Mangku Nyoman Sadu – Massa’s Toserba
Bekerja sebagai pedagang sudah dilakoni Mangku Nyoman Sadu sejak masih remaja, di saat stamina yang masih muda dan bugar. Ia menceritakan bagaimana ia mendatangi dari satu pasar ke pasar lain, untuk mencari pembeli yang mau menyisihkan penghasilan mereka untuk membeli dagangannya. Kini di usia yang sudah memasuki senja, ia pun masih aktif bekerja, hanya saja perbedaannya, dulu ia yang menghampiri pembeli, kini giliran mereka yang memerlukan kebutuhan sehari-hari yang akan mendatanginya dengan berbelanja ke toko “Massa’s Toserba”.
Pilihan hidup untuk bekerja keras sejak muda, adalah hak masing-masing individu. Seperti perjalanan hidup Mangku Nyoman Sadu, yang diibaratkan peribahasa “Berakit-rakit ke hulu, berenang renang ke tepian”. Ia melepaskan keegoannya yang oleh para remaja kebanyakan diisi dengan bersenang – senang, ia memilih bersusah – susah dahulu, sejahtera kemudian di masa tua.
Sejak pk. 03:30 pagi, Mangku Nyoman Sadu sudah memulai aktifitasnya berjualan keliling. Ia menawarkan kain-kain dan pakaian di Pasar Mambal, kemudian ke Pasar Payangan dan Pasar Ubud. Dengan berjalan kaki, pria asal Gianyar tersebut, tak kenal lelah dan bosan menjalani pekerjaan tersebut yang hampir setiap hari dilakukan, demi memenuhi tuntutan ekonomi.
Baca Juga : Menjejal Kehidupan yang ‘Keras’ Hingga Sukses Berkat Kerja Keras
Tahun 1972, Mangku Nyoman Sadu masih berjualan, namun ia mulai beralih menjual patung dekorasi anak-anak. Terkadang bila ada patung yang mulai menunjukkan kerusakan, ia perbaiki dan poles kembali dengan cat warna, kemudian dijual kembali. Peruntungan pun ia peroleh dalam peralihan menjual patung, dari pengalaman sebelumnya, hasil seni yang ia karyakan disambut tak hanya masyarakat lokal, tapi juga hingga mancanegara.
Seiring berjalannya waktu, empat orang anak dari Mangku Nyoman Sadu yang telah beranjak besar mulai memiliki usaha masing – masing dan berbeda – beda, mengikuti jejak ayah mereka. Sedangkan Mangku Nyoman Sadu mulai memikirkan untuk pensiun dari aktifitas bekerja yang banyak menggunakan kemampuan fisk. Tak hanya karena alasan tubuh yang tak sebugar saat masih muda, tapi juga melanjutkan amanat yang diberikan masyarakat dan leluhur untuk menggantikan dan meneruskan sosok pemangku Pura Dalem di desanya, yakni kakek dari anak-anaknya atau ayah kandungnya, I Wayan Guna (Alm).
Dalam kondisi ini, diakui Mangku Nyoman Sadu, ia masih ingin memiliki penghasilan sendiri untuk ia dan istri, agar tak sepenuhnya merepotkan keempat anaknya. Keluarga pun bekerjasama untuk mengumpulkan modal, dan membangun usaha yang sifatnya bisa dikatakan stabil dan tetap bisa beroperasi, meski Mangku Nyoman Sadu melakukan kegiatan di pura – pura. Didirikanlah Massa’s Toserba, toko yang menyedia berbagai kebutuhan rumah tangga yang beralamat di Jalan Raya Teges, Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Pria kelahiran Peliatan, 31 Desember 1946 ini, dibesarkan atas didikan orangtua yang bekerja sebagai petani sederhana di Desa Peliatan. Dalam kesederhanaan tersebut, banyak pelajaran yang ia dapatkan, diantaranya ia dan enam saudaranya harus ikhlas saling berbagi makan seadanya, agar masing – masing cukup mendapat bagiannya.
Baca Juga : Disiplin dan Berguru Pada Pengalaman
Beranjak remaja, Mangku Nyoman Sadu semakin menunjukkan kedewasaannya, ia bekerja keras meringankan beban orangtua dengan membantu memenuhi kebutuhan adik-adiknya. Terlebih setelah ayahnya yang ditunjuk dan dipercaya sebagai pemimpin upacara agama atau pemangku, membuatnya sebagai anak pertama memiliki kesadaran sendiri dan bertanggung jawab akan keberlangsungan ekonomi keluarga.
Mangku Nyoman Sadu seolah tak pernah merasakan lelahnya bekerja, karena ia melakukannya dengan penuh keikhlasan dan berlandaskan cinta kasihnya kepada keluarga. Bahkan saat ia telah berumah tangga dan memiliki empat orang anak, hidupnya lebih sejahtera dan ekonomi yang mencukupi. Anak – anaknya pun yang sudah menikah dan memberikan cucu – cucu kepadanya, sukses berkarir di usaha masing-masing.
Kini, Mangku Nyoman Sadu tak hanya berperan sebagai ayah, sekaligus kakek. Ia telah selama 32 tahun melayani dan mengabdi kepada warga Peliatan sebagai pemangku. Tanggung jawab yang diemban ini, tentu berbeda dengan rutinitas duniawi yang yang biasa ia lakukan, di mana menurut kepercayaan Hindu Bali, pemangku wajib menjaga kesucian diri sendiri sebagai pengembala umat yang bertugas menuntun umat setiap harinya.
Diakui olehnya diawal hari-harinya melayani ada beban dan kekhawatiran akan melakukan kesalahan, namun seiring berjalannya waktu dan masyarakat yang terus memberikan kepercayaan, ia semakin menemukan kedamaian pada diri sendiri, begitupula berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar, agar tercipta kerahayuan dan jagadhita dalam menjalankan yadnya.

3 thoughts on “Rahayu dalam Karya Maupun Beryadnya”