Doktor Medical Tourism Pertama di Bali: Menjadikan Bali dan Bali Royal Hospital Sebagai Destinasi Medical Tourism

Doktor Medical Tourism Pertama di Bali: Menjadikan Bali dan Bali Royal Hospital Sebagai Destinasi Medical Tourism

Dr. Ida Ayu Oka Purnama Wati, SS.,MM – Merdeka Medical Center & Bali Royal Hospital

Perjalanan karir seorang wanita, tak lagi bisa dianggap sebelah mata. Mereka tak hanya sekedar duduk manis di kursi berhadapan dengan pekerjaan – pekerjaann yang wajib diselesaikan, kemudian melewati satu hari begitu saja. Kini, pola pikir wanita untuk memiliki karir yang lebih menjanjikan dan mandiri secara finansial sudah sangat terbuka. Bahkan para wanita turut mengembangkan ide – ide baru dari topik hangat masa kini, untuk masa depan yang lebih baik.

Masing-masing individu berhak memilih jalan hidupnya masing-masing, bahkan bagi mereka yang terlahir menjadi seorang wanita. Wanita masa kini semakin bebas dalam menjalani karir yang mereka inginkan. Adalah Ida Ayu Oka Purnama Wati (biasa dipanggil Gek Oka), wanita yang sebelumnya mungkin akan berpikir melangkahkan kakinya di dunia pariwisata, justru nasib baik membawanya sebagai pimpinan di sebuah klinik swasta ternama di Bali. Bahkan jiwa wirausahanya pun tak terbendung dengan membangun sebuah rumah Sakit “Bali Royal Hospital (BROS)”.

Gek Oka sebenarnya merupakan lulusan dari Jurusan Sastra Inggris. Setelah tamat, ia pun melanjutkan berkarir sebagai Sekretaris dan setelah 2 tahun kemudian menjadi Customer Service Manager di Hotel Grand Hyatt Bali – Nusa Dua. Padatnya ruang lingkup pekerjaan di dunia pariwisata, membuat ia mulai tak mampu membagi waktunya sebagai wanita Hindu Bali, yang didampingi dengan adat istiadat yang tidak kalah kompleksnya.

Selain alasan tersebut, yang mendorong Gek Oka untuk melangkahkan kakinya keluar hotel, adalah saat kodrat sebagai seorang ibu memanggil. Putranya yang baru berusia 1 tahun, seperti tidak mengenal ibunya, karena sempitnya waktu untuk bertemu (berangkat kerja pagi, pulang malam dan sang anak telah tidur). Di samping itu, tawaran pekerjaan sebagai wedding consultant untuk orang asing sangat menjanjikan, tidak saja secara financial, tetapi juga waktu yang fleksibel. Saat bekerja menjadi wedding consultant inilah, respon dari clients sangat positif, dan salah satu dari mereka merekomendasikan Gek Oka untuk memulai bisnisnya sendiri.

Mendapat review yang demikian positif, membangun kepercayaan dirinya. Meski hanya melalui surat elektronik, ia pun seketika mundur dari pekerjaannya sebagi wedding consultant, dan memulai usaha wedding organizer (WO) nya sendiri di bulan September 1999. WO tersebut masih exist hingga saat ini. Hanya saja karena pandemi, kliennya hampir tidak ada dalam satu tahun terakhir.

Baca Juga : Generasi Penerus Karya Seni Terapan Agar Lestari Hingga ke Pelosok Dunia

Di tahun 2002, wanita kelahiran 16 Oktober 1970 ini kembali memulai usaha baru di bidang kesehatan. Bekerjasama dengan kakaknya yang merupakan seorang dokter kandungan ahli bayi tabung dan suami, Ida Bagus Indra Jaya yang berprofesi sebagai arsitek, mereka membangun sebuah klinik bernama “Merdeka Medical Center” yang beralamat di Jalan Merdeka VIII No.2, Denpasar. Berbekal ilmu yang didapat selama bekerja di hotel, Gek Oka memulai usaha ini dengan sepenuh hati, meskipun tidak mempunyai latar belakang medis sedikitpun. Karena baginya, dunia kesehatan sama dengan dunia pariwisata, sama-sama di bidang hospitality, bidang pelayanan. Prinsip inilah yang selalu dipegangnya dalam memberikan layanan.

Menyediakan fasilitas dengan 16 Dokter Spesialis, Laboratorium, Rontgen, Apotek dan klinik Umum 24 jam, bisa dikatakan MMC merupakan pelopor klinik yang memiliki fasilitas terlengkap pada masa itu. Selain melayani pasien rawat jalan, MMC juga melayani permeriksaan kesehatan bagi pekerja kapal pesiar dan telah ditunjuk secara resmi oleh Kementrian Kesehatan menjadi Sarana Kesehatan (SARKES) untuk pemeriksaan kesehatan CTKI sampai saat ini.

