Drs. I Ketut Darma mungkin tergolong anak keturunan petani yang jarang ditemui. Yang mana dahulunya saat masih remaja, ia ada keinginan untuk mengembangkan mata pencaharian orangtua dengan melanjutkan ke sekolah pertanian setingkat SMA. Namun media lahan yang terbatas membuatnya tak bisa berbuat banyak. Akhirnya ia pindah haluan, melanjutkan kuliah di IKIP Saraswati untuk menjadi seorang guru.
Meninggalkan kampung halamannya di Banjar Penaka, Desa Tampaksiring, Kec. Tampaksiring, selama 7,5 tahun Ketut Darma merantau ke Denpasar bergelut di bidang akademisi. Ia lantas pulang, karena orangtua yang tak memungkinkan untuk terus berpatisipasi dalam kehidupan sosial orang Bali “menyama braya” dan kegiatan gotong royong lainnya di desa yang masih kental. Sesampainya di desa, ia ternyata tak hanya berperan menggantikan orangtua dalam lingkup sosial saja, ia kemudian dipercaya untuk memimpin lembaga keuangan setempat, yakni “Koperasi Serba Usaha Banjar Penaka”.
Sebelum sampai pada tahap tersebut, Ketut Darma sempat mencoba peruntungannya sebagai pelukis, sebagai generasi penerus dari kota seni. Namun kejadian Bom Bali 2002, yang membuat pariwisata sempat terguncang, akhirnya berbuntut pada kehilangan pekerjaan yang mengandalkan dari devisa wisatawan tersebut. Setahun kemudian, tepatnya pada Juli 2003, perangkat banjar mengikuti program pemerintah untuk mulai mendirikan lembaga perekonomian. Bersamaan di tahun tersebut, Ketut Darma pun langsung dipilih dan dipercayai mampu mewakili masyarakat Banjar Penaka, untuk mengembangkan koperasi yang diharapkan bermanfaat nyata bagi para anggota.
Suka duka dalam menahkodai KSU Banjar Penaka, diungkapkan Ketut Darma, ia bangga dan senang bisa mendapatkan kepercayaan dan berinteraksi langsung dengan masyarakat dan kesulitannya ialah datang dari kecemasan dirinya sendiri, apakah ia mampu ngayah untuk desa, apalagi saat itu modal telah diserahkan oleh pemerintah sebesar Rp. 15 juta, menjadi beban tersendiri untuk mengalokasikan di koperasi secara tepat guna. Selain itu, untuk menumbuhkan kepercayaan, pun tak kalah menantang, pendekatan sosial tak cukup sekali dua kali dilakukan secara konsisten, tapi sudah ada pada tahap persistensi, demi masyarakat mau membuka hatinya untuk KSU Banjar Penaka.