60 tahun telah berlalu, masa kecilnya di panti asuhan telah menjadi kisah inspirasi bagi banyak orang. Ia membuktikan bahwa masa lalu tidak menentukan masa depan. Dengan berlandaskan kebaikan dalam nama Tuhan, dan komitmen pada tujuannya, ia berhasil membalikkan keadaan dan mencatatkan kisah hidupnya sebagai seorang pemimpin yang berprestasi dan dihormati. Tak hanya menceritakan kerja kerasnya yang tak terbantahkan mengantarkannya pada kesuksesan, ia juga dengan bangga berbagi kisah cintanya di masa remaja yang memotivasi mengubah nasibnya, hingga kini telah menjadi ayah dan suami yang memimpin dan memelihara cinta kasih dalam keluarga sebagai kekuatan yang tak tergantikan.
Dialah Dr. Drs. I Ketut Putra Suarthana, M.M yang kisahnya menjadi pengingat bahwa harapan selalu ada, bahkan di tengah keterbatasan. Bahwa keberanian untuk bermimpi dan kerja keras untuk mewujudkannya mampu mengubah jalan hidup siapa pun. Kisahnya di Panti Asuhan Kristen Giri Asih mungkin tak asing lagi bagi lingkungan pendidikan khususnya Universitas Triatma Mulya, dunia pariwisata maupun dunia kesehatan. Di usia 74 tahun, meski sudah tak seenerjik dahulu, ingatan Putra Suarthana tentang bagaimana ia mengakari dirinya hingga duduk di kursi rektor, pantang untuk dilupakan. Sebagai anak terakhir 12 bersaudara, tak menjamin ia mendapat perlakukan istimewa. Ia justru dilepaskan orang tua untuk tinggal di Panti Asuhan Giri Asih. Kata “melepaskan” bukan berarti tak cinta, melainkan karena kasih sayang yang teramat besar untuk putra bungsu mereka, Putra Suarthana pun rela jauh dari orang tua demi meringankan beban I Wayan Genjir (ayah) dan Ni Nengah Meling (ibu).
Baca Juga : Kesuksesan Pengusaha Lokal dan Kelestarian Pariwisata Bali Lewat Budaya Ramah Tamah
Di Panti Asuhan Kristen Giri Asih menjadi saksi bisu perjalanan Putra Suarthana kecil untuk melanjutkan pendidikan SD. Kondisi di panti asuhan kala itu, bisa dikatakan tidak berbeda jauh dengan kondisi di rumahnya. Terkadang anak-anak panti masih makan nasi cacah atau nasi gaplek, namun hal itu tak masalah baginya, karena keinginannya untuk bersekolah lebih besar dibandingkan keluhan akan makanan yang ala kadarnya. Di sisi lain, kehidupan di panti asuhan memberinya sesuatu yang berbeda, disiplin dan keteraturan. Segala aktivitas berjalan sesuai jadwal yang telah ditentukan, dan sebagai salah satu penghuni, ia belajar untuk menghormati aturan yang ada. Disiplin iniah yang perlahan membentuk karakternya, mengajarkannya tanggung jawab, kemandirian, dan ketekunan. Nilai-nilai yang kelak menjadi pilar keberhasilannya.
Cerita Cinta yang Tak Kalah Memotivasi
Putra Suarthana melanjutkan pendidikannya di SMA Widya Pura, yang sekaligus menandai kepindahannya ke Panti Wisma Harapan demi mendukung sekolahnya. Dalam setiap jenjang pendidikan yang ia tempuh, Putra Suarthana selalu memberikan hasil yang terbaik, tidak hanya membuat bangga pihak panti tetapi juga keluarganya. Prestasi akademiknya yang konsisten menjadi bukti nyata dari kerja keras dan semangat belajarnya. Tidak hanya diwarnai dengan rutinitas sekolah. Ia mengungkapkan bahwa saat SMP, ia sudah memiliki seseorang yang istimewa di hatinya. Kekasihnya ini ternyata juga berasal dari panti asuhan yang sama. Hubungan itu tidak berjalan mulus, karena sempat mendapat tentangan dari orang tua sang gadis. Meski begitu, bagi Putra Suarthana, pengalaman tersebut bukan sekedar cinta monyet, melainkan motivasi tambahan untuk menata masa depan.
Romansa yang ia lalui di usia muda justru menjadi cambuk yang mendorongnya untuk lebih fokus dalam meraih cita-cita. Hubungan itu mengajarkannya arti tanggung jawab dan komitmen, bukan hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masa depan yang ingin ia bangun. Meski perjalanan cintanya sempat terhalang, kisah ini menjadi bagian yang membentuk karakter dan perjalanan hidupnya yang penuh warna.
