Pengetahuan merupakan hasil “tahu” penginderaan manusia terhadap suatu obyek tertentu. Proses penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Salah satu hal agar memperoleh pengetahuan itu, bisa kita temukan dari pengalaman. Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah yang mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan. Atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.
I Kadek Arnaya adalah salah satu orang yang tumbuh dengan bermodal pengalaman. Sematan pepatah lama mengatakan, pengalaman adalah guru terbaik. Bukan hanya pengalaman dirinya sendiri, melainkan juga pengalaman dari orang lain. Pengalaman atau peristiwa buruk diambil pelajarannya agar tidak dilakukan dan pengalaman atau peristiwa baik agar dilakukan terus-menerus. I Kadek Arnaya merupakan sosok yang menahkodai Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Banyubiru, yang kini masih eksis dan konsisten menjadi oase bagi warga yang tinggal di wilayah Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali.
Tak jauh dari pengalaman pribadinya, pria yang lahir dan tumbuh di lingkungan Banjar Air Anakan Desa Banyubiru ini akhirnya dipercaya oleh masyarakat untuk mengemban tugas yang besar sebagai pimpinan di lembaga keuangan desa. Hal itu ia akui dari penempaan-penempaan hidup semasa kecil. Hidup pas-pasan, sederhana dan pekerja keras, akhirnya membentuk karakter serta kepribadian yang tangguh. “Orang tua saya berasal dari Karangasem dan tahun 1965 mereka pindah ke Jembrana. Orangtua saya seorang tukang. Sehingga masa kecil saya begitu melarat, karena bapak hanya tukang dan saya hanya ikut pergi buruh tani sejak SD kelas satu. Dari kecil saya sudah mandiri, cuci baju dan pekerjaan rumah saya kerjakan mandiri. Kalau di sekolah saya cukup lumayan dan pernah dapat rangking. Begitu sampai SMA saya masuk SMA Favorit dan sempat bangga karena SMA pilihan,” ungkap I Kadek Arnaya.
Sikap peduli terhadap sesama pun terlatih dari kebiasaannya untuk terlibat aktif dalam sebuah gerakan sosial. Bahkan sejak SMA, pria yang akrab disapa Kadek ini ikut menjadi relawan Jembrana untuk membantu sejumlah warga yang membutuhkan. Baik di bidang pendidikan atau pun pelayanan kesehatan. Meski tak sempat merasakan pendidikan di perguruan tinggi karena terkendala biaya, semangat untuk belajar dari hal apa pun seakan menjadi pemantik baginya untuk terus belajar dari pengalaman kerja yang sempat ia geluti. “Saya pernah bekerja di Denpasar sebagai kuli bangunan, kemudian akhirnya saya bekerja di koperasi harian sejak tahun 1997 sampai 1998. Hingga saya pun menikah sambil bekerja membangun usaha sederhana yaitu warung kecil dirumah hingga tahun 2022,” kenang Kadek.
Baca Juga : Tekun Menjadi Modal Berharga Merubah Nasib Menjadi Lebih Baik dari Sosok Owner UD. Bumi Lestari
Keyakinannya untuk terus tumbuh dan belajar dari setiap kendala adalah sekolah yang tepat baginya. Bahkan nilai spiritualitas turut menguatkan sekaligus memuluskan niat besarnya untuk tetap berjalan denga apa yang telah ia pilih. Ia tidak menampik, bahwa sekolah pertama dan paling utama dimulai dari rumah. Sehingga kedua orangtuanya, Alm. I Gede Warta dan Ibu Ni Ketut Wergi telah berhasil mendidik Kadek untuk selalu bersyukur pada kehidupan. Terlebih didukung dengan budaya dan kepercayaan warga setempat yang sangat menjunjung tinggi makna keberlanjutan hidup, baik itu, antar sesama, alam dan maha pencipta itu sendiri. Kekuatan yang tentu sangat besar, sebab pengalaman tersebut yang akhirnya bisa menguatkan Kadek. Kisah memilukan dan bahkan sempat membuat Kadek terpuruk, sebab sang istri harus pergi meninggalkannya dan 3 orang anak. Lalu apakah Kadek larut dalam kesedihan? Jawabannya tidak. Karena semuanya ia serahkan sepenuhnya dalam sujud serta doa.
“Saya begitu dekat dengan sosok ibu. Bagi saya ibu saya luar biasa karena mendidik saya dengan sikap mandiri, sehingga paling tidak saya bisa mengatur keuangan. Selain itu, keluarga mengajarkan saya bahwa penting untuk selalu berdoa dan tidak sampai lupa kepada Tuhan. Apalagi, bagi orang Bali sendiri, kesakralan untuk tunduk pada leluhur dan filosofi hidup sesuai Tri Hita Karana harus betul-betul dijalankan demi keberlangsungan hidup,” aku pria kelahiran Banyubiru, 25 Desember 1977 itu. Kuatnya pemahaman hidup dan spiritual yang tertanam dalam diri Kadek ini yang akhirnya menjadi energi besar untuk menerapkan etos kerja di lingkup LPD Desa Adat Banyubiru. “Saya senang mendengar Cerita Mahabarata, di Baghavad Gita disebutkan sebuah kalimat dari Sri Krisna memberikan ceramah kepada Karna setelah hampir dibunuh oleh Arjuna. Gunakanlah ilmu pengetahuan untuk masyarakat. Dia akan berguna disaat krisis. Pemikiran itu akhirnya menjadi kekuatan saya untuk terus membantu dan menolong banyak orang,” imbuh Kadek.
Kadek Arnaya yang saat ini juga aktif sebagai Ketua BKS (Badan Kerja Sama) LPD Kabupaten Jembrana mengaku di masa kepemimpinannya di LPD Desa Adat Banyubiru sejak Desember 2008, ada lika-liku panjang serta ragam tantangan yang mesti mereka hadapi. Ia pun pernah memutuskan untuk cuti, sebab merasa belum cocok dengan sistem yang sebelumnya telah dibangun. Namun lari dari kesulitan bukan lah jalan keluar. Malahan, kesempatan itu ia ambil untuk belajar banyak hal tentang dunia keuangan, mengikuti ragam kegiatan tentang sistem keuangan, dan bahkan tak sungkan untuk belajar dengan orang-orang yang telah memiliki pengalaman. Proses atau fase yang tak mudah itu akhirnya semakin meyakinkan Kadek untuk mulai berbenah. “Kebetulan agama hindu ada upacara adat untuk berdoa agar ekonominya berkembang. Yang menjadi poin penting LPD ini menjadi kepercayaan masyarakat adalah dari faktor keluarga. Sehingga memang butuh proses untuk meyakini itu semua. Dan astungkara, dari aset 200 juta dan selama saya menjabat sampai hari ini asetnya sudah mencapai 21,8 Milyar,” aku Kadek.
Pada prinsipnya, pengelolaan LPD Desa Adat Banyubiru menjadi momentum bagi Kadek untuk mempererat tali silaturahmi dengan masyarakat. Serta menjalin hubungan kekeluargaan yang baik dengan prinsip dasar kejujuran serta transparan. Sehingga, sejumlah perubahan, pembenahan dan inovasi bisa ia lakukan. Kadek mengaku, pengelolaan yang transparan bisa dilakukan apabila sistem keuangan yang manual bisa diganti ke sistem digital. Sehingga hal pertama kali yang ia rubah adalah sistem tersebut. “Program ini membantu pengawasan lebih mudah, seandainya ada kekeliruan lebih cepat ditangani. Kelebihannya juga mampu mengantisipasi para karyawan yang mau merobohkan, sehingga diketahui lebih cepat. Saat itu kami dari BKS provinsi bekerjasama denga PT.USSI dari Bandung untuk digitalisasi. Sehingga dibawah naungan PT ini apabila ada kekeliruan, kami mendapat servis yang bagus dan aman secara program. Baik legalitas maupun jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,” tutur Kadek.
Baca Juga : Entrepreneur Muda yang Berperan Mempromosikan Gaya Hidup Sehat Melalui Klinik “Fisioterapi Astina”
Kontribusi dari LPD pun turut menjadi bagian dari program yang wajib dilakukan. Kadek menegaskan bahwa yang akan diberikan mengambil konsep Tri Hita Karana. Yang pertama yaitu hubungan harmonis dengan Tuhan (parahyangan), LPD Desa Adat Banyubiru tiap tahunnya rutin menyelenggarakan dharma yatra serta melakukan punia ke pura-pura. “Untuk hubungan ketuhanan kami menyisihkan anggaran kepada staf adat untuk yadnya. Fungsinya adalah membangun mental spiritual positif Pengurus LPD dan masyarakat yang bersinggungan. Apalagi mengelola keuangan masyarakat ini butuh aura positif,” ujar Kadek. Selanjutnya dalam upaya memberikan manfaat kepada masyarakat sebagai realiasai hubungan manusia dengan manusia (pawongan), LPD Desa Adat Banyubiru dikatakannya memberikan bantuan sembako pada masyarakat lanjut usia serta kurang mampu di wilayah Desa Adat Banyubiru.
Demikian pula dalam upaya menjaga lingkungan sebagai realiasasi hubungan manusia dengan lingkungan (palemahan), LPD Desa Adat Banybiru juga memiliki program pengadaan tempat sampah. Tempat sampah yang berlogokan LPD Desa Adat Banyubiru ini diletakan di tempat-tempat umum seperti balai banjar dan fasilitas desa yang lain. “Kami juga kerap melakukan kegiatan penanaman pohon khususnya jenis nyuh (kelapa) gading, kelapa ganjah di lahan desa adat. Jenis tanaman ini memiliki kegunaan untuk sarana upakara,” imbuhnya. Sehingga baginya, untuk bisa menjalankan semua program serta visi-misi yang telah menjadi kesepakatan bersama dalam LPD tersebut, bagi Kadek, perlu dibutuhkannya kerjasama antar sesama anggota dan pengurus LPD. “Sehingga kejujuran itu paling penting. Karena setiap niat baik dan tulus ikhlas akan selalu menjadi satu, apabila dilandasi dengan kejujuran,” tutup Kadek.