Menyebut nama dealer “Made Ferry Motor”, atau melihat ikonnya saja, sudah sangat akrab di lingkungan sosial masyarakat Bali. Apalagi Bali menjadi daerah yang perkembangan kendaraan bermotornya rata – rata terus meningkat dan diramalkan pada tahun 2022 akan ada sebanyak lima jutaan pengguna motor. Bagaimana tidak, kendaraan ini dianggap masih strategis untuk melakukan segala aktifitas yang membutuhkan jarak tempuh. Tidak salah lagi, I Made Ferry Astawa, pengusaha dari Made Ferry Motor, telah menggapai masa kejayaannya. Setelah konsisten dalam kerja keras yang telah ia dedikasikan dalam diri, sejak 29 tahun silam.
Tepatnya tahun 1992, Made Ferry Astawa mengawali langkah suksesnya dalam usaha jual beli sepeda motor. Berangkat dari hobi main motor di usia remaja, kemudian semakin antusias menggiring hobinya ke hal yang lebih positif, dengan membuka sebuah bengkel. Semangatnya dalam merintis bengkel tersebut pun ternyata sampai ke hati masyarakat yang ikut meramaikan usaha perdananya tersebut. Hingga mulai ada beberapa pihak yang datang menawarkan diri untuk merawat/menservis sepeda motor di bengkel miliknya.
Selain motivasi dari diri sendiri yang harus selalu berupaya untuk Made Ferry penuhi, bentuk dukungan keluarga saat mengetahui hobinya diputuskan ke jenjang yang lebih serius, menjadi kebutuhan batin yang diharapkan semakin mempermudah jalan usahanya. Namun, belum sesuai dengan rencana, tantangan berwirausaha memang tak semulus jalan beraspal yang sering ia lewati. Ia mengaku saat itu ada rasa ketakutan yang selalu datang merongrong dalam dirinya, apakah ia mampu mengembangkan usaha bengkel, meski sudah sesuai dengan passion-nya. Bahkan karena terus menerus membiarkan ketakutan hinggap dalam dirinya, ruko yang akan menjadi lokasi usaha, ia diamkan sampai selama satu tahun.
Baca Juga : Menjadi Bahagia dengan Pengabdian yang Berlandaskan Kemanusiaan
Angin perubahan mulai menyelimuti hati Made Ferry, akhirnya ia mulai mempekerjakan satu mekanik, termasuk dirinya yang mulai mempelajari pekerjaan tersebut seperti proses membangun, merawat, hingga memperbaiki (reparasi) mesin, seraya menerima permintaan pengunjung yang mulai berdatangan, Agar setidaknya sebagai pemilik bengkel, ia mengetahui basic daripada fasilitas yang ditawarkan dan kualitas yang harus ditingkatkan demi meningkatkan kepercayaan pengunjung.
‘Kegilaan’ dengan Balap Motor
Bercakap – cakap dengan Made Ferry, sangat terdengar jelas ia tak memiliki aksen Bali sama sekali. Benar saja, saat ditanyakan darimana ia berasal, rupanya ia lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Lalu bagaimana ia bisa dilahirkan di tanah Batak? Mulanya sang ayah yang berasal dari Desa Gunungsari, Kec. Seririt, Kab. Buleleng, memutuskan untuk merantau ke Sumatera Utara, tempat kelahiran ibunya. Di kota tersebut ayahnya merintis karir dan sukses memegang posisi Direktur Utama PTP perkebunan teh di Sumatra.
Kembali pada kisah pria kelahiran 20 Februari 1960 ini, di Pematang Siantar ia menghabiskan masa anak-anak hingga transisi menuju usia remaja. Tamat SMP, ia merantau ke Yogyakarta, mengikuti jejak kakaknya untuk melanjutkan SMA. Pengenalannya dengan aksi balap motor pun justru dimulai di kota yang mendapat sebutan kota pelajar tersebut.
Di universitas, kecintaannya dengan dunia balap motor semakin menggila. Ia yang masih berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Atmajaya sampai lalai pada ujiannya, karena keasyikan dengan motornya. Tujuh tahun pun menjadi waktu yang dibutuhkan Made Ferry untuk meluluskan kuliahnya, tanpa sepengetahuan orangtua. Namun pada akhirnya, waktulah yang membongkar tingkah badungnya, orangtua pun dibuat gusar, hingga melontarkan pertanyaan hendak jadi apa dianya nanti.
