Pembangunan konstruksi, merupakan sebuah proses fundamental dalam mewujudkan berbagai infrastruktur dan bangunan yang akan menjadi penopang peradaban manusia. Dengan proses yang kompleks dan melibatkan banyak pihak, pembangunan konstruksi harus sejalan dengan prinsip keberlanjutan seperti, penggunaan material ramah lingkungan, pengolahan limbah konstruksi yang tepat, keamanan konstruksi dan selaras dengan prinsip-prinsip kebudayaan di suatu daerah tertentu.
Konstruksi bukan hanya sekedar pembangunan fisik, tetapi juga bisa membangun sebuah harapan baru. Proyek-proyek konstruksi tentunya akan menyerap banyak tenaga kerja dan disamping itu pula akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Inovasi-inovasi konstruksi terus berkembang di era sekarang ini, termasuk di Indonesia. Pembangunan-pembangunan konstruksi berupa bangunan maupun infrastruktur seperti jalan dan fasilitas-fasilitas yang bisa kita nikmati saat ini tak terlepas dari jasa tokoh-tokoh pembangunan kita. Salah satu contohnya yaitu Dr. Ir. Tjokorda Raka Sukawati, seorang putra daerah Bali yang turut berjasa dalam perkembangan konstruksi di Indonesia.
Tjokorda Raka Sukawati dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1931 di Ubud, Gianyar, Bali. Di usianya yang menginjak 4 tahun, Tjokorda Raka Sukawati hijrah ke Denpasar tinggal bersama ibu tirinya, semenjak saat itu ia melakoni hidup dengan penuh kesederhanaan dengan segala keterbatasan keadaan dan kurangnya perhatian dan kasih sayang. Kehidupan yang serba susah dan berbaur dalam kesedihan hati tak membuat semangat hidupnya patah, justru hal tersebut menjadi pecut semangat perjuangan di dalam hatinya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih layak, dengan tekad yang kuat dibarengi dengan usaha yang maksimal dalam menempuh pendidikan akhirnya membawanya berhasil menjadi seorang insinyur di Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1962.
Karirnya di dunia kerja mulai dilakoni sejak tahun 1962 sebelum tamat dai ITB, sebagai pengawas pada pembangunan Reaktor Atom TRIGA MARK di Bandung. Kemudian di tahun 1964, Tjokorda Raka Sukawati mengawali karir di Perusahaan Negara Hutama Karya dan bertugas di Airport Bali. Semenjak itulah karir profesinya ia tekuni dengan professional, dedikasi tinggi dan penuh tanggung jawab. Di tahun 1971 Tjokorda Raka Sukawati diangkat menjadi direksi Perusahaan Negara Hutama Karya degan jabatan Direktur Administrasi. Berbagai jabatan pun diembannya ketika PN. Hutama Karya menjadi PT. Persero Hutama Karya. Disaat itulah ia ditunjuk untuk merangkap jabatan sebagai Presiden Direktur PT. Hutama Takenaka Corporation Indonesia dan sejak itulah karirnya terus meningkat dan dedikasinya dalam bidang pembangunan sebagaimana disiplin ilmunya.

Pada tahun 1980-an, Jakarta yang memang sudah mengalami kendala kemacetan lalu lintas, banyak membangun jalan laying sebagai salah satu solusi meningkatkan infrastruktur lalu lintas. Sebagai kontraktor saat itu, PT. Hutama Karya mendapatkan order membangun jalan raya di atas jalan Bypass A. Yani Dimana pembangunannya harus memastikan bahwa jalan itu harus tetap berfungsi tanpa melakukan penutuan akses lalu lintas. Dengan permasalahan itu, para direksi PT. Hutama Karya berdiskusi setelah mendapatkan order membangun jalan layang antara Cawang sampai Tanjung Priok sekitar tahun 1987.
Persoalan yang sangat rumit dihadapi saat itu, dimana yang diperlukan untuk menyangga badan jalan itu adalah deretan tiang beton yang satu sama lain dan diatasnya juga membentang tiang beton. Jika dengan cara konvensional, yang dilakukan adalah memasang besi penyangga (bekesting) di bawah bentangan lengan beton itu, tetapi bekesting itu akan menyumbat akses jalan dibawahnya, cara lain adalah dengan bekesting gantung namun membutuhkan biaya yang lebih besar.
Ditengah permasalahan tersebut, Ir. Tjokorda Raka Sukawati mengajukan gagasan dengan membangun tiangnya terlebih dahulu dan kemudian mengecor lengannya setelah itu di putar membentuk bahu. Hanya saja ada kendala yaitu bagaimana cara memutarnya karena lengan itu nantinya seberat 480 ton.
Penemuan Metode Sosrobahu
Ketika Tjokorda Raka Sukawati memperbaiki kendaraannya, dilihatlah hidung mobil Mercedes buatan 1974 nya diangkat dengan dongkrak, sehingga dua roda belakang bertumpu di lantai yang licin karena ceceran tumpahan oli secara tidak sengaja. Begitu mobil itu tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbunya adalah batang dongkrak. Satu hal yang ia catat, dalam ilmu fisika dengan meniadakan gaya geseknya, benda seberat apapun akan mudah bergeser. Kejadian tersebut memberikan inspirasi bahwa pompa hidraulik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang licin, benda tersebut muda digeser. Bayangan Tjokorda Raka Sukawati adalah menggeser lengan Benton seberat 480 ton itu.
Kemudian Tjokorda Raka Sukawati membuat percobaan dengan membuat silinder bergaris tengah yang dibuat sebagai dongkrak hidraulik dan ditindih beban beton yang sangat berat. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit tetapi tidak bisa turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut berada pada posisi miring, Tjokorda Raka Sukawati kemudian menyempurnakannya, posisinya ditentukan persis di titik berat lengan beton di atasnya.

Untuk membuat rancangan yang pas, dasar utama hukum pascal yang menyatakan : “Bila zat cair pada ruangan tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan diteruskan segala arah”. Zat cair yang digunakan adalah minyak oli (minyak pelumas). Masalah lain yang muncul adalah adanya variable lain yang mempengaruhinya, di antaranya adalah jenis minyak yang digunakan. Minyak yang digunakan tidak boleh rusak kekentalannya. Urusan minyak menjadi hal yang krusial karena minyak inilah yang meneruskan tekanan untuk mengangkat beton yang berat itu.
Prinsip Kerja Alat Sosrobahu
Setelah semua selesai, Tjokorda Raka Sukawati mengerjakan rancangan finalnya yakni sebuah landasan putar untuk lengan beton yang dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LPBH). Bentuknya dua piringan (cakram) besi bergaris tengah yang saling menangkup.
Kedalaman ruang di antara kedua piringan itu dipompakan minyak oli. Sebuah seal (penutup) karet menyekat rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga inyak tak terdorong keluar, meski dalam tekanan tinggi. Lewat pipa kecil, minyak dalam tangkupan piring itu dihubungkan dengan sebuah pompa hidraulik. Sistem hidraulik itu mampu mengangkat beban ketika diberi tekanan.
Sebenarnya temuannya belum diuji secara khusus di laboratorium saat dipraktekkan. Namun ia meras yakin temuannya bisa bekerja sesuai rumusan ilmiah yang ada. Bahkan sebelum temuannya dipraktekkan, ia menyempatkan diri untuk bersembahyang di atas konstruksi itu. Ia terbilang nekad saat itu, dengan mengatakan bahwa ia bersedia mundur dari direktur PT. Hutama Karya kepada Menteri Pekerjaan Umum saat itu, bila temuannya itu ternyata tidak bisa bekerja. Namun ternyata temuan Sosrobahu itu dapat bekerja sebagaimana mestinya tanpa kurang suatu apa pun.
Pada tanggal 27 juli 1988 pukul 10 malam waktu Jakarta, pompa hidraulik dioperasikan. Lengan pier head itu, meskipun bekesingnya telah dilepas, mengambang di atas atap pier shaft lalu dengan dorongan ringan sedikit saja lengan beton raksasa itu pun berputar. Ketika pier shaft itu sudah dalam posisi sempurna, secara perlahan minyak dipompa keluar dan lengan beton itu merapat ke tiangnya. Sistem LPBH itu dimatikan sehingga perlu alat berat untuk menggesenya. Namun demikian karena khawatir konstruksi itu bergeser, Tjokorda Raka Sukawati merancang delapan batang besi untuk memaku pier head ke pier shaft lewat lubang yang telah disiapkan. Kemudian satu demi satu alat LPBH itu diterapkan pada konstruksi beton lengan jembatan layang yang lain.
Dia mengatakan bahwa temuan itu 80% atas kehendak Tuhan yang Maha Kuasa. Bahkan angka tekanan yang diterapkan dalam teknologi temuannya itu, sebenarnya angka misterius baginya, entah dari mana saat itu ia menetapkan angka wangsit itu. Bahkan para insinyur Amerika Serikat yang mengerjakan jalan layang menggunakan alatnya di Seatle begitu taat dengan ketetapan angka tersebut. Belakangan, setelah diketahui di laboratorium yang kemudian dibangunnya sendiri itu, didapatkan hasil perhitungan yang sama persis dengan angka wangsit itu.
Penamaan Sosrobahu dan Pematenan
Pada pemasangan ke-85, awal November 1989, Presiden Soeharto ikut menyaksikan dan memberi nama teknologi itu dengan nama Sosrobahu yang diambil dari nama tokoh cerita sisipan Mahabrata. Sejak itu LPBH tersebut dikenal sebagi Teknologi Sosrobahu.

Hak paten yang diterima adalah dari pemerintahan Jepang, Malaysia dan Filipina. Dari Indonesia, Dirjen Hak Cipta Paten dan Merek mengeluarkan patennya pada tahun 1995 sedangkan Jepang memberinya pada tahun 1992. Saat ini teknologi Sosrobahu sudah diekspor ke Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Salah satu jalan layang terpanjang di Metro Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan adalah buah karya ciptaan Tjokorda Raka Sukawati. Di Filipina teknologi Sosrobahu diterapkan untuk 298 tiang jalan, sedangkan di Kuala Lumpur sebanyak 135. Saat teknologi Sosrobahu diterapkan di Filipina, Presiden Filipina saat itu, Fidel Ramos berujar, “Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN”. Sementara Korea Selatan bersikeras untuk membeli hak paten itu.
Pengembangan Versi Ke-2
Teknologi Sosrobahu ini dikembangkan menjadi versi ke-2. Bila pada versi pertama memakai jangkar baja yang disusupkan ke beton, versi keduanya hanya memasang kupingan berlubang di tengah. Lebih sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu akan bertahan hingga 100 tahun.
Menurut Dr. Drajat Hoedajanto pakar struktur dari Institut Teknologi Bandung, Sosrobahu pada dasarnya hanya metode sangat sederhana untuk pelaksanaannya. Sistem ini cocok dipakai pada elevated toll road (jalan tol layang dalam kota) yang biasanya mengalami kendala lalu lintas dibawahnya yang pada Sosrobahu terbukti bermanfaat dalam proses pembangunan jalan layang, sangat aplikatif, teruji baik teknis dan ekonomis. Ir. Tjokorda Raka Sukawati, yang juga pendiri Fakultas Teknik Universitas Udayana Bali, telah pensiun dari PT. Hutama Karya. Namun, beliau masih tetap berkarya dan menghabiskan akhir karirnya dengan mengajar di jenjang Pascasarjana Bidang teknik Sipil Universitas Udayana. Ir. Tjokorda Raka Sukawati menghembuskan nafas terakhirnya pada 12 November 2014 pada pukul 20:00 WITA, ditanah kelahirannya Ubud, Gianyar, Bali.
Sumber:
1. Scribd.com, Biografi Cok. Raka Sukawati, https://id.scribd.com/doc/286273876/Biografi-Cok-Raka-Sukawati
2. Kaskus.co.id, 80% Kehedak Tuhan Ir. Tjokorda Raka Sukawati, https://www.kaskus.co.id/thread/5f199d6310d29558d907c86e/80-kehedak-tuhan-ir-tjokorda-raka-sukawati-tokoh