelan-pelan nasabah agar mau bergabung dan menyimpan uangnya di deposito. Dulu LPD kami masih kecil dan belum terlalu dipercaya. Tidak banyak anggota yang menabung dengan jumlah yang besar, juga tak banyak yang meminjam dengan jumlah yang besar. Sempat ada kendala macet kreditnya, tapi lama kelamaan kepercayaan masyarakat mulai meningkat. Terlebih saat hasil panen yang juga meningkat, kian menumbuhkan semangat warga untuk bisa menyimpan uang di lembaga desa ini,” jelasnya bersemangat. Kunci kesabaran, tekun dan sikap tanggung jawab adalah kunci sukses membina LPD Desa Adat Gitgit. Terlebih di awal masa kepemimpinannya.

Baca Juga : Entrepreneur Muda yang Berperan Mempromosikan Gaya Hidup Sehat Melalui Klinik “Fisioterapi Astina”

Sebab, kesalahan dalam sistem kerja bisa saja terjadi yang tentu akan mempengaruhi kepercayaan krama. Ia pernah dimarahi oleh krama dan tak sedikit mendengar ucapan-ucapan yang kasar. Tetapi, istri dari Made Suardana ini selalu menerima dengan lapang dada dan mengambil sikap dengan kepala dingin, meminta maaf atas ketidaktahuan itu. “Meski Sebetulnya itu adalah kesalahan karyawan tapi saya mesti menunjukan sikap untuk menerima kemarahan-kemarahan itu dengan kepala dingin. Itu semua adalah bentuk pelayanan dan demi menjaga kepercayaan kami kepada anggota atau nasabah. Untuk lebih dekat dengan masyarakat juga, kami selalu menggelar laporan tahunan dilakukan di “pesangkepan” / rapat rutin desa adat dan disampaikan kepada masyarakat. Cara ini agar menumbuhkan rasa memiliki dari warga dan anggota,” tegas Nengah Warsini.

Upaya untuk hadir memberikan manfaat demi menjaga kepercayaan itu pun, mereka lakukan juga dengan menyumbangkan 20% simpanan hasil usaha (SHU) di setiap tahunnya untuk kepentingan pembangunan adat setempat. Selain itu, sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan desa di bidang olahraga, ketika upacara Nyepi dan ragam bentuk kebutuhan kegiatan di desa adat, LPD Desa Adat Gitgit turut berkontribusi dan mendukung. Sementara itu, ketika ditanya tentang seperti apa yang dilakukan agar LPD ini terus tumbuh dan bermanfaat? Nengah Warsini mengaku jika kerja-kerja teknis seperti memaksimalkan Administrasi, Manajemen, Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) serta pelayanan kepada nasabah, adalah hal yang sangat penting bagi lembaga keuangan saat ini.

Nengah Warsini yang kini menetap di Desa Gitgit, Singaraja ini tidak menampik bahwa buah dari kesabarannya juga turut menghanyutkan arus gelombang pengalaman pahit saat memulai menjalankan profesi sebagai seorang pimpinan. Terlebih perannya sebagai seorang perempuan yang mesti membagikan tugas bahkan waktu untuk keluarga kecilnya. Ia mengatakan, tantangan terbesar adalah ketika awal-awal usia pernikahan, yang pada saat bersamaan ia harus bekerja lebih keras untuk mengembangkan LPD ini. “Awal-awal menikah, saya ini bukan dari keluarga yang berpunya. Keluarga saya membantu saya untuk melanjutkan kehidupan, sebab uang hanya cukup untuk makan saja, belum punya aset dan tabungan sendiri. Saat itu kami tinggal di rumah tua. Disaat susah seperti itu, tentu saja saya hanya bisa berdoa agar diberikan jalan keluar dan rejeki yang melimpah. Dan buah dari do’a dan kesabaran itu adalah LPD ini mulai meningkat asetnya sehingga barulah saya mampu mendapatkan penghasilan yang cukup banyak. Saya mampu menyekolahkan anak saya dan bisa membangun rumah yang lebih layak untuk kami tinggali,” jelasnya.

Baca Juga : Tekun Menjadi Modal Berharga Merubah Nasib Menjadi Lebih Baik dari Sosok Owner UD. Bumi Lestari

Sehingga, ia pun sangat berharap, setelah purna bakti, ada sosok pengganti yang baik hati dan jujur untuk mengemban tugas ini. “Sebab saya sudah berjuang merintis dari kecil usaha ini. Dan kalau bisa berkembang lebih maju. Sebab, kalau dilihat dari proyeksi ke depan, LPD ini adalah lumbung desa adat,” tutupnya. Kemajuan LPD Desa Adat Gitgit ini pula turut diakui Komang Pasek Arjana selaku pengawas LPD sekaligus sebagai Bendesa Adat Gitgit. Ia mengaku bahwa hingga saat ini, aset lembaga tersebut sudah mencapai 12 miliar. Yang artinya, kehadiran LPD di dalam lingkup Desa Adat turut memberikan manfaat sekaligus mampu membangun ekonomi warga desa.

Komang Pasek Arjana menuturkan jika semangat LPD Desa Gitgit sejalan dengan misi dari program desa. “Sehingga ketika ditanya tentang apa pembenahan yang telah kami lakukan di desa, Ya pembenahan besar-besaran yang kami mulai dari tahun 2021. Bahkan, SHU yang seharusnya 20% untuk desa Adat kami naikkan lagi menjadi 30% untuk membantu masyarakat terutama masalah kematian. Agar masyarakat merasakan langsung walaupun sedikit. Karena LPD ini adalah milik kita bersama,” ungkap Komang Pasek Arjana. Sehingga, dengan kemajuan itu pula, ia sangat berharap agar perkembangan desa adat bisa tercipta dan bisa saling mengayomi. “Dan yang paling penting adalah bersatu padu. Untuk LPD saya selaku ketua adat sekaligus pengawas LPD ini saya bertanggung jawab penuh atas keberadaaan LPD ini. semoga bisa berdikari dengan acuan apa yang sudah dibangun di LPD ini,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *