Nasib baik bisa dinikmati bergantung pada usaha dan kerja keras seseorang. Hal tersebut bisa ditakar dengan seberapa gigihnya kita berkawan dengan beragam persoalan, yang bisa saja menjadi senjata ampuh tuk melewatinya. Dengan begitu, ketar – ketir hidup yang rumit mampu berubah rupa menjadi pengalaman berarti sebagai ruang permenungan sekaligus pembelajaran untuk bekal masa depan. Hal itu pula selaras dengan kisah panjang I Gusti Ngurah Putu Agung Suparta selama menjalani kehidupan hingga mampu sukses dengan mengembangkan bisnis di bidang usaha retail atau yang lebih di kenal dengan TB. Artha Wiguna. Seperti apa kisahnya?
Pengalaman hidup dengan situasi yang serba berkecukupan pernah dirasakan oleh sosok I Gusti Ngurah Putu Agung Suparta. Pria yang dulunya lebih akrab disapa Ngurah ini lahir di salah satu pelosok desa di Kabupaten Tababan, tepatnya di Desa Pejaten – Banjar Simpangan. Sejak kecil, Ngurah harus menerima kenyataan pahit tentang hidup yang mungkin saja tak begitu adil. Bayangkan, terlahir di tengah keluarga sederhana dari pasangan suami – istri alm I Gusti Ngurah Gede Suwirya dan Ibu Ni Gusti Ayu Made Fatmawati. Seperti kehidupan petani pada umumnya, kesibukan kedua orang tuanya lebih banyak menghabiskan waktu di kebun dan lahan garapan. Yang lebih menyayat hati, Ngurah dan Ibunya harus menerima kenyataan bahwa kepergian sang Ayah menjadi penanda bahwa menjalani kehidupan tak seindah yang dibayangkan.
Baca Juga : Gaya Fanatik Pengusaha yang Enggan Merambah Bisnis Lain di Tengah Pandemi
Saat itu, Ngurah masih menginjak usia 3 tahun dan sudah barang tentu, sosok Ibunya, Ni Gusti Ayu Made Fatmawati harus menyiapkan tenaga ekstra demi melanjutkan tanggung jawab keluarga. Selain menjadi seorang Ibu, beliau pun harus bisa menjadi seorang ayah yang akan siap bekerja menjadi tulang punggung keluarga. Situasi tersebut pun membentuk sekaligus mempengaruhi karakter Ngurah sejak ketabahan sosok ibu mampu membimbing kaki – kaki kecilnya untuk berdiri dan melangkah. Pria berambut gondrong itu pun menuturkan bahwa situasi keluarganya dahulu kian menjadi bekas yang melekat dalam ingatan. Pun di sisi lain, kisah – kisah silam menjadi pemantik semangatnya untuk bisa hidup mandiri. Buktinya, Ngurah tumbuh besar sangat berbeda dengan kawan sebayanya yang masih bisa merasakan kasih sayang dan pelukan hangat orang tua. Ngurah mesti bisa membagi waktu dan bahkan menyita waktu bermainnya hanya untuk ikut membantu ibu berjualan.
“Dari awal sebenarnya untuk sekolah memang sangat sulit. Karena saat usia 3 tahun, saya sudah di tinggal sama Ayah. Sehingga akhirnya saya dan ibu pun harus bekerja keras untuk memulihkan keadaan ekonomi. Dulu kita jualan es cendol, nasi bungkus dan lain sebagainya, memulai jualan itu saat saya menginjak kelas 2 SD. Saya ingat betul, kita dulu berangkat dari modal 20 ribu rupiah,” tutur Ngurah mengenang saat ditemui di sela waktu kesibukannya. Menjelang dewasa, tepatnya saat ia menginjak pendidikan di tingkat SMA, jiwa yang tangguh dan bertanggung jawab semakin membentuk kepribadian serta pola pikirnya. Mengingat kebutuhan hidup semakin bertambah pula, Ayah dua anak ini pun lebih giat berkawan dengan kegigihan. Ngurah harus bisa mencari pekerjaan lebih demi membiayai sekolahnya sendiri. “menjelang SMA, saya pun mesti lebih bekerja keras lagi untuk bisa membiayai sekolah. Sehingga, selain jualan, saya turut ikut menjadi buruh di salah satu perusahaan di desa demi menambah penghasilan,” aku Ngurah.
Aktivitas keseharian itu pula menjadi modalnya untuk terus bisa merasakan geliat dunia pendidikan. Setelah menamatkan SMA, Ngurah pun memberanikan diri untuk menempuh pendidikan kuliah. Baginya, pengalaman belajar belum terasa lengkap apabila tidak berani mencoba mengimplikasikannya di bidang pekerjaan – pekerjaan lain. Sehingga akhirnya, keputusan Ngurah untuk belajar menyetir mobil truk membuka peluang untuk lebih banyak memahami situasi sosial dan berinteraksi dengan banyak hal yang ia temukan dilapangan. Hingga akhirnya, pria kelahiran 15 Agustus 1975 ini pun bisa di terima menjadi sebagai seorang sales di salah satu perusahaan genteng. Profesi tersebut yang masih ia lakoni hingga saat ini. “Nah dari pengalaman yang saya kisahkan itu, saya menemukan banyak hal. Termasuk ilmu tentang pemasaran, strategi penjualan, hingga pengelolaan manajemen usaha. Kalau boleh jujur, dasar saya membangun usaha TB. Artha Wiguna dari situ,” ungkap Ngurah.
Baca Juga : Temukan Insting dan New Passion Dari Berani Mencoba Hal Baru
Membangun usaha yang saat ini eksis menyediakan kebutuhan retail bangunan terlengkap bagi masyarakat seputar Kabupaten Tabanan pun, diakui Ngurah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Awalnya, Ngurah tidak pernah membayangkan jika wujud serta keinginannya untuk bisa bekerja di atas kaki sendiri mampu tercapai ketika berani melakukan pinjaman di bank sebesar Rp 250 juta rupiah. Berkat keseriusan, usaha yang ia bangun pun berjalan mulus. Seperti pepatah lama mengatakan, di balik kesuksesan seorang pria, ada perempuan hebat di belakangnya. Dan kehadiran sosok tercinta, Ni Nyoman Suasih. Istri Ngurah, tentu memberi jalan serta motivasi lebih baginya untuk terus sukses mengembangkan bisnis pribadi.
“Awalnya jujur saja, seperti yang saya katakan tadi bahwa saya belajar otodidak di dunia bisnis, paling mendasar itu bagi saya adalah pertama, niat dan keinginan. Kedua, memikirkan lewat proses perencanaan dan ketiga tentunya harus bertanggung jawab, apa pun resikonya kita harus bisa bertanggung jawab. Dan perlahan, Astungkara, pengembangan pun sesekali saya menyediakan jasa properti ketika di butuhkan oleh masyarakat dan retail berupa Minimarket hingga sekarang ini. Dan saya pun sudah memiliki 3 minimarket yang telah berjalan selama 15 tahun lamanya,” jelas Ngurah. Hal yang pasti, lanjut Ngurah, semua pencapaian baik itu berkat doa dari Ibu dan keluarganya.
“Sosok Ibu bagi saya memang tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata. Maka apa pun itu, Ibu adalah segalanya. Berkat doa dan semangat kerja keras dari Ibu memang untuk kebaikan saya, sehingga kesuksesan saya hari ini adalah berkat beliau. Pastinya ada banyak hal, kendala atau kesulitan selama proses perjalanan usaha ini. Namun semua itu menurut saya berguna untuk mematangkan mental saya agar lebih dewasa. Seperti bagaimana saat kita coba memulai usaha ini sejak awal. Syukurnya adalah perjalanan saya turut dibantu oleh keluarga dan teman-teman dekat saya,” jelasnya.
Lebih jauh, pria yang kini menginjak usia 46 tahun ini juga mengatakan bahwa keyakinannya tentang perkembangan bisnis yang ia kelola, turut di topang berkat campur tangan Sang Pencipta. Akan tetapi, semua bentuk keyakinan itu wajib kita imbangi dengan berbuat dan bekerja keras. Sehingga apa pun hasilnya jangan lupa untuk selalu bersyukur, legowo dan juga jangan lupa untuk berbagi. Karena yang menjadi tujuannya adalah kesehatan secara umum dan semuanya berhak untuk merasakan setiap hasil yang kita capai. “Keseimbangan pikiran merupakan tujuannya, sehingga tentu dengan sendirinya emosi dan ego diri pun bisa di turunkan. Dengan begitu saya meyakini, akan bermuara pada hakekat atau tujuan hidup yang bisa kita arahkan. Sehingga tidak hanya kebutuhan ekonomi saja yang ingin dikejar, akan tetapi seberapa besar niat baik kita untuk berbagi. Maka, makna kehidupan yang saya rasakan mudah – mudahan bisa membantu sekaligus bermanfaat untuk orang lain. Kalau sudah ada niat yang baik dengan konsep yang baik, terus berusaha, bekerja keras, ketika hasilnya baik, jangan lupa untuk berbagi,” tutup Ngurah.
2 thoughts on “Mandiri Sejak Kecil, Belajar Otodidak Hingga Sukses Mengelola Usaha”