I Wayan Jawat & Ni Luh Witi – UD. Buncing Sari
Secara intelektual, Wayan Jawat mungkin tidak dimungkinkan membangun sebuah usaha. Namun dibalik sederhananya sikap yang ia miliki, ia memiliki keteguhan sikap dalam mengubah hidup, yang telah berhasil ia tepati. Semua itu ia lakukan, tak lain kalau bukan demi menjamin ekonomi keluarga lebih sejahtera, begitupula dengan garis keturunannya kelak.
I Wayan Jawat awalnya bekerja sebagai kuli bangunan, selama 15 tahunan. Memeras keringat dan membanting tulang namun upah yang didapat seringkali tidak sebanding dengan perjuangan. Namun dengan semangat membara, sebagai kuncinya menjalani pekerjaan, ia berupaya tetap bertahan menghidupi keluarga, bukan untuk mengejar kesempurnaan, hanya demi memenuhi kebutuhan yang berkecukupan.
Tak hanya tertantang secara fisik bekerja setiap hari, dalam membangun bangunan dari nol, hingga tegak berdiri dan siap dihuni. Mental Wayan Jawat pun diuji, saat menemukan sesuatu yang seharusnya ia terima, tak kunjung ia dapatkan. Namun ia berupaya tetap bekerja sebagaimana mestinya, sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pekerja.
Kejadian tersebut dialami Wayan Jawat setelah adanya peristiwa Gempa Seririt pada tahun 1975. Ia mendapat tawaran untuk mengerjakan proyek inpres (Instruksi Presiden) di Buleleng, yang tentu tak mungkin ia tolak begitu saja. Ia pun menjalankan pekerjaannya secara profesional sampai proyek rampung dikerjakan. Tapi di tengah pengerjaan hingga selesai, ia tidak menerima bayaran sama sekali. Ia yang hanya sebagai pekerja biasa, pun tak mengetahui jelas apa permasalahannya.
Pengalaman sebelumnya diharapkan oleh Wayan Jawat tak terulang lagi kepadanya, karena ia telah merugi waktu dan tenaga. Ia kemudian kembali mengambil proyek dan tak ragu dalam mengikuti prosedur dari mandor. Agar segera terbayarkan kerugian yang menimpanya dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Baca juga : Membuka Pintu Rezeki di Tengah Pandemi, Perbanyaklah Sedekah dari Hati
Harapan Wayan Jawat kembali pupus, lagi – lagi ia tidak mendapat bayaran dari proyek yang ia kerjakan. Kondisi ini membuatnya sampai-sampai harus menjual kalung istri seberat 10 gram, karena tidak memegang uang sama sekali, sedangkan ada keluarga yang harus ia hidupi.
Tak ingin berlama – lama larut dalam keterpurukan, Wayan Jawat tertarik dengan tawaran rekan – rekannya untuk bekerja di Denpasar sebagai tukang bangunan. Ia berpikir, dari kuli kemudian sebagai tukang, setidaknya menunjukkan ada perubahan status pekerjaannya dan penghasilan, meski tak seberapa.
Tak hanya di Denpasar, Wayan Jawat pun berangkat ke Lombok demi pekerjaannya. Di tengah pengerjaan bangunan, ada rekannya yang memintanya untuk memesan material berupa kayu. Merasa mendapat celah untuk mengubah nasibnya, ia mulai ambil kesempatan ini sebagai distributor material untuk proyek di Lombok pada tahun 1998.
Material bangunan tersebut Wayan Jawat dapatkan dari rekannya yang memiliki toko bangunan di Bali. Tanpa modal, ia diizinkan meminjam sementara material, hingga proyek rampung, barulah ia membayar lunas seluruh tagihan. Transaksi yang berjalan cukup mulus, akhirnya menjadi awal ia mulai memberanikan diri untuk memulai sepak terjangnya dalam berwirausaha di toko kayu yang ia namakan “UD. Buncing Sari” pada tahun 2000.
Mengandalkan ketekunan dan bermodalkan keberanian, Wayan Jawat semakin handal menerima beberapa proyek, atau pembelian material secara retail. Modal lebih untuk mencari lokasi yang ideal pun mulai ia dan istri lakukan agar usahanya terlihat semakin bergengsi. Di lokasi yang ditempati saat ini, yang beralamat di JalanKesuma Yuda, Bangli ini menjadi saksi bisu perjuangan ia dan istri bekerja keras memperjuangkan usaha mereka yang masih berstatus sewa.
Di lokasi yang sederhana, Wayan Jawat masih hanya mengandalkan alat manual, terutama pada material pengolahan kayu. Memang saat itu sudah ada alat yang lebih canggih, karena modal masih belum mumpuni, sementara ia hanya bisa memanfaatkan alat tersebut. Dengan segala kesederhanaan, ia dan istri berupaya terus mengembangkan usaha semakin tegak dan dikenal masyarakat yang membutuhkan jasa usahanya, bahkan di tengah pandemi ini, ia berharap akan selalu ada jalan rezeki untuk keluarga, melalui perjalanan usaha UD. Buncing Sari.
Belajar dari Sulitnya Kehidupan Masa Kecil
Wayan Jawat berasal dari Gianyar, dari keluarga yang tidak mampu. Ia tinggal di sebuah gubug, dengan atap masih berupa alang-alang, dinding rumah menggunakan kelangsah dan lantai beralaskan tanah. Jika musim hujan tiba, tak terbayangkan kondisi yang akan dialami bersama orangtua dan ketiga saudaranya. Sejak kecil, Wayan Jawat diwajibkan untuk bekerja membantu meringankan pekerjaan orangtua. Kondisi ini pun membuatnya jarang bermain, apalagi melakukan sesuatu bersama teman-teman sebayanya. Agar bisa makan untuk hari itu, ia harus bekerja terlebih dahulu, seperti mencari bahan makanan berupa sisa padi dari para petani atau memasak ketela, untuk dimasak ibunya, yang dinikmati oleh ia dan keluarga tanpa adanya nasi.
Meski terbilang tak bermateri berlimpah, anak pertama dari empat bersauadara ini, tak kurang perhatian terutama pendidikan dalam keluarga. Pelajaran yang paling diingat Wayan Jawat ialah agar ia tumbuh menjadi sosok yang memiliki moral yang baik kepada sesama. Apapun kondisi yang ia terima dan bila merasa dirugikan, tetaplah berpegangan kepada kebaikan, janganlah berpikir untuk membalasnya bahkan melakukan perbuatan buruk.
Ketidakberuntungan di masa kecil dan bimbingan dari orangtua yang tidak ia dapatkan di pendidikan formal, Wayan Jawat meyakini berpengaruh penting dalam pencapaiannya saat ini. Tentu diiringi dengan keyakinan dalam doa kepada Sang Pencipta, bahwa akan ada pergerakan perubahan nasib kedepannya, yang kini menjadi anugerah tak ternilai bagi ia dan keluarga, yang patut ia syukuri.
Pengalaman ini pun ia harapkan menjadi penyemangat garis keturunannya yang jauh lebih beruntung dari segi ekonomi, agar mereka menghargai proses perjuangan tersebut memang dibutuhkan untuk menggapai cita-cita mereka. Meski berbagai tantangan akan ditemui kedepannya, terimalah itu, karena semakin banyak pengalaman yang kita hadapi dan mampu kita lalui dengan bijak. Pintu kesuksesan akan segera menyertai kita di waktu yang tepat.













One Reply to “Sikapi Ketidakberuntungan Masa Kecil dengan Kesuksesan di Hari Tua”