Made Ferry sulit melupakan masa-masa kebanggaannya sebagai remaja balap motor di jalanan yang digeluti di era 1978. Kehebatannya pun dibuktikan dengan memenangkan perlombaan balap motor pada tahun 1980an. Meski mencetak prestasi, tetap saja di kepala orangtuanya dipenuhi keresahan dan kegelisahan, masa depan seperti apa yang akan diwujudkan anak kedua dari tujuh bersaudara tersebut.
Kerabat pun dikerahkan orangtua untuk menyadarkan Made Ferry agar menghentikan kegiatan balapnya. Tetap saja, ia tak berkutik, malah akhirnya ia dibelikan perlengkapan balap motor berstandar nasional oleh orangtua, untuk meminimalisir bila terjadi benturan. Luluhnya hati orangtua tersebut, tak serta merta ia dapatkan, sebuah restu kira – kira ia dapatkan berselang setahun, setelah prestasi demi prestasi ia ukir dengan menyabet kurang lebih 800 piala/tropi dan piagam penghargaan.
Baca Juga : Pelayanan Internasional Dengan Improve Skill Para Generasi di Ranah Kesehatan
Sekilas potensi yang dimiliki Made Ferry di bidang balap motor, memang tak semua orang mampu mencernanya dengan sikap terbuka. Ada yang menganggap tak akan memiliki masa depan, bahkan tak sedikit mencap sebagai remaja yang hanya bisa ugal – ugalan dan meresahkan masyarakat. Made Ferry adalah salah satunya yang mampu membuktikan pernyataan tersebut tak ‘harus’ berlaku di kehidupan nyata. Dorongan positif tersebut lahir atas kesadaran dari diri sendiri, di saat orang – orang terdekat mulai berserah atas segala keputusan hidup yang akan ia ambil, dari sanalah kedewasaannya mulai diuji.
Pandangan orang – orang yang sempat menganggapnya sebelah mata, telah disulap Made Ferry tak hanya dengan prestasi berskala nasional, seiring berjalannya waktu dan kematangan usia, ia buktikan bahwa ia juga berani mengambil resiko sebagai pengusaha tak hanya di beraksi di jalanan. Ya, sebuah dealer motor yang secara nyata mencantumkan namanya “Made Ferry Motor” telah sukses ia dirikan dan membuka cabangnya di beberapa daerah di Bali.
Pada Maret 1992 Made Ferry membuka bengkel dan dealer sepeda motor Yamaha. Kemudian, tepatnya sejak Juni 1997 beralih menjadi dealer sepeda motor Honda di Jalan Patimura, Denpasar. Sekitar 350 unit motor berhasil ia jual setiap bulannya, hal ini tentu semakin menumbuhkan kepercayaan dirinya bahwa dealer ini akan siap meyongsong masa depan yang cerah. Afirmasi positifnya pun terwujud dan mendapat restu semesta seiring kerja kerasnya. Sembari bersyukur dengan kesuksesannya saat ini, pikirannya kembali membawanya untuk mengingat dan merenungi masa – masanya sebagai pembalap. Kemenangan yang didapat saat itu, dirasakan tak berbeda jauh dengan kejayaannya yang ia dapatkan saat ini, sama-sama membangkitkan jiwanya yang cinta akan kebebasan dan ada kepuasaan tersendiri, saat mampu menaklukan musuh dari dalam diri dan berkawan dengan segala bentuk luka dan patah tulang yang masih meninggalkan bekas permanen di tubuhnya. Yang tak kalah krusial, ia mampu melepaskan trauma pada hatinya akan cemoohan – cemoohan yang pernah didengar, yang bisa saja menjatuhkan semangatnya. Seperti roda yang terus berputar, seperti itulah konsep hidup Made Ferry, usia boleh bertambah, tapi jiwa muda masih terus bergelora, siap hadapi berbagai medan jalan.
6 thoughts on “Jiwa Bebas Sang Pembalap Temukan Potensi Diri dan Sukses di Medannya”