Cinta yang ia rasakan di usia muda baginya juga tak kalah menjadi cambuk yang mendorongnya untuk lebih fokus dalam meraih cita-cita. Hubungan itu mengajarkannya arti tanggung jawab dan komitmen, bukan hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masa depan yang ingin ia bangun. Putra Suarthana menegakkan kepalanya dan fokus pada tujuannya untuk menjadi pendidik. Ia pun melanjutkan kuliah di IKIP Mahasaraswati Denpasar. Setelah sebelumnya lulus dari Akademi Pariwisata Bali. Sambil berkuliah, ia mengisi waktu luangnya dengan bekerja di Sanur Beach Hotel, menempati posisi pembersih kolam renang, bellboy dan reservation manager di Nusa Dua Beach Hotel. Pengalaman-pengalaman ini tidak hanya membantunya membiayai pendidikan, tetapi juga langkah yang ia harapkan memperkuat karakternya dan mendekatkannya pada cita-citanya sebagai pendidik.
Baca Juga : Di Balik Kesuksesan, Ada Pengalaman Hidup dan Warisan Sang Istri
12 Tahun lamanya penantian Putra Suarthana yang akhirnya resmi menjadi pendidik di Balai Pendidikan dan Latihan Pariwisata Bali (BPLP) pada tahun 1983. Ternyata tak hanya berperan sebagai pendidik, Putra Suarthana merupakan sosok berpengaruh dalam perintisan BPLP. Sehingga dirinya dikirim ke Belanda oleh Departemen Pariwisata dan Pos Telekomunikasi, dalam rangka Summer Course. Kali pertamanya menginjakkan kaki di luar negeri, memberikan kebanggaan tersendiri baginya, terlebih keluarga yang begitu mendukungnya menjadi pendidik. Pengalaman internasional ini tidak hanya memperluas wawasan Putra Suarthana, tetapi juga semakin memperkuat posisinya sebagai seorang pendidik yang berpengaruh di dunia pariwisata. Langkah ini menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan kariernya, mengukuhkan semangatnya untuk terus berkontribusi dalam pengembangan pendidikan pariwisata di Indonesia.
Ada Keluarga yang Lebih dari Materi sebagai Tim Support
Singkat cerita, karier Putra Suarthana terus menanjak seiring dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Di BPLP, posisinya naik sebagai Ketua Jurusan, hingga membangun lembaga pendidikan di mulai dari taman kanak-kanak bertumbuh menjadi sekolah dasa dan saat ini menjadi sebuah universitas yaitu Universitas Triatma Mulya, Pusat Pendidikan dan Latihan Pariwisata (PPLP) Dhyana Putra, Akademi Komunitas Manajemen Perhotelan (AK. MAPINDO) dan STIKES Bina Usada yang fokus pada bidang kesehatan. Selain menyediakan fasilitas pendidikan, Putra Suarthana juga memikirkan masa depan para lulusannya. Untuk membantu mereka memasuki dunia kerja, ia membentuk “The Puri Saron Hotel Group”, yang menyediakan akomodasi penginapan dan lapangan pekerjaan. Jaringan hotel ini kini tersebar di Bali, Jawa, dan Lombok, menjadi komitmen Putra Suarthana dalam mendukung kemajuan pendidikan sekaligus industri perhotelan. Dan juga mendirikan Klinik Pratama Bina Usada bagi lulusan atau mahasiswa kesehatan dalam melaksanakan praktik kerja.
Kesuksesan Putra Suarthana dalam karier memang sudah tak terbantahkan. Selain kerja kerasnya, pentingnya membangun keseimbangan antara dedikasi terhadap pekerjaan, waktu bersama keluarga, dan kehidupan spiritualnya. Di tengah semua pencapaiannya, khususnya istri tercinta, Ni Made Rai Srigunanti menjadi sosok yang paling berarti baginya. Sebagai pendamping hidup sang istri tak hanya menjadi tim pendukung tetapi juga sumber semangat yang tak tergantikan. Ia adalah tempat Putra Suarthana berbagi suka dan duka, serta pilar yang menguatkannya di saat-saat sulit. Bahkan kini, ketika usianya telah memasuki fase yang lebih tenang, istri tercintanya tetap menjadi sosok utama yang terus memberikan kekuatan dan cinta tanpa syarat. Bagi Putra Suarthana, kebahagiaan terbesarnya adalah menyaksikan tiga buah hati mereka sehat, sukses dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai ketuhanan yang telah ditanamkan sejak dini.