I Komang Artawan, SH., MH. – UD. Supani
Perkembangan kain tenun di Bali, berawal dari Kabupaten Klungkung. Sejarahnya pun mulai tersebar, ke seluruh desa dan mendapat dukungan pemerintah tahun 1985 sehingga pertumbuhannya sangat pesat dan mengalami kejayaan. Begitu pula dengan usaha bernama “UD. Supani” yang telah digagas sejak tahun 1970 oleh orangtua dari I Komang Artawan, yang kini kemudian tengah ia teruskan usaha ini agar tetap berkembang dan lestari.
Dari hanya memproduksi kain tenun stagen tradisional, kain yang biasanya digunakan para ibu pasca melahirkan. UD. Supani semakin mengibarkan produksi bisnis kainnya, seiring dengan naiknya minat masyarakat dalam penggunaan kain tradisional. Kain tenun ikat pun menjadi pilihan, yang proses produksinya masih bertahap secara tradisional.
UD. Supani yang beralamat di Banjar Jabon, Sampalan Tengah, Dawan, Klungkung ini, sejak awal dirintis oleh orangtua pada tahun 1970 hingga sampai di tangan Komang Artawan masih bergerak di bidang produksi kain tenun secara tradisional, tanpa menggunakan mesin. Seiring perubahan zaman, orangtua pun berpikir terbuka untuk mengembangkan ke kain tenun ikat, yang dijadikan sebagai kebutuhan busana, kain pelapis mebel atau penghias interior rumah.
Pria kelahiran Klungkung, 23 November 1965 ini, mengungkapkan orangtuanya merupakan orang pertama yang memiliki ide untuk mengembangkan budaya ini sebagai sebuah usaha. Perhatian dari pemerintah pun didapatkan, sehingga mendapat didikan langsung dan diikutsertakan dalam berbagai pameran. Dengan dilakukannya pengenalan kain ini berskala nasional, orangtua Komang Artawan memperoleh penghargaan Kalpataru, atas upaya mereka dalam pelestarian kain tradisional.
Setelah sepeninggal ayah pada 12 tahun lalu dan ibu yang menderita stroke, UD. Supani kemudian dilanjutkan estafetnya oleh Komang Artawan, sebagai putra pertama dalam keluarga. Baginya bukan hal mengejutkan, bila ia akan melanjutkan perjuangan mempertahankan UD. Supani. Karena sejak kecil, matanya sudah terbiasa menyaksikan produksi kain tenun di tengah keluarga. Setelah menikah, tak hanya Komang Artawan, saudaranya yang lain pun tertarik untuk berkecimpung di bidang yang sama.
Meski tak pernah diceritakan langsung oleh ibu Komang Artawan, ia menduga nama “Supani” yang dipilih untuk menjadi nama usaha, berasal dari nama beliau “Ni Wayan Supani”. Kesepakatan untuk menggunakan nama itu pun disetujui, agar tak mudah melupakan jasa beliau sebagai penggagas pertama dan namanya selalu dikenang dalam sejarah pendirian produksi kain tenun ini.
Kolaborasi yang Ajeg antara Pemerintah dan Masyarakat
Tentu kondisi 12 tahun lalu usaha yang dirintis orangtua, berbeda dengan situasi saat ini. Komang Artawan pun berharap bisa mengikuti jejak kesuksesan orangtuanya dalam bekerja, terutama proses transaksi dengan customer-nya yang terbilang lancar dan selalu berupaya memenuhi kebutuhan kain yang diinginkan. Namun, karena zamannya mulai berubah, usaha serupa pun sudah banyak, jadi selain segi pelayanan kualitas kain yang dipertahankan seperti kain yang tidak cepat luntur dan awet. Secara teknis perawatan, ia pun tak ragu berbagi ilmu kepada para customer.
Terlepas dari kesuksesan bisnis yang dijalani saat ini, Komang Artawan tak mampu berkelit ada peran dari orangtua yang sangat besar dalam mendidiknya terutama hal kemandirian sejak dini. Ia yang menyatakan bahwa dirinya dekat dengan sosok Sang Ibu, menceritakan bagaimana ia sering diserahkan pekerjaan dan beliau diam – diam memperhatikan bagaimana cara ia menjalankan tanggung jawabnya kepada pekerjaan tersebut. Selain itu sikap jujur dan ikhlas juga tak kalah menjadi prioritas penting dalam mengisi kehidupan sebagai manusia.
Setiap pemilik usaha pasti menginginkan kemajuan dari usaha yang digelutinya, terlebih sebagai generasi penerus dari usaha yang telah diturunkan dari orangtua, hal ini terkadang memiliki beban tersendiri, khususnya Komang Artawan. Usaha di bidang ini pun yang difokuskan tak hanya sekedar bergerak mempercantik si pemakai, tapi juga ada rasa tanggung jawab untuk mempertahankan budaya tradisionl tenun ikat yang diproduksi dari ATMB (Alat Tenun Bukan Mesin) dan terus melestarikannya sepanjang hayat. Maka daripada itu dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, terutama para penenun seluruh Kabupaten Klungkung. Diharapkan mereka yang bergerak di bidang ini agar tetap ajeg bersatu padu, demi memperkenalkan warisan nenek moyang ke seluruh pelosok dunia.
4 thoughts on “Generasi Penerus Karya Seni Terapan Agar Lestari Hingga ke Pelosok Dunia”