Seiring berjalannya waktu dan besarnya dukungan masyarakat untuk terus melayani pemeriksaan kesehatan, maka untuk meningkatkan kualitas layanan, MMC mengembangkan layanan Emergency (UGD) 24 jam yang dilengkapi dengan minor surgery room, observation room dan ambulance 24 jam di tahun 2005. Upaya ini pun didukung oleh tenaga SDM yang berkualitas dan profesional, memastikan MMC dapat memberikan layanan kesehatan yang paripurna bagi masyarakat.

Ide Mengembangkan Konsep Medical Tourism

Memiliki relasi yang baik dengan hotel-hotel selama bekerja di bidang pariwisata, menjadi salah satu keuntungan yang dimiliki oleh Gek Oka sebagai entrepreneur. Ia pun memanfaatkan kesempatan tersebut dalam memperkenalkan MMC dan menawarkan kerjasama dengan beberapa hotel. Di tengah proses tersebut, ada sebuah pertanyaan dari pihak hotel, bagaimana bila mereka membutuhkan layanan rawat inap. Karena klinik memang memiliki ruang lingkup yang terbatas, wanita kelahiran Denpasar ini, kemudian memiliki ide untuk membangun sebuah rumah sakit.

Sebagai seorang yang pernah berkecimpung di pariwisata dan mulai merambah ke dunia medis, topik tentang medical tourism yang hangat dibicarakan saat ini, diakui olehnya sudah terpikirkan sejak tahun 2005. Saat itu ia mewakili wedding organizer-nya mengikuti pameran di Singapura yang sebenarnya fokus membahas soal tourism.

Baca Juga : Menjadi Versi Terbaik Diri Sendiri, di Mana Pun Dalam Kondisi Apa Pun

Ia yang saat itu juga tengah mengembangkan MMC, tak mau hilang kesempatan. Dengan membawa brosur dan banner MMC akhirnya bertemu dengan istri dari salah satu CEO Mount Elizabeth (ME) Hospital Singapore, yang kebetulan bertugas sebagai dokter di ME Hospital. Terkesan dengan tampilan klinik MMC yang tampak seperti villa dengan kilauan lampu kuning, beliau memberikan kartu nama suaminya kepada Gek Oka. Komunikasipun dilakukan lewat email dan telepon, sampai ada wacana pembangunan rumah sakit ‘managed by’ Mount Elizabeth Singapore.

Bercermin dari pengalaman saat bertandang ke ME, dimana banyak orang Indonesia (Jakarta dan Bandung), dengan tujuan sekedar melakukan check-up kesehatan, Gek Oka mulai berpikir ‘sepertinya klinik saya bisa menjadi ME di Bali’. Orang Indonesia berbondong-bondong ke Singapore untuk check-up, setelah itu berbelanja di sepanjang Orchard Road. Kenapa Bali yang sudah menjadi daerah tujuan wisata tidak bisa menarik orang Jakarta, Bandung dan orang asing untuk sekedar check-up?. Pikiran ini selalu mengusiknya, sampai tahun 2007, dimana Gek Oka sekali lagi bersama kakak dan suaminya menggagas pendirian rumah sakit, dia mengusung konsep medical tourism, dengan pemahaman sederhananya bahwa orang dari luar Bali datang, melakukan medical check-up, lalu jalan-jalan (berwisata). Rumah sakit bernama Bali Royal Hospital (BROS), akhirnya dibangun pada tahun 2009 dan mulai beroperasi di bulan Juli 2010.

Bekerjasama dengan kakaknya, Dr. dr. Ida Bagus Putra Adnyana, Sp.OG (K) yang memang piawai dan mendapat kepercayaan manca negara dalam menangani pasien asing khususnya untuk program bayi tabung (IVF), membuat BROS ramai dikunjungi pasien asing sejak awal berdiri. Namun baru tahun 2012, sebuah unit yang khusus didedikasikan untuk melayani pasien asing dibentuk dan diberi nama Royal International Patient Assistance Center (RIPAC).

Seiring berjalannya waktu, Gek Oka merasa bahwa ‘proyek’ medical tourism yang ia canangkan untuk BROS jalan di tempat. Banyaknya kendala teknis dan operasional menjadikan proyek ini tidak berkembang. Target market dan omzet yang diharapakan tidak terpenuhi. Mahalnya biaya tindakan di banding negara pesaing (Malaysia, Thailand, India dan Vietnam), sumber daya manusia, komunikasi dalam bahasa asing, asuransi, mahalnya harga implant serta promosi menjadi hambatan yang dirasa sangat menggangu. Minimnya pengetahuan tentang medical tourism, mendorong Gek Oka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Doktoral dengan menulis disertasi berjudul ‘Medical Tourism di Bali: Potensi dan Strategi Pengembangannya’.

Melalui disertasinya ini, Gek oka jadi tahu apa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman medical tourism di Indonesia dan Bali khususnya. Bagaimana strategi untuk menghadapi ini semua, apa yang bisa dikembangkan dan sebagainya. Disertasi ini juga menghantarkan Gek Oka meraih gelar Doktor di bidang Medical Tourism pertama di Bali, bahkan mungkin di Indonesia. Lalu apa yang bisa dilakukan setelah meraih gelar ini? Sebenarnya salah satu usulan strategi pengembangan medical tourism di Bali, yaitu membetuk asosiasi medical provider (rumah sakit penerima pasien medical tourism) dan menjadi anggota Bali Tourism Board (BTB) untuk kepentingan promosi, sudah dilakukan oleh Gek Oka. Pada tanggal 14 Februari 2020, dia yang mewakili BROS bersama RSUP Sanglah dan Klinik Dental 911 telah membentuk Bali Medical Tourism Association (BMTA). Asosiasi ini siap didaftarkan dan bergabung dengan Bali Tourism Board, namun karena Pandemi Covid 19, rencana pendaftaran tertunda.

Gayung bersambut, karena di tahun 2021, pemerintah gencar membahas topik medical tourism, sebagai bentuk pariwisata baru yang menjanjikan. Di samping untuk mengurangi bocornya devisa ke luar negeri, juga untuk membuktikan bahwa Indonesia dan Bali khususnya siap memberikan layanan kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien manca negara. Berbagai kunjungan dan persiapan dilakukan oleh Kementrian Kesehatan dan Pariwisata serta Bali digadang-gadang menjadi pilot project medical tourism di Indonesia. Maka ketika Gek Oka diajak bergabung di PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) Cabang Bali, di compartment medical tourism, ide ini ia lemparkan ke PERSI dan disambut baik.

Akhirnya, pada hari Selasa, 29 Juni 2021, Bali Medical Tourism Assocation (BMTA) yang saat ini anggotanya terdiri dari 17 rumah sakit Umum Pemerintah dan swasta, serta beberapa klinik, resmi mendeklarasikan diri menjadi anggota Bali Tourism Board. Sepertinya cita-cita Gek Oka untuk menjadikan Bali sebegai The Next Medical Tourism Destination in Asia bisa segera terwujud. Ia berharap Bali dapat bersaing dengan Singapura, Malaysia, Thailand, India dan Vietnam, karena Bali memiliki keunggulan dan daya tarik yang luar biasa. Di samping sudah sangat terkenal sebagai daerah tujuan wisata dunia, Bali juga telah memiliki medical provider yang mampu melayani pasar ini, dengan sarana prasarana dan kemampuan SDM yang tidak kalah dari negara lain.

Kejujuran dan Kerja Keras yang Diamalkan Sejak Dini

Ida Ayu Oka Purnama Wati lahir di Denpasar dari alm. ayah, Ida Bagus Bandjar yang di masa mudanya merupakan pejuang kemerdekaan yang berasal dari Sanur. Tak sampai di sana, perjuangan beliau pasca kemerdekaan berlanjut sebagai salah satu ketua partai politik selama 20 tahun. Dari Ibu yang bernama Ida Ayu Putu Adi, jiwa entrepreneur diwariskan, karena ibunya merupakan pedagang emas dan berlian sejak tahun 1970. Dengan kolaborasi keduanya, mereka sukses menghidupi lima orang anak dan behasil dalam pendidikan. Anak pertama adalah seorang doktor dan dokter ahli bayi tabung, anak kedua di bidang ekonomi, ketiga seorang arsitek, keempat merupakan sarjana agama, dan kelima doktor di bidang pariwisata.

Selain sukses dalam pendidikan formal, dalam keluarga pun Gek Oka dan keempat saudaranya mendapat pelajaran betapa pentingnya makna kejujuran dan kerja keras, sesuai dengan pengamalan yang beliau terapkan sehari – hari. Hal ini pun secara tidak langsung terbawa ke dalam diri Gek Oka, khususnya dalam membangun bisnisnya. Lewat perwakilan kalimat “Business is Trust”, Ia percaya bahwa sebagai pemilik bisnis, ia harus bisa memberikan dan meninggalkan kepercayaan kepada setiap customer, agar bisnisnya tidak berjalan sekedarnya saja dan customer datang tidak hanya untuk sekali kunjungan, tapi datang untuk kali selanjutnya.

Selain pesan tersebut, Ida Ayu Oka Purnama Wati pun mencontek kalimat ayahnya yang sebagai veteran, “Berjuang ampai akhir”. Dalam kalimat tersebut diingatkan kepadanya, bahkan kepada siapapun yang tengah berjuang di tengah kondisi pandemi saat ini, janganlah mudah menyerah sebelum perang, apalagi saat tengah bergerilya, tetaplah fokus pada tujuan. Selama kita masih ada upaya yang diiringi doa yang berlandaskan keyakinan didalamnya, niscaya Sang Pencipta akan selalu membukakan pintu berkahnya untuk kita.

4 thoughts on “Doktor Medical Tourism Pertama di Bali: Menjadikan Bali dan Bali Royal Hospital Sebagai Destinasi Medical Tourism

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *